Istri Yang Ternodai

Rara mengerjapkan kedua matanya perlahan, melihat ke arah orang-orang yang tengah menunggunya sadar.

“Kak Reza.” Rara tersenyum memandang pria yang dicintainya.

“Iya, Sayang.” Reza pun tersenyum ke arah sang istri dengan terus mencium dan meletakkan telapak tangan itu di pipinya.

Rara bisa merasakan air yang mengalir di pipi suaminya.

“Bunda, Ayah,” ucap Rara lirih menyapa kedua orang tuanya yang berada di dekatnya juga.

“Kamu sadar Nak,” ucap Mia senang.

“Alhamdulillah,” sambung Sanjaya.

Lalu, arah mata Rara beraih lagi kepada sang suami. “Kak, aku minta maaf. Aku tidak mendengarkan kata-katamu dan menyetir send ...”

“Sssttt ...” Reza langsung membungkam bibir Rara dengan jari telunjuknya. “Sudahlah, semua sudah lewat. Yang penting saat ini, kamu selamat dan baik-baik saja.”

“Aku sudah tidak apa-apa?” tanya Rara yang tidak mengetahui bahwa dirinya baru saja selesai melakukan tindakan pegangkatan rahim.

Reza mengangguk. “Ya, tinggal masa pemulihan saja.”

Rara tersenyum, tapi tidak dengan Mia. Sang ibu masih mengusap air mata yang jatuh berkali-kali di pipinya dengan sapu tangan. Ia tak tahan melihat kenyataan bahwa sang putri tidak bisa memiliki keturuanan, karena sejatinya menjadi seorang ibu adalah keinginan setiap perempuan.

“Bunda, kenapa menangis. Rara ngga apa-apa kok,” ucap Rara lirih.

Mia mengangguk sembari terus meneteskan airmata. Sanjaya terus mengelus punggung istrinya agar sang putri tidak tahu lebih awal, karena kondisi Rara saat ini masih lemah dan butuh waktu untuk memberitahu kabar buruk ini.

“Istirahatlah, Nak. Bunda dan ayah ingin keluar sebentar.” Mia yang tak tega melihat wajah sang putri pun memilih untuk menenangkan diri sejenak di luar.

Ia mengecup bekali-kali wajah sang putri sebelum meninggalkan ruangan itu.

“Sayang, Kakak minta maaf,” kata Reza setelah kedua orang tua Rara keluar dari ruanga.

“Aku yang minta maaf, Kak. Ini karena aku membantahmu, memang sebagai istri harus nurut kata suami,” jawab Rara tersenyum.

“Kamu istri yang penurut, Sayang. Hanya saja aku yang tidak peka dengan keinginanmu. Maaf.” Reza mengelus wajah Rara dan mengecup keningnya berkali-kali.

Rara memang istri yang sempurna untuk Reza. Selain cantik, wanita itu juga lembut, tak pernah sekalipun ia marah atau berkata dengan nada tinggi. Jika ia kesal dengan sang suami, ia hanya bisa memendamnya dalam diam dan di hadapan Reza, ia tetap bisa tersenyum.

Dalam rumah tangga, Rara bisa merangkap sebagai apapun. Koki saat di dapur, psikolog saat reza membutuhkannya untuk bertukar pikiran, juga pel*c*r saat di ranjang. Sempurna bukan? Namun sayangnya, Reza belum bisa menyeimbangkan kesempurnaan sang istri. Ada masalah di dirinya yang membuat Reza lemah dalam hubungan s*x. Tetapi, siapa sangka bahwa lemahnya Reza sesungguhnya dampak dari apa yang terjadi pada diri Rara sebelumnya dan Rara tidak menyadari hal itu.

“Aku tidak akan lagi membantahmu, Kak. Tidak akan,” Rara membawa tangan Reza dan mengecup punggung tangan suaminya.

Reza tersenyum. “Kamu sudah tidak boleh menyetir lagi. Oke!”

Rara tersenyum dan mengangguk. “Iya.”

“Ini kali kedua kamu menyetir dan berakhir di rumah sakit. Aku benar0benar tidak ingin kehilanganmu, Sayang. Dadaku sesak saat pihak rumah sakit mengatakan bahwa kamu ada di sini. Sungguh, dadaku sesak.” Tiba-tiba Reza meneteskan airmata.

“Segitunya kamu mencintaiku, Kak?” tanya Rara dengan senyum yang sangat manis.

Reza mengangguk. “Sangat, aku sangat mencintaimu.”

Rara semakin melebarkan senyumnya. “Terima kasih, Kak.”

Reza pun bangkit dari duduknya dan merebahkan dirinya bersama sang istri di tempat tidur pasien.

“Aku rindu, Ra. Aku ingin memelukmu.” Ia memeluk erat tubuh sang istri, karena sungguh ia sangat merindukan pelukan itu.

Rara tersenyum dan menerima pelukan hangat dari sang suami.

Di dalam pelukan itu, Reza masih berpikir bagaimana caranya nanti mengatakan pada Rara bahwa saat rahimnya sudah diangkat, bahwa saat ini dirinya sudah tidak bisa lagi mengandung, bahwa saat ini di dalam kesem;purnaan fisiknya sebagai wanita, ia sebenarnya bukanlah perempuan sempurna. Namun di mata Reza, Rara tetaplah wanita sempurna yang sangat ia cintai. Wanita pertama yang membuatnya mengerti kata ‘cantik’. Wanita pertama yang membuat jantungnya berdebar kencang dan wanita pertama yang ia berikan kata-kata ‘cinta’.

“Setelah kamu sembuh, kita harus jalan-jalan,” kata Reza lirih.

“Kemana?”

“Kemana pun yang kamu inginkan,” jawab Reza.

“Hmm ... kalau ke Paris, boleh?” tanya Rara pelan.

Paris adalah tempat di mana keluarga Reza berada. Zayn dan kedua orang tuanya sudah dua tahun menetap di sana dan selama itu pula Rara tidak pernah bertemu dengan mereka.

Terakhir kali Rara bertemu dengan Kemal dan Mira adalah saat mereak melangsungkan perikahan. Setelah itu kedua orang tua Reza memilih untuk menemani putra bungsu mereka di negara orang.

“Kenapa harus ke Paris?” tanya Reza.

“Kangen sama Mama dan Papa. Kangen juga sama ...”

“Jangan sebut namanya.” Potong Reza. Ia menatap tajam sang istri.

Reza memang tidak menyukai nama sang adik di sebut.

Rara pun tak mengerti apa yang menyebabkan kedua bersaudara itu bertengkar hebat. Menurut penjelasan Mia saat ia bertanya, Reza dan Zayn bertengkar hebat saat dirinya koma. Namun, Mia tidak menjelaskan spesifikasi tentang hal apa yang melatarbelakangi pertengkaran kedua saudara itu. yang Rara tahu, Zayn tidak pernah menampakkan diri setelah ia sadar dari koma. Hingga saat ini, ia pun tidak pernah mendengar kabar sahabat dekatnya itu, karena Reza sama sekali tidak pernah berkomunikasi dengan sang adik.

Mia tidak pernah mengatakan pada Rara, bahwa pertikaian yang terjadi antara dua bersaudara itu disebabkan oleh putrinya. Saat itu, Reza mengetahui bahwa sang adik ternyata mencintai wanitanya. Hal itu membuat Reza murka dan terjadilah perang saudara.

#flashback on#

Ketika itu, Reza membantu sang adik berkemas. Kemudian, ia menemukan sebuah kotak besar yang ternyata isinya adalah semua hal tentang Cleopatra. Semua foto candid dengan bermacam pose Rara ada di sana.

Zayn membuka pintu kamar dan melihat sang kakak tengah membuka kotak rahasianya.