Dikhianati suami dan sahabatnya sendiri, Seraphine Maheswara kehilangan cinta, kepercayaan, bahkan seluruh harta yang ia perjuangkan. Malam itu, ia dijebak dalam kecelakaan maut oleh Darian Wiranata dan Fiora Anindya.
Namun takdir memberinya kesempatan kedua untuk kembali ke masa lalu. Kini, Seraphine bukan lagi wanita naif, melainkan sosok yang siap membalas dendam kepada paraa pengkhianat.
Di tengah jalannya, ia dipertemukan dengan Reindra Wirajaya, CEO muda yang perlahan membuka peluang takdir baru.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nadinachomilk, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33 ANAK ITU
Sera membuka kedua kelopak matanya, kepala miliknya yang semalam terasa berat pelan pelan berangsur membaik. Sera menatap ke sekeliling mencari tahu dimana keberadaannya ia menggerakan kedua bola matanya ke kanan dan kekiri untuk menelisik.
"Aku..aku dimana?"gumam Sera.
Reindra yang tidur di sebelahnya ikut terbangun,lalu dengan spontan terduduk.
"Reindra kok kita tidur berdua." Sera spontan terduduk dan menutupi dirinya dengan selimut.
"Tenang Sera...tenang,kita ga ngapa ngapain kok"ucap Reindra tenang.
"Terus kenapa kita bisa tidur berdua?"tanya Sera sekali lagi.
"Kemarin kamu mimpi seram Sera,tangan milikku ini digenggam oleh mu saat aku mau mengelap keringat di dahi mu,kamu malah narik aku ke pelukanmu"ucap Reindra santai tanpa beban.
"APAAA????" Sera teriak.
"Benarkah itu yang ku lakukan semalam"batin Sera merutuki perbuatan gilanya.
Sera mengingat mimpi apa yang ia alami, ia menutup wajahnya dengan kedua tangannya berusaha menyingkirkan rasa malu di dalam dirinya. Namun semakin ia mengingat ingat pikirannya, bayangan mimpi semalam semakin jelas.
Jantungnya berdetak begitu cepat ketika ingat potongan mimpi semalam dirinya berada di jalan gelap terdengar suara rem mendecit yang memekikan telinganya ditambah cahaya lampu truk yang menyilaukan indra penglihatannya. Tepat sebelum tubuhnya terhempas, sebuah tangan besar yang ia tarik sekuat tenaga dan ternyata tangan itu milik Reindra.
"Mimpi itu lagi"gumam Sera yang masi terdengar oleh Reindra.
"Mimpi apa Sera?"tanya Reindra lembut.
"Ah bukan apa apa,hanya bunga tidur saja" ucap Sera pelan.
"Terus bagaimana dengan Darian?"tanya Sera mengubah topik karena ia sudah terlampau malu karena dengan asal menarik Reindra ke dalam pelukannya.
"Oh,dia tidak usah dipikirkan aku sudah menghajarnya"ucap Reindra santai sambil menunjukan tangannya yang agak terluka.
"Astaga,tanganmu?"Sera segera berdiri daan berjalan dengan sempoyongan ke arah Reindra.
Hingga benar saja Sera tidak bisa menjaga keseimbangan tubuhnya dan ia terjatuh di hadapannya Reindra. Reindra yang melihat itu segera menarik Sera ke dalam dekapannya.
"Sera,are u okay?istirahat saja jangan kebanyakan gerak"ucap Reindra sambil mengelus rambut Sera.
Sera masih berada dalam dekapan Reindra, bisa ia rasakan wangi tubuh lelaki itu yang entah kenapa dapat menenangkan pusing yang sejak tadi berputar di kepalanya. Degup jantungnya makin tak karuan, entah karena tubuhnya lemah atau karena dada bidang Reindra yang terasa begitu dekat. Sera merasakan usapan lembut Reindra di kepalanya itu sangat sekali menenangkan dirinya.
Ia menutup mata sejenak, membiarkan dirinya hanyut dalam rasa aman yang jarang sekali ia rasakan di kehidupan sebelumnya. Ada keheningan sesaat di antara mereka hanya suara napas mereka berdua yang terdengar memenuhi ruangan kamar itu.
Namun perlahan, Sera menyadari betapa memalukan posisinya sekarang. Ia pun segera melepaskan pelukan itu dengan lembut.
"Aku oke Rei,maaf kalau tiba tiba jatuh" ucapnya pelan.
"Tidak perlu minta maaf, aku tidak keberatan"Reindra hanya tersenyum tipis menatap gadis kecilnya yang sedang malu malu.
Wajah Sera memerah mendengar jawaban itu. Ia buru-buru mengalihkan pandangan, lalu bangkit sedikit untuk meraih kotak obat yang ada di atas nakas. Tangannya bergetar kecil, namun ia memaksakan diri membuka kotak obat dan mengeluarkan perban serta antiseptik.
"Biar aku yang mengobati lukamu Rei" katanya, berusaha terdengar tegas meski suaranya masih lirih.
Reindra segera ikut duduk di tepi ranjang, memperhatikan setiap gerak-gerik Sera. Ia tak berkomentar, hanya mengangkat tangannya yang terluka agar Sera lebih mudah mengobati. Sera meniup pelan luka di tangan Reindra sebelum meneteskan antiseptik.
"Kalau sakit bilang ya Rei"ucapnya lembut.
"Tidak akan sakit kalau,kamu yang mengobati Sera" jawab Reindra jujur.
Pipi Sera langsung terasa panas. Ia menggigit bibir, berusaha menahan senyum yang nyaris muncul. Dengan hati-hati, ia melilitkan perban di tangan Reindra, jari-jarinya kadang tanpa sengaja bersentuhan dengan kulit hangat pria itu, membuatnya semakin gugup. Begitu selesai, Sera menarik napas lega.
"Sudah selesai,Kamu jangan pakai buat mukulin orang lagi ya"kata Sera lembut sambil mengelus tangan Reindra.
Reindra tertawa mendengar itu. "Tapi akan aku pakai buat ngelindungin kamu Sera"ucap Reindra santai sambil mengelus tangan Sera menggunakan tangan yang tidak terluka.
"Reiiii"ucap Sera lalu memukul lengan Reindra.
"Iya iya cantik"ucap Reindra lalu melangkahkan kakinya keluar kamar untuk membuat sarapan.
.
.
Wiranata sudah ada di kantornya bersama putra sulungnya Raka, mereka sedang kebingungan karena perusahaan Wirajaya dengan tiba tiba menarik setengah sahamnya yang membuat perusahaan mereka goyah.
"Kenapa perusahaan Wirajaya tiba tiba menarik sahamnya"ucap Wiranata dengan kesal.
"Perusahaan kita semakin goyah,apalagi keluarga Maheswara membatalkan kerja samanya membuat kita mulai hancur secara perlahan" Wiranata memukul meja dengan keras membuat air yang di dalam gelas bergoyang.
"Raka segera cari tahu"perintah ayahnya.
Raka segera menelepon asistennya untuk menanyakan kepada perusahaan Wirajaya kenapa tiba tiba menarik beberapa saham dari perusahaan Wirajaya. Selang beberapa menit ponsel Raka berdering ia segera menekan tombol angkat.
"Halo pak Raka,perusahaan Wirajaya bilang kalau mereka terusik dengan putra kedua Wiranata" ucap sang asisten memalui ponselnya.
"Apaa maksud mu?"tanya Raka sekali lagi.
"Iya pak,Tuan Darian telah mengusik putra keluarga Wirajaya. Membuat mereka terganggu dan menarik beberapa saham dari perusahaan Wiranata.
Raka masi syok mendengar ucapan itu tetapi ia hanya mengangguk. "Baik terimakasih" ucap Raka lalu segera mematikan ponselnya.
"Bagaimana Raka?"terdengar suara bariton ayahnya.
Raka menelan ludahnya, mencoba menahan amarah sekaligus rasa takut karena ini akan membuat ayahnya murka, ditambah lagi Darian akan kena amukan ayahnya. Tetapi mau tidak mau Raka harus mengatakan sejujurnya kepada ayahnya,lagipula ternyata Darian bukan adik kandungnya ngapain ia memedulikan Darian.
"Ayah semua ini karena Darian. Dia yang mengusik putra keluarga Wirajaya, itu sebabnya mereka menarik sahamnya"
Sejenak ruangan itu hening. Wiranata membeku di kursinya,kedua tangannya mengepal ditambah wajahnya memerah menahan amarah. Lalu dengan tiba-tiba.
BRAKK!
Tangan kekarnya menyapu habis semua berkas di atas meja, gelas kaca yang sedari tadi di atas meja ikut jatuh dan pecah berantakan di lantai. Suara dentingnya memecah keheningan diruangan itu, membuat Raka refleks mundur beberapa langkah.
"DARIAN!!" Wiranata berteriak, suaranya bergemuruh. Bagi yang mendengarnya itu akan sangat memekikan telinga.
"Anak bodoh! Tidak pernah sekalipun dia membawa manfaat untuk keluarga ini, malah menghancurkan perlahan apa yang sudah susah payah kubangun! Anak tidak berguna!" ucap Wiranata dengan penuh amarah.
Nafasnya tersengal rahangnya mengeras, dan matanya menyala penuh kebencian.
"Sialan! Karena ulahnya, keluarga Wirajaya yang jadi pondasi keuangan kita selama ini meninggalkan kita begitu saja!"
Raka terdiam, hanya bisa mengepalkan tangannya. Ia tahu jika melawan, amarah sang ayah bisa meledak ke arahnya. Namun di dalam hatinya, rasa kecewa pada adiknya semakin bertumpuk membuatnya bingung antara iba dan benci.
"Darian anak dari jalang itu memang pembuat masalah" Wiranata mendesis, menatap tajam ke arah pintu seolah Darian ada di baliknya.
"Kalau dia bukan darah dagingku, sudah kucampakkan anak itu sejak lama. SIALAN!" Sekali lagi Wiranata membanting benda yang ada di sekitarnya.
Raka hanya menatap ayahnya yang seolah sudah kesetanan,ia hanya menunduk.