Lonely Wife

Hari-hari berlalu seperti biasa, Arumi tetap pada aktifitasnya. Selama dua hari ini, Raka terlihat semakin dingin dan tidak bicara sepatah kata pun padanya setelah dari rumah orang tuanya.

Raka menganggap Arumi adalah sosok paling memalukan yang pernah ada, Raka juga semakin diolok oleh ayahnya sendiri karena telah gagal memilih pendamping hidup. Arumi yang sudah biasa didiamkan itu merasa biasa saja, dia tidak mau ambil pusing karena itu akan semakin menyakiti dirinya.

Raka sendiri merasa geram karena Arumi tidak memulai percakapan dengan dirinya lebih dulu, dia yang mendiamkan harusnya dibujuk dan dirayu agar tak marah lagi, tapi Arumi malah mendiamkannya juga. Bagi Arumi sendiri, dia merasa bahwa diamnya Raka tidak bisa diusik, karena memang begitu adanya selama ini.

Arumi bersenandung ringan saat berkebun di halaman belakang, setelah beberes rumah tadi, matahari bersinar yang mana cahayanya bagus untuk kesehatan. Arumi menanam beberapa bunga baru agar kebun terlihat lebih bagus lagi.

Diamnya Raka seperti memberikan energi baru bagi Arumi, dia jadi jauh lebih baik karena tidak mendengar ucapan-ucapan menyakitkan dari suaminya itu.

...***...

Zafran duduk dengan tenang di hadapan putranya, kali ini Raka memenuhi panggilan ayahnya itu untuk bicara di rumah tanpa adanya Arumi.

Shima sendiri juga terlihat ingin menanyakan banyak hal pada Raka tapi dia memilih untuk membiarkan Zafran bicara lebih dulu.

“Papa tau, Nak. Kamu menikah dengan Arumi hanya sekedar sebuah formalitas semata. Kau tidak bahagia begitu pula dengan dia, dari caranya duduk dan menatapmu, jelas menunjukkan bahwa kalian tidak saling membuka diri satu sama lain,” terang Zafran yang membuat Raka menghela napas.

“Jadi, mau Papa apa sebenarnya? Menjodohkan aku lagi? Aku tidak mau, Pa.”

“Papa tidak akan menjodohkan kamu dengan siapapun lagi, Raka. Papa hanya ingin kamu hidup bahagia dan tenang bersama pasanganmu. Carilah wanita yang bisa kau cintai dan mencintaimu, bangunlah rumah tangga yang baik dengannya. Berbahagialah, Nak. Kalau bersama Arumi kau tidak bahagia, lepaskan dia.” Raka seperti mendapat angin daei ayahnya sendiri, ini yang dia inginkan, kebebasan dalam memilih pasangan sendiri dan tidak harus berpura-pura baik-baik saja.

“Kami tau dirimu, Raka. Wanita seperti Arumi sangat tidak cocok untukmu, waktu itu kami merestui karena kamu memaksa. Dia tidak sepadan dengan kita, ada baiknya kamu ceraikan Arumi dan menikahlah dengan wanita impianmu sendiri.” Shima ikut angkat bicara yang membuat Raka semakin memiliki peluang besar.

“Kalau aku bercerai dari Arumi, bisa dipastikan citra keluarga kita akan rusak. Media akan menyorot sebuah kebobrokan dari keluarga kita ini,” ungkap Raka yang kini menjadi sebuah beban bagi Zafran dan Shima.

“Benar, Pa. Kalau anak kita bercerai, keluarga kita juga yang akan jelek nantinya,” kata Shima membenarkan, Zafran tampak berpikir sejenak.

“Kamu benar, Raka. Sebuah perceraian di keluarga besar kita adalah hal yang tabu. Kita akan dipandang buruk jika perceraian itu terjadi tanpa masalah terlebih dahulu.” Zafran mengungkapkan lagi.

Shima menegakkan tubuhnya dan tersenyum senang, ada ide gila di kepalanya saat ini.

“Bagaimana kalau kita buat sebuah skandal pada Arumi yang membuat publik nantinya memaklumi sebuah perceraian antara Raka dengan Arumi. Kita buat seolah-olah Arumi lah yang bersalah dalam semua ini, dengan begitu, nama baik keluarga kita akan aman dan terjaga.” Ide gila itu terlontar dari bibir Shima, Raka dan Zafran mengangguk setuju karena memang hal itu jalan yang cukup baik.

“Ide yang bagus, Ma. Aku akan coba memikirkan cara agar Arumi bisa terkena masalah dan disorot oleh banyak media. Dengan begitu, jika aku menggugat cerai dia, maka hal tersebut akan menarik simpati padaku.” Raka menyetujui ide itu.

“Lagian Arumi itu tidak memiliki keluarga dan tidak akan ada juga yang malu jika dia terlibat masalah besar,” tambah Zafran.

Setelah percakapan dan rencana gila mereka susun untuk Arumi, kini Raka pulang dengan perasaan bahagia luar biasa. Dia sudah bisa bebas memilih perempuan yang akan dia nikahi tanpa perlu khawatir dijodohkan. Tinggal bagaimana dia harus menyusun rencana agar bisa menjerat Arumi dengan sebuah masalah besar agar dirinya bisa terbebas.

...***...

Arumi menyambut kepulangan suaminya seperti biasa, dia sudah memasak makanan kesukaan Raka dan malam ini, Raka memakan habis semua makanan tersebut. Hal itu membuat Arumi sangat senang, dia merasa sangat dihargai.

Sikap Raka padanya juga berubah drastis, pria itu juga membelikan dirinya makanan saat pulang kerja tadi.

“Apa makanan itu enak?” tanya Raka yang dibalas anggukan semangat oleh Arumi.

“Sangat enak, makasih ya.”

“Kalau kamu suka, setiap hari aku akan belikan makanan itu untukmu.” Mata Arumi seketika berbinar mendengarnya.

“Benarkah?”

“Tentu.” Raka mengusap lembut tangan istrinya yang membuat hati Arumi menghangat.

Selesai makan malam, mereka menonton televisi bersama di ruang keluarga, untuk pertama kalinya dalam setahun ini, Raka merangkul Arumi dengan mesra lalu mencium puncak kepala istrinya itu.

Mengalir air mata Arumi mendapat perlakuan manis dari Raka tersebut.

“Kenapa menangis? Aku melakukan kesalahan lagi?” tanya Raka sembari menghapus air mata Arumi dengan ibu jarinya.

“Tidak. Aku hanya terharu dengan sikapmu. Apa boleh seperti ini setiap saat? Aku merasa sangat disayang,” ungkap Arumi dengan senyumnya.

“Tentu. Aku akan berusaha menjadi suami yang baik untukmu. Maaf jika selama ini, aku tidak bisa memberikan kebahagiaan untukmu.” Arumi menggeleng dan menghapus air matanya yang terus mengalir.

“Kita bisa memulai semua dari nol lagi, Raka. Aku berjanji, aku akan menjadi istri yang lebih baik lagi untukmu, kamu tinggal katakan saja apa yang harus aku lakukan.” Raka terkekeh lalu mencubit hidung Arumi pelan.

“Semua yang kamu berikan sudah cukup untukku, Rum. Aku puas dengan semua itu, kamu tidak perlu memikirkan apapun dan bersikap layaknya seorang istri saja padaku.” Arumi memeluk erat Raka yang dia kira memang sudah berubah. Padahal di balik punggung Arumi, Raka menyeringai karena berhasil membuat Arumi masuk dalam perangkapnya.

Tidak mungkin aku akan menerima kamu segampang ini, Arumi. Aku akan meninggalkanmu setelah ini dan hidup bahagia bersama perempuan yang akan aku pilih nantinya. Kau tidak layak mendampingiku. Raka bergumam dalam hatinya.

Malam itu dihabiskan oleh Raka dan Arumi dengan penuh kemesraan. Arumi mengenakan lingerie terbaiknya yang merupakan kado pernikahannya setahun yang lalu. Dia akan melayani Raka dengan baik sehingga Raka tidak berpaling darinya lagi.

Setelah memoles wajahnya dengan make up dan menyemprotkan parfume ke tubuhnya. Arumi duduk di ranjang dan menunggu suaminya masuk ke dalam kamar, rasanya sangat tidak sabar kali ini ia mendengar pujian dari suaminya itu.

Pintu berderit dan Arumi segera berdiri menyambut Raka. Dia memberikan senyuman terbaiknya dan sedikit kaku dengan pakaian minim tersebut.

Raka terdiam sejenak melihat penampilan Arumi, hatinya mengatakan bahwa penampilan itu biasa saja, tak ada istimewa tapi melihat senyum Arumi, dia terpaksa memberikan pujian.

“Kamu cantik sekali, tidak salah aku memilih istri ternyata,” pujinya yang membuat Arumi tersanjung.