NovelToon NovelToon
Cinta Mulia

Cinta Mulia

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Berondong / Pernikahan Kilat / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu / Kehidupan di Kantor
Popularitas:1.3k
Nilai: 5
Nama Author: Serena Muna

Mulia adalah seorang wanita sukses dalam karir bekerja di sebuah perusahaan swasta milik sahabatnya, Satria. Mulia diam-diam menaruh hati pada Satria namun sayang ia tak pernah berani mengungkapkan perasaannya. Tiba-tiba Mulia mengetahui bahwa ia sudah dijodohkan dengan Ikhsan, pria yang juga teman saat SMA-nya dulu. Kartika, ibu dari Ikhsan sudah membantu membiayai biaya pengobatan Dewi, ibu dari Mulia hingga Mulia merasa berutang budi dan setuju untuk menerima perjodohan ini.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Serena Muna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Rasa Bersalah

Salah satu petugas terkena cakaran di lengannya. Petugas lain berhasil memegang kakinya.

"Lepaskan aku! Aku harus keluar! Anakku! Dinda! Dinda membutuhkanku!" Bu Hanim meratap, air mata mengalir deras membasahi pipinya. Rasa bersalah karena gagal melindungi Dinda kini menyatu dengan obsesinya terhadap Mulia.

"Mulia! Kau akan membayar mahal!" Bu Hanim berteriak, suaranya melengking hingga terdengar ke lorong. "Aku bersumpah! Aku akan keluar! Aku akan melihat kamu mati! Aku akan melihat kamu disiksa! Kamu tidak akan bahagia, wanita iblis! Kamu akan dikutuk!"

Petugas medis akhirnya berhasil menyudutkannya. Mereka menyuntikkan obat penenang. Bu Hanim melawan hingga detik terakhir, kakinya menendang, mulutnya terus mengeluarkan sumpah serapah.

"Aku akan kembali! Aku akan menghancurkanmu!"

****

Di tempat lain, di Rumah Sakit Medika Sejahtera, Mulia menerima kabar bahwa Bu Hanim telah didiagnosis sakit jiwa dan dibawa ke rumah sakit jiwa. Mulia tidak merasakan lega. Ia hanya merasakan kekosongan yang mendalam.

"Dia gila, Lia," kata Ikhsan, memeluknya. "Kebenaran sudah terungkap. Hukum akan menahannya di sana selamanya."

Mulia menatap Ikhsan, matanya sedih. "Dia gila, Ikhsan. Tapi kebenciannya nyata. Aku dengar suaranya. Dia bersumpah akan membalas dendam. Aku tahu dia tidak akan pernah menyerah."

Mulia tidak merayakan kemenangan. Ia tahu, meskipun fisik Bu Hanim terkunci, bayangan dan ancaman dendamnya akan terus membayangi hidupnya. Dendam itu telah menjadi warisan yang hidup, diturunkan pada Dinda, dan kini menjadi penyakit mental yang berbahaya bagi Bu Hanim.

"Kita akan menikah, Mulia," janji Ikhsan, mencium keningnya. "Kita akan bahagia. Kita akan buktikan bahwa cinta dan kebenaran lebih kuat dari kebencian dan kegilaannya."

Mulia hanya mengangguk. Ia memejamkan mata, berharap suara jeritan Bu Hanim yang penuh kutukan itu tidak akan pernah terdengar lagi dalam mimpinya. Ia tahu, perang telah berakhir di pengadilan, tetapi perang melawan bayangan dan ketakutan baru saja dimulai. Bu Hanim mungkin sudah diikat, tetapi obsesi untuk membalas Mulia telah mengunci dirinya sendiri dalam penjara yang jauh lebih gelap: kegilaan abadi.

****

Hening yang mencekam menyelimuti koridor Rumah Sakit Medika Sejahtera setelah kekacauan mereda. Soraya, yang kini duduk sendirian di bangku tunggu, merasakan setiap kata-kata keji yang pernah ia lontarkan pada Mulia berbalik menghantamnya. Kepalanya sakit, bukan karena fisik, melainkan karena kesadaran yang brutal: ia telah ditipu.

Rekaman audio Bu Hanim yang mengakui semua kejahatan, termasuk hasutan dan suap, telah memutarbalikkan seluruh dunianya. Semua kebencian, ketakutan, dan tuduhan yang ia simpan pada Mulia rupanya adalah racun yang disuntikkan oleh Bu Hanim. Ia telah menjadi pion dalam permainan yang menghancurkan.

Soraya meremas saputangan di tangannya. Ia ingat bagaimana ia menuduh Mulia mengincar harta, bagaimana ia menuduh Mulia membawa sial, dan yang paling parah, bagaimana ia dengan brutal menyerang Mulia di hari pernikahan Satria.

"Betapa bodohnya aku," bisik Soraya, suaranya dipenuhi penyesalan.

Ia melihat bayangan Mulia dan Ikhsan keluar dari ruangan tempat Dinda dirawat. Wajah Mulia tampak lelah, tetapi ada kekuatan baru di sana. Soraya bangkit, kakinya terasa berat, namun ia harus menghadapi mereka.

****

"Mulia... Ikhsan..." panggil Soraya, suaranya terdengar pecah.

Mulia dan Ikhsan menoleh. Mereka melihat Soraya, yang kini terlihat lebih kecil dan rapuh tanpa aura arogansi yang biasa ia tampilkan.

"Tante," jawab Ikhsan, nada suaranya lembut. Ia tahu ibunya perlu waktu.

Soraya berjalan mendekati Mulia. Ia menundukkan kepala, tidak berani menatap mata Mulia.

"Mulia, aku... aku datang untuk minta maaf," kata Soraya, air mata mulai mengalir di pipinya. "Aku tahu kata-kata tidak akan cukup, tapi aku harus mengatakannya. Aku minta maaf atas semua yang kulakukan padamu. Aku minta maaf atas semua tuduhan. Atas semua kata-kata jahat."

Ia meraih tangan Mulia, menggenggamnya erat. "Aku benar-benar percaya pada kebohongan Hanim. Aku dibutakan oleh ketakutan kehilangan Menggara Group. Aku dibutakan oleh ketakutan melihat Satria bersamamu karena kupikir kamu akan menghancurkannya. Aku tidak tahu bahwa dialah iblisnya, dan aku... aku menjadi sekutunya tanpa sadar."

Soraya menangis tersedu-sedu. "Aku menuduhmu wanita amoral, aku menuduhmu ingin membunuh Ikhsan, dan aku bahkan menuduhmu merusak kehormatan kami. Aku bahkan tidak percaya kamu ketika kamu berduka atas ibumu. Maafkan aku, Mulia. Maafkan aku yang sudah sangat jahat."

Mulia merasakan kehangatan dan ketulusan dari genggaman Soraya. Ia melihat air mata penyesalan itu nyata. Meskipun hatinya masih terluka, ia tidak lagi merasakan kebencian pada wanita di hadapannya. Ia hanya melihat seorang ibu yang juga menjadi korban.

"Tante Soraya," kata Mulia, suaranya parau namun penuh pengertian. "Aku sudah memaafkan Tante."

Ikhsan meletakkan tangan di bahu Soraya.

"Tante, Mulia tidak menyimpan dendam."

"Tidak, aku harus mengatakannya," Soraya menggelengkan kepala. Ia menatap Mulia, matanya memohon ampunan. "Aku bahkan menyerangmu di hadapan semua orang, Mulia. Aku menjambak rambutmu. Aku menamparmu. Bagaimana kamu bisa memaafkanku secepat ini?"

"Tante, aku melihat apa yang Tante rasakan sekarang," jawab Mulia lembut. "Tante telah ditipu. Tante hanyalah alat Bu Hanim. Aku tahu, Tante tidak akan melakukan semua itu jika Tante tahu kebenarannya sejak awal."

****

Meskipun Mulia telah memaafkannya, perasaan bersalah masih menghantui Soraya. Ia menarik tangannya dari Mulia, kembali mundur beberapa langkah.

"Mulia, kamu memaafkanku, tapi aku tidak bisa memaafkan diriku sendiri," ucap Soraya, suaranya serak. "Aku sudah membuat hidupmu dan Ikhsan seperti di neraka. Aku telah meracuni pikiran Satria. Aku telah menjadi ibu yang buruk."

"Tante, yang penting Tante sudah tahu kebenarannya. Sekarang kita bisa bersama-sama mengurus kekacauan ini," kata Ikhsan, memegang tangan Soraya erat.

"Kekacauan itu adalah akibat dari kebodohanku!" Soraya membalas, air mata kembali mengalir. "Dinda... dia menjadi seperti itu karena dia mendengarkan hasutan ibunya dan melihat kebencianku padamu, Mulia. Aku ikut bertanggung jawab atas Dinda."

Soraya kembali menatap Mulia. "Aku melihat ibumu meninggal. Aku melihat pernikahanmu hancur. Aku melihatmu dituduh pembunuh. Dan aku tidak melakukan apa-apa selain mempercayai kebohongan itu dan malah memperkuatnya."

Ia menggelengkan kepala. "Bagaimana aku bisa hidup dengan rasa bersalah ini? Aku hampir membuat anakku sendiri terseret dalam kejahatan, hanya karena aku terlalu buta untuk melihat siapa musuh yang sebenarnya."

"Tante," Mulia mendekat, memegang bahu Soraya. "Yang bisa kita lakukan sekarang adalah memperbaiki. Tante bisa bantu Satria. Tante bisa mengurus Dinda. Tante bisa membantu Ikhsan memulihkan nama baik rumah sakit. Balas dendam terbaik adalah membangun kembali apa yang telah dihancurkan."

Soraya mendengarkan kata-kata Mulia, kata-kata yang penuh kekuatan dan harapan, yang keluar dari mulut seorang wanita yang seharusnya dipenuhi dendam.

"Kamu terlalu baik, Mulia," bisik Soraya.

"Aku tidak baik, Tante. Aku hanya ingin kedamaian," jawab Mulia, senyum tipis terukir di bibirnya. "Dan aku tahu, kita tidak akan mendapatkan kedamaian itu sebelum kita semua sembuh dari racun kebencian itu."

Soraya menatap Mulia dan Ikhsan, sepasang kekasih yang harus melalui neraka demi kebenaran. Ia akhirnya mengangguk.

"Aku akan membantu kalian. Aku akan menggunakan seluruh kekuatanku di Menggara Group untuk membersihkan namamu, Mulia. Aku akan mengurus Dinda, dan aku akan meminta maaf pada semua orang yang pernah kusebarkan fitnah Bu Hanim."

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!