Lian, gadis modern, mati kesetrum gara-gara kesal membaca novel kolosal. Ia terbangun sebagai Selir An, tokoh wanita malang yang ditindas suaminya yang gila kekuasaan. Namun Lian tak sama dengan Selir An asli—ia bisa melihat kilasan masa depan dan mendengar pikiran orang, sementara orang tulus justru bisa mendengar suara hatinya tanpa ia sadari. Setiap ia membatin pedas atau konyol, ada saja yang tercengang karena mendengarnya jelas. Dengan mulut blak-blakan, kepintaran mendadak, dan kekuatan aneh itu, Lian mengubah jalan cerita. Dari selir buangan, ia perlahan menemukan jodoh sejatinya di luar istana.
ayo ikuti kisahnya, dan temukan keseruan dan kelucuan di dalamnya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6
Malam itu, suasana istana Xu seakan dibungkus kabut gelisah. Lentera-lentera bergoyang tertiup angin, bayangannya menari di dinding koridor panjang. Lian atau yang kini lebih dikenal sebagai Selir An duduk termenung di kamarnya. Kedua tangannya sibuk memainkan kecapi kecil yang memang selalu ia bawa sejak pertama kali tinggal di istana. Petikan nadanya lembut, namun sesekali diselingi dengan nada fals yang tiba-tiba.
“Kalau ada nada yang terdengar aneh, berarti aku sedang kesal,” batin Lian dalam hati.
Tentu saja ia tidak sadar kalau batinnya itu bisa terdengar jelas oleh Yuyan yang sedang menuangkan teh di sampingnya. Dayang muda itu menunduk, menahan senyum. Baginya, Selir An bukanlah selir biasa, melainkan seseorang yang bisa menyingkirkan rasa takut dengan komentar-komentar dalam hati yang sering kali polos sekaligus tajam.
-----
Di sisi lain istana, Menteri Luo duduk di ruang kerjanya yang penuh gulungan bambu. Senyumnya tipis, matanya menyipit penuh perhitungan. Di sampingnya, Selir Luo menyisir rambut panjangnya dengan santai.
“Selir An mulai membuat gerakan,” kata Menteri Luo. “Sepertinya wanita itu tidak hanya cantik, tapi juga licik.”
Selir Luo tertawa kecil. “Licik? Tidak. Dia hanya seekor kelinci yang mengira dirinya rubah. Cepat atau lambat, ia akan masuk ke dalam jerat yang kita pasang.”
Mereka berdua menukar pandangan penuh makna. Malam itu, seorang kasim dipanggil. Ia diberi sebuah surat palsu yang seolah ditulis oleh Jenderal Chen kepada seorang mata-mata asing.
“Pastikan surat ini sampai ke tangan Selir An,” perintah Menteri Luo. “Kita lihat bagaimana dia menjerumuskan dirinya sendiri.”
Keesokan harinya, Lian benar-benar melaksanakan niatnya. Ia berjalan santai menuju taman barat, ditemani Yuyan. Dari kejauhan, Chen Yun mengawasi.
Bunga-bunga bermekaran indah, namun Lian bersin berkali-kali. Sial, benar kan? Aku alergi. Kenapa harus di taman penuh bunga begini sih? Kalau aku mati karena pilek, sungguh memalukan.
Yuyan hampir tersedak menahan tawa lagi. Untung Chen Yun tidak mendengar.
Di tengah jalan, seorang kasim tua menghampiri. “Selir An, hamba diminta menyampaikan surat penting untuk Anda.”
Lian mengerutkan dahi. “Untukku? Dari siapa?”
Kasim itu menunduk lebih dalam. “Hamba hanya diperintah mengantarkan.”
Lian menerima surat itu, tapi hatinya langsung curiga. Ia tahu betul cara kerja orang-orang licik di istana. "Ini jebakan. Seratus persen jebakan. Tapi kalau kubuang begitu saja, aku tidak akan pernah tahu apa isinya. Aduh, kenapa hidupku selalu seperti drama kolosal murahan begini?"
Yuyan meliriknya dengan gugup. Ia tahu isi hati itu dan sadar benar bahwa surat ini memang berbahaya.
Lian menyelipkan surat itu ke dalam lengan bajunya tanpa membuka. “Kita lihat nanti,” ucapnya dingin.
-----
Malam harinya, Lian menyelinap ke perpustakaan istana. Chen Yun menunggu di luar sebagai penjaga, sementara Yuyan ikut masuk. Lentera redup menerangi rak-rak penuh gulungan bambu.
Lian membuka satu demi satu catatan lama, matanya tajam mengamati setiap huruf. Hingga akhirnya, ia menemukan sebuah gulungan yang mencatat kemenangan Jenderal Chen di perbatasan. Tertulis jelas bahwa ia tidak pernah berhubungan dengan mata-mata asing, bahkan justru membongkar beberapa pengkhianat.
Hah! Jadi ini buktinya. Kalau nanti surat palsu itu muncul, aku bisa melawan dengan catatan asli ini, batin Lian dengan puas.
Yuyan menunduk, tersenyum lega.
Saat itu, Chen Yun masuk perlahan. Tatapannya tertuju pada gulungan di tangan Lian. “Itu… bukti yang bisa menyelamatkan ayahku.”
Lian menatapnya lama. Ada sesuatu di mata Chen Yun campuran harapan dan luka. Hatinya sedikit melunak.
Dalam batinnya ia berkata, "Aku tidak tahu kenapa aku repot-repot melakukan ini. Tapi mungkin… aku tidak tega melihat tatapanmu yang penuh beban itu."
Chen Yun terdiam. Meski ia mendengar isi hati itu, ia menyimpannya rapat-rapat di dalam dada. Tidak ada satu pun kata keluar dari bibirnya, hanya genggaman erat pada pedang di pinggangnya, sebagai sumpah untuk selalu melindungi wanita itu.
Malam itu, ketika mereka keluar dari perpustakaan, bulan menggantung penuh di langit. Lian berdiri di beranda, menatap cahaya keperakan yang jatuh ke halaman.
Perlahan-lahan, kebenaran mulai terkuak. "Menteri Luo, Selir Luo… bersiaplah. Kalian pikir aku hanya selir lemah? Kalian salah besar. Aku akan buat kalian menyesal sudah menyentuh keluarga yang tidak bersalah." ujar Lian
Di belakangnya, Chen Yun dan Yuyan berdiri diam. Keduanya mendengar isi hati itu dan untuk alasan berbeda, keduanya merasa tercengang sekaligus kagum.
Dalam hati, Chen Yun berbisik, " Selir An… bukan, Lian. Kau bukan hanya penyelamat keluargaku. Kau cahaya yang bahkan mampu menantang kegelapan istana ini."
Bersambung
seorang kaisar yang sangat berwibawa yang akan menjadi jodoh nya Lian