Hidup Syakila hancur ketika orangtua angkatnya memaksa dia untuk mengakui anak haram yang dilahirkan oleh kakak angkatnya sebagai anaknya. Syakila juga dipaksa mengakui bahwa dia hamil di luar nikah dengan seorang pria liar karena mabuk. Detik itu juga, Syakila menjadi sasaran bully-an semua penduduk kota. Pendidikan dan pekerjaan bahkan harus hilang karena dianggap mencoreng nama baik instansi pendidikan maupun restoran tempatnya bekerja. Saat semua orang memandang jijik pada Syakila, tiba-tiba, Dewa datang sebagai penyelamat. Dia bersikeras menikahi Syakila hanya demi membalas dendam pada Nania, kakak angkat Syakila yang merupakan mantan pacarnya. Sejak menikah, Syakila tak pernah diperlakukan dengan baik. Hingga suatu hari, Syakila akhirnya menyadari jika pernikahan mereka hanya pernikahan palsu. Syakila hanya alat bagi Dewa untuk membuat Nania kembali. Ketika cinta Dewa dan Nania bersatu lagi, Syakila memutuskan untuk pergi dengan cara yang tak pernah Dewa sangka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Itha Sulfiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Niat yang sebenarnya
'Dewa sedang mabuk. Bisa tolong jemput dia di Atlantis Club?'
Satu pesan masuk ke ponsel Syakila saat tengah malam. Ya, dia memang belum tidur. Sejak pertengkaran dirinya dengan Dewa tadi sore, perasaannya benar-benar tak bisa tenang.
'Tolong kirimkan alamatnya!' balas Syakila seraya bersiap-siap untuk pergi.
Untungnya, rumah Dewa memiliki dua orang security. Dia pun meminta salah satu diantara mereka untuk menemani Andrew di dalam kamar.
"Nyonya, hati-hati!" pesan security tersebut.
Syakila mengangguk. Mengenakan cardigan rajut berwarna coklat muda, Syakila segera keluar rumah. Dia memesan sebuah taksi online untuk mengantarkan dirinya ke klub malam, tempat Dewa berada.
Saat sampai, Syakila disambut oleh dentuman keras suara musik DJ. Lampu sorot yang mengenai mata membuat dia merasa tak nyaman.
Suasana temaram cenderung gelap, membuat Syakila sering sekali menabrak orang secara tak sengaja. Entah, sudah berapa kali Syakila meminta maaf pada orang asing hingga akhirnya dia menemukan ruangan VIP, tempat Dewa dan teman-temannya sedang berkumpul.
"Akhirnya, ketemu," ucap Syakila yang merasa lega.
Sambil tersenyum, dia perlahan mendorong pintu dihadapannya. Namun, baru terbuka sedikit, dia malah tak sengaja mendengar ucapan Dewa yang bagai sebilah pedang yang menembus jantungnya.
"Cinta? Mana mungkin aku jatuh cinta pada perempuan hina seperti dia. Aku... menikahi dia hanya untuk membuat Nania cemburu. Dia hanya alat bagiku. Tidak lebih."
Degh!
Syakila tak bisa bernapas. Kata-kata Dewa terdengar sangat menyakitkan. Jadi, pria itu hanya memanfaatkan dirinya?
"Tapi, wajah Syakila sangat cantik. Masa', Kak Dewa tidak pernah tertarik?" tanya seorang teman yang duduk di sisi kiri Dewa.
"Heh, mau secantik apapun dia, kalau sudah kotor juga sudah tidak menarik. Dia itu hanya seonggok sampah di mataku. Menjijikkan dan sangat busuk," balas Dewa.
"Jadi, Kak Dewa akan membuangnya begitu Nania kembali?"
"Tentu saja. Perempuan hina seperti Syakila, memang layak untuk dibuang. Kalau bukan demi membuat Nania cemburu, mana mungkin aku sudi melihat wajahnya dan anak haramnya itu setiap hari. Cih! Bikin sial saja."
"Kalau Kak Dewa menceraikannya, aku boleh menyentuhnya, tidak? Jujur saja, aku sangat penasaran dengan tubuh seksinya itu."
Di luar ruangan, tubuh Syakila mendadak gemetar. Kata-kata pria itu sudah termasuk pelecehan.
"Kamu ingin meniduri perempuan kotor itu?" tanya Dewa seraya menyeringai sinis.
"Ya," angguk temannya antusias. "Walau di mata Kak Dewa dia sudah kotor, tapi di mataku, dia tetap daging enak yang tak boleh dilewatkan."
"Kalau begitu, tiduri saja!Tidak perlu menunggu aku menceraikannya. Nanti, saat dia datang ke sini, kamu bisa langsung membawanya ke kamar hotel."
"Kak Dewa benar-benar tidak keberatan?"
"Asal jangan buat dia hamil saja. Kalau dia hamil, nanti malah aku yang disuruh untuk bertanggungjawab atas anak itu."
"Kalau soal itu, Kak Dewa tidak usah khawatir. Aku selalu bawa persiapan kemanapun aku pergi."
Dan, para pria itu kembali tertawa bersama. Sementara, Syakila yang menguping dari celah pintu mulai merasakan tungkainya melemas. Ia tak sanggup berdiri lebih lama lagi.
Akhirnya, Syakila pun memutuskan untuk pergi begitu saja. Dia tak jadi menjemput Dewa.
"Aku harus pergi. Aku harus pergi," gumam Syakila ketakutan.
Bagaimana jika dia benar-benar dilecehkan oleh teman-teman Dewa? Harga dirinya akan benar-benar hancur.
Sambil menangis tersedu-sedu, Syakila menghentikan mobil taksi yang melaju didepan klub. Dia menyebut alamat rumah, kemudian memeluk dirinya sendiri untuk meredakan ketakutan yang dia rasakan.
"Nyonya? Kenapa cepat sekali pulangnya? Tuan, mana?" tanya security yang tadi diminta Syakila untuk menemani Andrew.
"A-aku tidak jadi menjemputnya. Tadi, taksi online yang ku tumpangi kecelakaan di jalan," jawabnya beralasan.
"Kecelakaan?" pekik security itu kaget. "Tapi, Nyonya baik-baik saja, kan?"
Syakila mengangguk sambil memaksakan diri untuk tersenyum. "Ya, aku baik-baik saja."
Begitu sang security pergi, Syakila lekas masuk ke dalam kamar lalu menguncinya rapat-rapat. Dia tak akan membiarkan siapapun untuk masuk. Dia harus melindungi dirinya sendiri.
****
"Kenapa Syakila belum datang juga?" tanya Dewa yang mulai kesal karena Syakila tak kunjung terlihat batang hidungnya.
Padahal, biasanya jika teman-teman Dewa mengirim pesan dan mengatakan bahwa Dewa sedang mabuk berat, Syakila pasti akan langsung datang dengan cepat.
Namun, hari ini terasa aneh. Seharusnya, Syakila sudah berangkat sedari tadi. Tapi, kenapa perempuan itu belum sampai juga?
"Tidak tahu," jawab teman disampingnya. "Aku sudah berusaha menghubungi nomornya tapi tidak aktif."
"Coba lagi!" titah Dewa.
"Masih tidak aktif."
Dug.
Dewa memukul permukaan meja dengan kesal. Di sudah terbiasa dengan sikap perhatian Syakila selama dua bulan ini. Dan, ketika Syakila tiba-tiba mengabaikannya seperti ini, hati Dewa jadi merasa tidak senang.
"Perempuan itu!!!" Dewa menggeram marah.
"Dewa... Syakila tidak mungkin kecelakaan, kan?"
Degh.
Dewa mematung sejenak. Dia menatap salah satu sahabat baiknya itu dengan tatapan cemas.
"Mana mungkin," jawabnya.
"Kalau begitu, kenapa dia masih tidak ada kabar?" gumam pria dengan kemeja berwarna biru muda itu.
"Kalau dia tidak datang, berarti aku tidak bisa menidurinya, dong," gerutu teman Dewa yang satunya.
Dewa langsung melototinya. Nyali pria itu pun perlahan menciut. Wajah Dewa yang menggelap, memberi isyarat bahwa pria itu sedang marah besar.
"Aku pulang duluan," pamit Dewa tiba-tiba.
Perasaannya tidak tenang. Dia harus memastikan bahwa Syakila baik-baik saja.
Berkendara dengan kecepatan tinggi, Dewa akhirnya sampai di rumah. Buru-buru, dia turun dari mobil dan memberikan kunci mobilnya pada security yang datang menyambut.
"Bukannya, Tuan katanya mabuk berat, ya? Kenapa nekat berkendara sendirian, Tuan?" tanya security itu.
Alis Dewa sedikit mengernyit. "Kamu tahu darimana kalau aku sedang mabuk berat?"
"Tadi, Nyonya yang bilang. Dia berangkat dengan terburu-buru karena ingin menjemput Tuan."
"Jadi, Syakila sudah pergi untuk menjemput ku?" tanya Dewa. Perasaannya semakin bertambah cemas. Jangan-jangan, Syakila benar kenapa-kenapa.
"Sudah, Tuan. Tapi, Nyonya tadi kembali lagi. Katanya, taksi online yang dia tumpangi kecelakaan di jalan. Makanya, dia tidak jadi datang menjemput Tuan."
"Syakila kecelakaan?"
Dewa melangkah lebar masuk ke dalam rumah. Entah kenapa, dia tiba-tiba sangat mengkhawatirkan kondisi Syakila.
Perempuan itu tak terbiasa mengeluh. Jadi, mustahil dia akan mengadu pada Dewa tentang apa yang sudah dia alami.
"Syakila! Buka pintunya!" teriak Dewa didepan kamar sambil mengetuk-ngetuk pintu.
Syakila yang masih belum bisa tidur, tampak tersentak kaget. Tubuhnya gemetaran. Ia teringat kembali dengan kata-kata Dewa yang begitu tega ingin menyerahkan dirinya pada laki-laki lain.
"Syakila, cepat buka atau ku robohkan pintunya!"
Ancaman Dewa tak pernah main-main. Oleh sebab itu, Syakila tak memiliki pilihan lain selain membuka pintu.
Cklek.
Pintu terbuka perlahan. Wajah Syakila yang pucat kini tampak dihadapan Dewa.
"Apa benar kalau tadi kamu kecelakaan?" tanya Dewa dengan nada khawatir.
"Ya," angguk Syakila berbohong.
"Mana yang sakit? Apa kita perlu ke rumah sakit?"
Syakila menggeleng. "Tidak perlu. Aku baik-baik saja," tolaknya.
"Yakin?"
"Ehm," angguk Syakila.
"Tapi, wajahmu pucat sekali. Ayo, aku antar periksa ke dokter!"
Dewa menarik tangan Syakila. Namun, perempuan itu malah menghempaskan tangan Dewa.
"Tidak perlu," tolaknya sekali lagi. "Jangan buang waktu Tuan Dewa untuk hal tidak penting seperti ini."
Brak.
Syakila kembali menutup pintu kamarnya dengan keras. Dewa yang masih berdiri didepan pintu tampak mematung sebentar kemudian tertawa dengan sinis.
"Perempuan tidak tahu terimakasih ini semakin melunjak rupanya."
lah
semoga syakila bahagia dan bisa membalas dendam terhadap keluarga dito yang sangat jahat
menanti kehidupan baru syakila yg bahagia...