Di malam pertama pernikahannya, Siti mendengar hal yang sangat membuatnya sangat terluka. Bagaimana tidak, jika pernikahan yang baru saja berlangsung merupakan karena taruhan suaminya dan sahabat-sahabatnya.
Hanya gara-gara hal sepele, orang satu kantor belum ada yang pernah melihat wajah Siti. Maka mereka pun mau melihat wajah sebenarnya Siti dibalik cadar.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kuswara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6
Sudah dari kemarin Teo memandang wajah Siti yang ada di dalam foto. Hati kecilnya ragu jika wajah yang saat ini dipandangnya adalah wajah asli Siti setelah melihat reaksi Siti yang santai menanggapinya.
Setahunya Siti sangat menjaga privasi, tidak akan mudah orang mengetahui dirinya. Jadi aneh saja kalau Siti hanya bersikap biasa saja setelah fotonya tanpa hijab dan cadar diketahui orang satu kantor.
Pasti ada yang salah, dia pun sangat yakin kalau itu bukan wajah dari Siti. Bisa jadi Gio yang telah membohongi mereka, dia harus mengetahui kebenarannya. Dan kalau benar itu kebohongan, maka Teo siap mengambil alih perusahaan. Sekarang dia harus membuktikan keraguan hatinya.
"Aku akan mencari bukti sendiri kalau kalian tidak mau membantuku."
"Jangan merusak persahabatan kita dengan kecurigaanmu, Teo!."
"Jun, benar, kita sudah bersahabat sejak kecil. Tidak mungkin Gio membohongi kita."
"Tidak kali ini, Leo. Aku yakin Gio sudah bermain curang untuk memenangi taruhan. Kalau sampai benar, aku akan duduk di singgasana perusahaan."
Leo dan Jun saling pandang, mereka baru kali ini melihat Teo yang begitu berambisi untuk menjatuhkan Gio.
"Sebenarnya ada apa sampai kamu harus begini terhadap Gio?." Leo menepuk pundak Teo.
"Aku hanya ingin kejujuran, sportif soal taruhan yang kemarin. Kita sudah memberikan apa yang menjadi hadiah Gio kalau benar dia yang menang. Tapi kalau tidak, perusahaan itu akan menjadi milikku."
"Tidak begitu juga, Teo!."
Teo menurunkan tangan Leo dari pundaknya lalu dia menatap kedua sahabatnya. "Aku tahu kalian selalu berada di pihak Gio, tapi aku tidak gentar untuk membuktikan dia curang kali ini."
Teo pergi meninggalkan club di mana mereka berkumpul atas ajakannya. Teo begitu tersinggung dengan Gio yang ingin membantunya, padahal sudah sering juga Gio membantu keluarganya. Sebab di antara sahabat-sahabatnya yang lain, Teo yang paling sering terjerat masalah keuangan.
Leo dan Jun tidak bisa berbuat apa, mereka membiarkan Teo membuktikan Gio dengan caranya. Mereka tidak akan memihak siapa pun, siapa yang memang taruhan dia yang berhak mendapatkan hadiahnya.
"Apa kita tanya Gio saja?," Leo sudah mengeluarkan ponselnya.
"Jangan!," larang Jun. "Kita harus menghargai Teo dan kita harus netral karena mereka berdua sahabat kita."
Leo mengangguk mengerti sambil kembali memasukkan ponselnya ke dalam saku celana.
*
Kamar Siti sudah bersih, rapi dan wangi. Kamar yang akan digunakan Ayahnya selama menginap di apartemen. Siti harus mau satu kamar dengan Gio. Bukan hanya Siti nya saja tapi semua barang-barang Siti juga ikut pindah ke kamar Gio.
Gio tersenyum lebar, datang juga malam yang dinantinya. Satu kamar bersama Siti walau tidak untuk malam pertama karena sudah terlewat. Mau saja dia mengerjai, melihat Siti tidur dengan pakaian kebesarannya.
"Obat sama vitamin Ayah masih ada?," Siti mengecek tas yang dibawa Ayahnya.
"Masih," jawab Ayah.
"Tinggal sedikit, Yah, aku ke apotik bawah dulu."
"Tidak usah, Siti, ini masih ada. Nanti Ayah beli sendiri."
Siti bangkit, dia tidak mendengarkan Ayahnya. Tetap berjalan keluar untuk membeli obat dan vitamin Ayah yang tinggal sedikit.
Ayah dan Gio bercerita banyak hal. Bertukar pikiran untuk beberapa topik pembicaraan mengenai pekerjaan. Selebihnya Ayah lebih banyak menceritakan tentang kehidupan Siti. Dengan senang hati Gio menyimaknya.
Rasa penasaran Gio kembali muncul tentang hijab dan cadar Siti. Lantas dia bertanya pada Ayah, sebuah fakta mencengangkan terkuak. Dulu, Siti hampir mau dilecehkan oleh anak-anak yang usianya di atas Siti. Untungnya hal menyeramkan itu tidak terjadi karena Ibunya datang menyelematkannya. Dari sejak itu Ibu meminta Siti untuk menutup seluruh tubuhnya dan Siti tidak mengiyakan.
Gio terdiam, suatu kesalahan besar yang telah dilakukannya. Hanya karena bertaruh hampir saja dia menjadi pelaku pelecehan terhadap istrinya sendiri. Ada untungnya juga Siti sudah mengetahui niat tidak baiknya, jadi masih terhindar.
Selesai makan malam, Ayah dan Gio kembali ngobrol di depan TV. Melanjutkan cerita mereka yang belum selesai. Sedangkan Siti sudah masuk ke dalam kamar Gio. Sudah dengan pakaian santai namun tetap menutup seluruh tubuhnya kecuali mata dan telapak tangan. Dia duduk di sofa dekat jendela. Tempat yang akan menjadi alas tidurnya.
Dia menoleh ke arah pintu yang terbuka, Gio masuk melepas kaosnya sambil berjalan menuju lemari.
"Kamu belum tidur?."
"Ayahku sudah masuk kamar?."
"Sudah," kemudian Gio memakai kaos yang baru diambilnya dari dalam lemari.
Gio berdiri di tengah di antara ranjang dan sofa.
"Kamu mau tidur di sana?."
Siti mengangguk.
"Kamu tidur di sini saja, biar aku yang di sofa."
Siti menggeleng. "Tidak apa-apa, aku tidur di sini saja."
"Oke," Gio tidak mau memaksa. Dia segera naik ke atas ranjang dan tidur membelakangi Siti.
Siti pun tidur memunggungi Gio.
Rupanya kedua orang yang berada ada dalam satu kamar itu tidak langsung dapat tidur. Mereka sama-sama terjaga, hawa kamar yang dingin tiba-tiba saja berubah menjadi panas.
Kegelisahan melanda kedua anak manusia yang berlainan jenis.
Secara bersamaan keduanya mengganti posisi menjadi saling menghadap dengan mata yang terbuka. Terdiam, keduanya hanya saling menatap dalam pencahayaan yang minim. Tapi mata jernih Siti terlihat jelas oleh Gio.
"Tidurlah, Siti!. Jangan takut, aku tidak akan lancang melepas cadarmu."
Siti mempercayai ucapan tulus Gio, akhirnya dia menutup mata dengan posisi yang sama, menghadap Gio.
Keesokan paginya.
Ayah yang rencananya mau menginap selama satu minggu di apartemen Gio nyatanya harus pulang pagi itu juga. Karena ada saudara Ayah yang akan ke bertamu ke rumah.
Setelah keduanya mengantar Ayah, Siti merapikan kamar yang semalam di tempati Ayahnya. Dia akan kembali pindah ke kamar itu.
"Kamu tidak perlu pindah ke kamar itu lagi."
"Kenapa? Apa ada yang mau datang ke sini lagi?."
"Tidak, memangnya kenapa kalau kita tidur satu kamar?." Kamu bisa memegang ucapanku, aku tidak akan melakukan sesuatu yang membuatmu marah, terluka atau semacamnya."
Siti diam sambil terus menatap Gio. Memang sudah seharusnya mereka tidur satu kamar. Kalau pernikahan mereka berjalan normal, tapi ini kan tidak. Gio yang lebih dulu memulainya, dia hanya mengikuti saja walau jadinya salah juga.
"Aku minta maaf karena taruhan konyol itu dan pernikahan ini tetap akan berjalan seperti seharusnya. Aku menghormatimu dan tidak akan macam-macam padamu."
"Kamu tahu jika pernikahan berjalan seharusnya, ada hak dan kewajiban yang harus ditunaikan. Kamu pasti tahu apa yang aku maksud."
Gio mengangguk. "Tapi aku tidak akan memintanya sampai kita benar-benar siap. Bagaimana?."
Siti terdiam cukup lama, tapi pada akhirnya dia mengangguk setuju. Dalam pikirannya pun tidak pernah ingin pernikahan ini berakhir, dia selalu memimpikan pernikahan sekali seumur hidup.
Siti hamil anak Gio
saat kejadian malam kelam yg lalu,AQ yakin bahwa yg tidur dgn Teo bukanlah Siti melainkan Asih
tetap semangat berkarya kak 💪💪🙏🙏
semoga asih n teo dpt karma yg lebih kejam dari perbuatan nya pada siti