NovelToon NovelToon
Kumpulan Cerita HOROR

Kumpulan Cerita HOROR

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Misteri / Dunia Lain / Kutukan / Kumpulan Cerita Horror / Tumbal
Popularitas:1.8k
Nilai: 5
Nama Author: Ayam Kampoeng

Sebuah novel dengan beragam jenis kisah horor, baik pengalaman pribadi maupun hasil imajinasi. Novel ini terdiri dari beberapa cerita bergenre horor yang akan menemani malam-malam mencekam pembaca

•HOROR MISTIS/GAIB
•HOROR THRILLER
•HOROR ROMANSA
•HOROR KOMEDI

Horor Komedi
Horor Psikopat
Horor Mencekam
Horor Tragis

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayam Kampoeng, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 23 TEROR LEAK Part 23

Pulang kembali ke Jakarta kali ini terasa berbeda bagi Bagus. Kota itu tidak lagi terasa asing atau hambar, melainkan menjadi sebuah panggung yang menanti dirinya untuk menunaikan janji.

Jalan-jalan yang dulu dia lewati dengan pikiran kosong kini terasa penuh makna. Gedung-gedung tinggi, suara klakson, dan aroma kopi dari warung pinggir jalan menjadi latar bagi sebuah misi yang telah lama tertanam di hatinya.

Kesedihan atas kepergian Marni telah berubah menjadi tekad yang membara, menjadi sebuah sumpah yang harus ditepati, sebuah misi suci yang tidak bisa ditunda lagi.

Bagus menyewa sebuah kamar kecil di sebuah gang sempit, jauh dari pusat kota. Kamar itu sederhana. Di sana hanya ada ranjang, meja tulis, dan jendela kecil yang menghadap ke pohon mangga tua. Namun, bagi Bagus, tempat itu adalah ruang sakral.

Di sanalah dia membenamkan dirinya sepenuhnya dalam menulis buku. Ini bukan lagi sekedar skripsi akademis atau laporan penelitian. Ini adalah kitab, sebuah pernyataan cinta, dan sebuah memorial bagi Marni.

Setiap kata yang Bagus ketik adalah doa yang mengalir dari luka, setiap kalimat adalah penghormatan yang lahir dari cinta yang tak pernah ending.

Bagus menulis tentang Marni bukan sebagai subjek penelitian, tetapi sebagai jiwa yang agung. Dia menggambarkan ketakutan Marni, keberaniannya, pengorbanannya, dan kebijaksanaannya yang melampaui usia dan pengalaman Bagus sendiri.

Bagus juga menulis tentang Leak bukan sebagai entitas jahat, tetapi sebagai manifestasi dari penderitaan manusia yang diabaikan oleh lingkungan sekitarnya. Bagus berusaha mengubah narasi cerita, dari pengusiran menjadi pemahaman, dari ketakutan menjadi penerimaan.

Bagus ingin dunia melihat bahwa di balik wajah menyeramkan Leak, ada jeritan yang belum didengar, ada luka yang belum disembuhkan.

Proses penulisan itu menjadi petualangan penyembuhan yang tak terduga. Dalam mengingat setiap detail, Bagus merasa semakin dekat dengan Marni. Kadang-kadang, di tengah malam yang sunyi, Bagus bisa merasakan kehadirannya, wujud Marni bukan sebagai hantu, tetapi sebagai kehangatan yang menyelimuti. Seperti selimut lembut yang membungkus bahunya, seperti bisikan lembut yang menenangkan pikirannya.

Jika hal itu terjadi, Bagus akan berhenti mengetik, memejamkan mata, dan bercakap-cakap pada 'kehadiran' Marni tersebut. Bagus akan bercerita sampai mana kemajuan bukunya, membagikan keraguannya, dan kadang hanya diam, membiarkan keheningan menjadi ruang pertemuan mereka.

Bagus sekarang mulai menyalakan dupa setiap pagi, bukan sebagai ritual, tetapi sebagai bentuk penghormatan. Aroma cendana memenuhi kamar kecil itu, menciptakan suasana yang tenang dan damai. Bagus menempelkan foto Marni di dinding, tepat di atas meja tulis, agar setiap kali Bagus menulis, dia bisa menatap wajah Marni dan mengingat alasan di balik setiap paragraf buku yang sedang Bagus tulis.

Buku itu akhirnya selesai. Bagus memberinya judul, "Selendang Merah: Sebuah Memoir tentang Cinta dan Keseimbangan di Bawah Bayang-Bayang Leak".

Inspirasi judul itu datang padanya dalam mimpi, seperti bisikan dari dunia lain. Bagus mengirimkan naskahnya ke beberapa penerbit, meski tanpa harapan besar. Bagus tahu konten dalam bukunya tidak biasa, terlalu personal untuk disebut akademis, terlalu spiritual untuk disebut ilmiah, dan terlalu jujur untuk disebut fiksi.

Beberapa minggu pun berlalu tanpa kabar. Bagus mulai mempersiapkan diri untuk kembali ke Bali. Dia berencana mencetak buku itu sendiri, membagikannya kepada warga Banjaran, dan meninggalkan salinannya di perpustakaan desa. Dia tidak mengejar ketenaran, hanya ingin Marni dikenang dengan cara yang benar.

Namun, sebuah kejutan datang. Sebuah penerbit buku indie ternama, yang khusus menerbitkan karya-karya tentang budaya Nusantara, tertarik. Mereka terpesona oleh keaslian pesan dan ungkapan universal dalam tulisannya. Mereka melihat buku Bagus bukan hanya sebagai cerita, tetapi jiwa yang bicara.

Proses editing dan persiapan penerbitan memakan waktu beberapa bulan. Selama waktu itu, Bagus semakin sering “berkomunikasi” dengan Marni. Dia mulai memahami bahwa kematian bukanlah akhir, melainkan transformasi.

Marni rupanya telah menjadi bagian dari sesuatu yang lebih besar, sebuah kesadaran kolektif, sebuah energi yang hidup dalam ingatan dan cinta. Bagus tidak lagi mencarinya melalui penerawangan atau ritual, tetapi melalui keheningan dan keikhlasan.

Bagus mulai percaya bahwa cinta yang murni adalah media paling kuat untuk berhubungan dengan mereka yang telah pergi.

Buku itu akhirnya diterbitkan. Reaksi pembacanya positif, memuji kedalaman emosional dan wawasan budayanya. Meski buku itu tidak menjadi bestseller, tetapi menemukan jalannya ke tangan pembaca yang tepat, para pelaku akademi yang berpikiran terbuka, para pencari spiritual, dan mereka yang pernah disentuh oleh dunia yang tak kasat mata.

Bagi Bagus, kesuksesan terbesar adalah ketika seorang profesor tua dari Udayana mengiriminya email, berterima kasih karena telah menangkap esensi spiritual Bali dengan begitu indah dan hormat. Kata-kata profesor itu menjadi pengakuan yang lebih berharga dari penghargaan mana pun.

Dengan misi sastranya yang sudah rampung, Bagus tahu apa yang harus dilakukan selanjutnya. Dia mengemas sedikit barangnya. Dia juga menjual sebagian besar buku-bukunya, menyimpan hanya yang paling berharga, yang merupakan buku-buku yang telah menemaninya dalam pencarian makna.

Bagus membawa serta naskah asli bukunya, pisau pusaka Tiuk, dan segenggam tanah dari Jakarta, sebagai sebuah simbol penutupan, sebuah ritual kecil untuk menandai akhir dari babak lama.

Bagus kembali ke Bali tidak lagi hanya sebagai turis atau peneliti. Dia kembali sebagai seseorang yang pulang ke rumah.

Ketika bus tua itu sekali lagi mendekati desa Banjaran, Bagus merasakan ketenangan yang luar biasa. Desa itu menyambutnya dengan wajah-wajah yang familiar dan hangat. Pak Wayan sudah menunggu di halte, senyumnya kini lebih tulus, meski matahari senja menyinari uban yang semakin banyak di rambutnya. Mereka berpelukan tanpa kata, hanya keheningan yang penuh kerinduan.

Bagis melangkah masuk ke rumah Pak Wayan. Rumah itu masih terasa sama, tetapi auranya berbeda. Penuh dengan keheningan yang damai. Kamar yang dulu dia tempati kini menjadi miliknya secara permanen. Di atas meja tulisnya, dia meletakkan naskah bukunya dan pisau Tiuk.

Bagus kemudian menyalakan dupa kecil, bukan sebagai ritual, tetapi sebagai penghormatan. Dia lantas duduk di lantai, memejamkan mata, dan membiarkan aroma harum memenuhi ruang.

Malam itu, setelah makan malam sederhana dengan Pak Wayan, Bagus duduk di beranda, memandangi bintang-bintang. Langit desa Banjaran begitu jernih, seolah membuka jendela ke dunia lain. Bagus merasakan Marni di sekelilingnya, keberadaan gadis itu jauh lebih kuat dari sebelumnya.

Bagus tidak perlu mencarinya di dunia roh karena Marni ada di dalam setiap nafas udara desa Banjaran, dalam setiap senyum warganya, dalam setiap hembusan angin yang menggerakkan daun pisang. Marni adalah bagian dari tanah, dari langit, dari kehidupan yang terus berjalan di desa itu.

Bagus menutup matanya ketika tengah malam tiba. Untuk pertama kalinya sejak kepergian Marni, dia merasakan kebahagiaan yang sempurna dan tenang. Bukan karena lukanya telah hilang, tetapi karena luka itu telah menjadi bagian dari dirinya, menjadi sebuah tanda bahwa Bagus pernah mencintai dengan sepenuh hati.

Hidupnya yang baru telah dimulai, bukan sebagai pelarian, tetapi sebagai kepulangan. Dan dalam kepulangan itu, ia menemukan bahwa cinta sejati tidak pernah mati. Cinta miliknya hanya berubah bentuk, menjadi cahaya yang membimbing, menjadi suara yang menenangkan, menjadi bagian dari dirinya yang paling dalam...

*

1
Mini_jelly
Rasain lu ndra!!!
Ayam Kampoeng: Ndra...
ato Ndro? 🤣🤣
total 1 replies
Mini_jelly
seruuu, 🥰🤗
Mini_jelly: sama2 kak 🥰
total 2 replies
Mini_jelly
Bully itu emg bukan cuma fisik. Ejekan kecil yang diulang-ulang, pandangan sinis, atau diasingkan perlahan-lahan juga membunuh rasa percaya diri. Sadar, yuk."
Sebelum ikut-ikutan nge-bully, coba deh tanya ke diri sendiri. Apa yang akan aku rasakan jika ini terjadi padaku atau adik/keluargaku?
☺️🥰
Ayam Kampoeng: 😊😊😊........
total 3 replies
Mini_jelly
😥😭😭
Ayam Kampoeng: nangis .. 🥲
total 1 replies
Mini_jelly
🤣🤣🤣
Ayam Kampoeng: hadeh ..
total 1 replies
Mini_jelly
me too 🥰❤️
Ayam Kampoeng: ekhem 🙄🤭
total 1 replies
Mini_jelly
udh lama gk mampir, ngopi dlu 🥰
Ayam Kampoeng: kopi isi vanila. kesukaan kamu 🤤🤸🤸
total 1 replies
Mini_jelly
🤣🤣🤣🤣
Ayam Kampoeng: malah ketawa... 😚😚😚💋
total 1 replies
Mini_jelly
semangat nulisnya pasti seru nih 🥰
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!