Janetta Lee, dikhianati saat mengandung, ditinggalkan di jalan hingga kehilangan buah hatinya, dan harus merelakan orang tuanya tewas dalam api yang disulut mantan sang suami—hidupnya hancur dalam sekejap.
Rasa cinta berubah menjadi luka, dan luka menjelma dendam.
Ketika darah terbalas darah, ia justru terjerat ke dalam dunia yang lebih gelap. Penjara bukan akhir kisahnya—seorang mafia, Holdes Shen, menyelamatkannya, dengan syarat: ia harus menjadi istrinya.
Antara cinta yang telah mengkhianati, dendam yang belum terbayar, dan pria berbahaya yang menggenggam hatinya… akankah ia menemukan arti cinta yang sesungguhnya, atau justru terjebak lebih dalam pada neraka yang baru?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon linda huang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32
"Xiao Han, apa kamu sakit?" tanya Holdes dengan nada lembut, menundukkan tubuhnya sedikit untuk melihat wajah putranya.
"Tidak! Papa, aku bukan anak manja seperti mereka," jawab Xiao Han dengan tegas, kedua tangannya mengepal seolah ingin menunjukkan bahwa ia tidak selemah yang dikira.
Inspektur Yi yang duduk di kursinya hanya mengangkat alis, menatap anak itu dengan raut wajah sulit ditebak.
“Tidak manja? Bukankah tadi masih menangis? Sekarang langsung berubah. Anak ini benar-benar bisa mendapatkan penghargaan,” batinnya sambil menahan senyum kecil di sudut bibir.
"Papa, tadi paman itu ingin menampar Mama," adu Xiao Han sambil menunjuk ke arah ayah Joy. Tatapan anak itu tajam, namun matanya masih tampak merah karena bekas tangis.
Ruangan langsung menjadi tegang. Holdes menoleh perlahan ke arah pria yang ditunjuk anaknya.
Tatapan matanya berubah dingin dan tajam, membuat suasana mendadak menegang.
"Berani sekali menyentuh istriku. Anakmu mencari masalah dengan anakku. Aku belum membuat perhitungan denganmu," kata Holdes dengan nada berat dan mengancam. Setiap katanya membuat Jay dan pasangan Joy menelan ludah.
"Tapi anakmu tidak apa-apa, kan? Sementara anakku... matanya kesakitan," jawab ayah Joy, berusaha membela diri walau suaranya terdengar bergetar.
"Sepertinya kau masih tidak menyesali perbuatanmu," ujar Holdes, menatapnya tanpa berkedip.
Lalu dengan nada dingin ia menambahkan, "Baiklah. Aku tidak akan menuntutmu. Kita tunggu saja."
Holdes mengeluarkan ponselnya, mengetik sesuatu dengan cepat, lalu menyimpannya kembali ke dalam saku jas hitamnya. Tatapannya tetap tak lepas dari lawannya.
"Apakah prosedurnya sudah selesai?" tanya Holdes kepada Inspektur Yi. "Aku menunggu persidangan. Luka anakku akan aku tuntut hingga akhir."
"Tuan Shen, saya sudah mencatat semua tuntutan istri Anda. Bukti akan segera diserahkan ke pengadilan," jawab Inspektur Yi dengan sopan, menunduk sedikit.
"Rekaman ini cukup untuk menuntut semua orang yang terlibat. Selain itu, sekolah itu juga akan dituntut karena kelalaian," kata Holdes dengan tegas sambil menyerahkan sebuah flashdisk kepada Inspektur Yi.
Jay Lin menatap benda kecil itu dengan kaget. “Rekaman?” tanyanya dengan nada tidak percaya.
Holdes menatapnya dingin. “Ini adalah rekaman kejadian perkelahian anak-anak. Terekam sangat jelas bahwa Xiao Han diserang oleh dua kakak kelasnya. Bahkan anak kalian menggunakan besi untuk menyerang anakku. Oleh sebab itu, anakku melukai wajahnya.”
Jay menelan ludah, wajahnya pucat. “Tuan Shen, aku minta maaf... tolong berikan kesempatan. Aku akan bertanggung jawab atas biaya pengobatan,” ucapnya dengan suara gemetar.
Holdes melangkah mendekat, jaraknya hanya tinggal beberapa langkah dari Jay. Aura kekuasaan dan ancaman terasa kuat di sekitarnya.
"Aku tidak butuh uangmu, dan tidak butuh permintaan maafmu," katanya pelan namun penuh tekanan. “Aku hanya ingin keadilan untuk anakku. Jay Lin, aku tahu siapa dirimu. Ada dua pilihan — kita menyelesaikan lewat jalur hukum... atau dengan cara dunia bawah tanah.”
Ucapan itu membuat Jay Lin terpaku, wajahnya langsung pucat pasi.
Ruangan terasa hening. Bahkan suara napas pun terdengar jelas.
Tak lama kemudian, ayah Joy menerima sebuah panggilan telepon. Suara di seberang sana terdengar tergesa dan panik.
"Halo," sahutnya singkat.
Beberapa detik kemudian ekspresinya berubah. "Apa?" tanyanya dengan nada terkejut, matanya membulat dan wajahnya mendadak pucat.
Semua orang di ruangan menoleh ke arahnya.
Ia menelan ludah, lalu memutuskan sambungan telepon itu.
"Ada apa?" tanya istrinya cemas, meraih lengannya.
"Studio kita... diambil alih oleh seseorang. Aku disingkirkan begitu saja," jawab ayah Joy dengan wajah pucat pasi dan suara gemetar.
Ruangan kembali hening. Semua pandangan secara alami beralih pada Holdes Shen yang berdiri tegap di sisi Janetta.
Aura dingin dari pria itu seperti menekan udara di sekitar mereka.
“Semua ini pasti ulah Holdes Shen. Dia bisa melakukan apa saja demi keluarganya,” batin Jay, jantungnya berdetak cepat.
Belum sempat suasana mereda, terdengar suara seorang wanita dari arah pintu.
"Jay Lin?" panggil seseorang.
Jay menoleh. Di sana berdiri seorang wanita paruh baya berpakaian rapi, dengan aura keibuan namun tatapannya tajam.
"Ma?" tanya Jay tak percaya.
"Apa yang terjadi? Kenapa kau di sini?" tanya wanita itu — Jojo, ibu kandung Jay Lin — sambil melangkah masuk dengan langkah mantap.
"Jojo, kenapa kau bisa datang?" tanya Inspektur Yi dengan nada lembut dan sedikit kaget.
"Aku datang mengantar makan siang untukmu," jawab Jojo.
Jay menatap keduanya bergantian, wajahnya semakin bingung.
"Ma... apa hubungan Mama dengan Inspektur Yi?" tanyanya perlahan.
"Inspektur Yi adalah suami Mama sekarang. Kami baru resmi menjadi pasangan tahun lalu," jawab Jojo tenang.
"Apa?" seru Jay, matanya melebar tak percaya.
Di sampingnya, Janny juga ikut terkejut. "Ma, kalau Papa tahu hal ini, Papa pasti mengamuk!"
"Brengsek itu tidak punya hak untuk mengamuk!" balas Jojo dengan nada dingin dan penuh dendam.
"Apa yang dia lakukan padaku belum aku perhitungkan. Dia merebut anakku dan menghancurkan hidupku."
Suasana ruangan berubah canggung. Semua mata kini tertuju pada wanita itu yang penuh amarah.
Saat Jojo hendak melangkah menuju meja kerja suaminya, matanya berhenti pada seseorang.
Pandangan tajamnya tertuju pada Janetta, yang berdiri di samping Holdes dengan sikap tenang namun waspada.
Mata Jojo menyipit, seolah mengenali wajah itu dari masa lalu.
Lalu bibirnya bergetar saat menyebut nama itu perlahan, nyaris seperti bisikan.
"Janetta Lee?" gumam Jojo, matanya tak lepas dari wajah cantik di depannya.
up lg dobel2.... lagii
semangatt thorr
Klo bnr wahh perang bathin si Holdes 🤭🤭🤭