Karena penghianatan pacar dan sahabatnya, Zianna memutuskan untuk pindah sekolah. Namun siapa sangka kepindahannya ke SMA Galaxy malah mempertemukan dirinya dengan seorang cowok bernama Heaven. Hingga suatu ketika, keadaan tiba-tiba tidak berpihak padanya. Cowok dingin itu menyatakan perasaan padanya dengan cara yang sangat memaksa.
"Apa nggak ada pilihan lain, selain jadi pacar lo?" tanya Zia mencoba bernegosiasi.
"Ada, gue kasih tiga pilihan. Dan lo harus pilih salah satunya!"
"Apa aja?" tanya Zia.
"Pertama, lo harus jadi pacar gue. Kedua, lo harus jadi istri gue. Dan ketiga, lo harus pilih keduanya!" ucap Heaven dengan penuh penekanan.
Follow IG Author : @smiling_srn27
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Smiling27, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
35. MENEMANI ICHA
Di dalam ruang rawat VIP ketiga gadis itu masih terlelap dalam mimpi, hanya Heaven yang kini sudah terjaga dari tidurnya. Heaven melirik jam yang melingkar di pergelangan tangan, waktu menunjukkan pukul setengah enam pagi. Zia masih tertidur pulas menggunakan pahanya sebagai bantalan. Semalam gadis itu ketiduran di kursi samping brankar Icha. Heaven yang berinisiatif memindahkannya, karena ia hanya ingin Zia tidur dalam keadaan nyaman.
Sementara Handa? Gadis itu masih tertidur pulas di samping Icha. Karena ingin tidur dengan nyaman, Handa memilih tidur satu brankar dengan Icha. Tubuh keduanya yang dasarnya kurus memudahkan Handa tidur dengan nyaman, ditambah semalaman ini Icha tidur dengan sangat tenang. Mungkin karena efek obat yang belum sepenuhnya menghilang.
Heaven mengelus surai rambut Zia, sambil senyum-senyum tidak jelas. Ia sengaja tidak membangunkan Zia, agar lebih lama lagi kesempatan dirinya untuk menatap wajah damai itu. Posisi Zia yang sedang tidur seperti ini sangat membuat Heaven senang, karena Zia tidak akan menolaknya seperti ketika sedang terjaga.
"Cantik!" gumam Heaven mencubit pelan pipi Zia.
Zia menggeliat, tangannya tergerak menyingkirkan tangan Heaven yang sejak tadi mengganggu tidurnya. Zia masih mencari posisi yang nyaman, hingga tidak sadar kini sedang menggesekkan kepala di perut rata Heaven. Melihat apa yang dilakukan Zia dalam tidurnya, Heaven segera menggeser kepala gadisnya. Bagaimanapun juga Heaven adalah seorang lelaki tulen, yang bisa saja terangsang jika mendapat pancingan.
Merasa terganggu dalam tidurnya, perlahan Zia mulai membuka mata. Pandangan pertama yang dilihatnya adalah wajah Heaven yang sedang tersenyum, Zia kembali memejamkan mata. Gadis itu belum selesai mengumpulkan kesadaran, hingga menganggap apa yang di lihatnya tadi hanyalah mimpi belaka.
"Mau sampe kapan pura-pura tidur hm?" Heaven semakin menunduk, mendekatkan wajahnya ke wajah Zia. "Apa mau gue cium dulu biar bangun?" bisiknya.
Mendengar kata cium Zia langsung membuka mata, mendorong Heaven hingga duduk seperti semula. Menyadari bahwa itu bukanlah mimpi belaka. Zia beranjak mendudukkan diri, beralih menatap Heaven dengan wajah terkejut dan juga sebal.
"Ngapain lo di sini?" tanya Zia sembari mendelik.
"Harusnya gue yang nanya, ngapain lo di sini? Ini sofa 'kan buat gue tidur!" balas Heaven sengaja membuat Zia bingung sendiri.
Zia mengingat malam tadi dirinya sedang duduk di samping brankar, lalu kenapa paginya ia sudah berada di pangkuan Heaven. Menatap Heaven curiga, Zia merasa sepertinya cowok itu yang telah memindahkan saat dirinya tidak sengaja ketiduran semalam.
"Lo yang pindahin gue 'kan?" tuduhnya.
"Ngapain juga gue pindahin lo!" elak Heaven sambil mengalihkan pandangannya agar tidak ketahuan.
"Bohong!" Zia tidak percaya, mana mungkin dirinya bisa pindah sendiri ke sofa. Tapi setelah di pikir-pikir, mungkin saja itu bisa terjadi. "Jangan bilang, gue pindah sendiri gitu?" Tidak mungkin, Zia menggeleng tidak percaya dengan tebakannya. Tapi kenapa ia merasa sangat malu sekarang, ah jika itu benar akan diletakkan di mana wajahnya saat ini.
Melihat Zia yang tertunduk malu, Heaven berusaha menahan tawanya. Baginya wajah Zia terlihat sangat lucu saat ini, rambut yang sedikit acakan menambah kecantikan tersendiri di mata Heaven.
Heaven menangkup kedua pipi Zia agar menatap padanya, kemudian menggeleng cepat. "Lo nggak pindah sendiri, semalem lo ketiduran makanya gue pindahin. Dari pada lo nyungsep ke lantai!" ucapnya.
"Tuh 'kan bohong!" Zia menepis kedua tangan Heaven, lalu mencebikan bibir bawahnya sebal.
Tidak ingin berdebat lagi, Heaven mengambil kuncir rambut milik Zia yang semalam diletakkan di atas meja. "Iya iya, sini!"
"Mau ngapain!" Zia menahan tangan Heaven yang kini terulur di depan wajah, barang kali cowok itu akan melakukan sesuatu padanya.
"Diem! Rambut lo berantakan!"
Dengan cekatan Heaven mencepol asal rambut Zia, karena ia tidak tahan melihat gadisnya dalam keadaan seperti itu. Sangat mengguncang keimanan dan mengganggu kesehatan. Namun sialnya Zia yang tadinya hanya terlihat cantik kini malah bertambah cantik saat leher jenjangnya terpampang nyata.
"Argh kenapa lo cantik banget sih?" gumam Heaven mengacak rambutnya frustasi, untung saja di ruangan itu tidak ada cowok selain dirinya. Seandainya ada, bisa mati cemburu Heaven saat itu juga.
"Hah?" Zia hanya melongo tidak paham mendengar gumaman Heaven yang terlalu jujur. Bukannya Zia sombong, tapi memang kenyataan bahwa dirinya cantik.
"Nggak usah dikuncir, jelek!" Tidak ingin ada orang lain yang melihat, Heaven kembali melepaskan cepolan rambut Zia.
"Kenapa dilepas lagi?" protes Zia yang tidak mengerti dengan kelakuan aneh Heaven.
"Nggak usah dikuncir, banyak nyamuk di sini ntar lo digigit!"
"Hah nyamuk?" Zia mengernyit tidak mengerti lalu mengedarkan pandangan menyapu ruangan. "Nggak ada nyamuk di sini! Mana sini kuncir rambut gue?" Menengadahkan tangan meminta kembali kuncir rambut miliknya.
"Nggak boleh, lo jelek kalo di kuncir!" ucap Heaven yang tidak ingin melihat Zia dikuncir lagi.
Kalau hanya berdua saja Heaven tidak akan masalah, tapi masalahnya ini di rumah sakit. Tidak dapat dipungkiri mungkin saja nanti akan ada orang lain yang datang. Entah itu pekerja rumah sakit atau kerabat dari Icha sendiri. Heaven tidak mau gadisnya dilirik oleh orang lain, Heaven tidak ikhlas dan tidak akan pernah ikhlas.
"Biarin gue jelek, sini balikin!" pinta Zia tidak mau menyerah.
"Nggak Anna, sekali gue bilang enggak ya enggak!" ucap Heaven dengan suara setengah meninggi.
"Ish nyebelin!" Zia mengerucutkan bibir, menyandarkan tubuhnya sembari bersedekap. Heaven kalau sudah berkehendak maka siapapun tidak bisa mematahkan pendiriannya, lebih baik Zia diam menunjukkan kekesalannya.
"Lo bedua kenapa sih berisik mulu! Ganggu orang tidur aja!" gerutu Handa yang kini sudah terbangun dari tidurnya.
*********
Beberapa jam kemudian.
"Icha kenapa, Nda?" tanya Zia. Cewek itu baru saja datang bersama Heaven, membawa kantong berisi makanan yang baru dibelinya di depan untuk sarapan pagi.
"Nggak tahu Zi!" Handa mengacak rambutnya frustasi melihat Icha yang sejak tadi tidak henti-hentinya menangis. "Gue tadi ke kamar mandi bentar, pas keluar dia udah nangis gitu!"
"Kok bisa?" Zia ikutan tidak mengerti, melihat Icha yang sesenggukan ia jadi merasa kasihan sendiri.
"Mana gue tau!" ucap Handa lalu beralih menatap Icha. "Udah Cha jangan nangis mulu ntar perut lo sakit lagi!" Handa mengusap punggung Icha yang bergetar karena menangis. Berkali-kali Icha mengelap ingusnya yang keluar menggunakan tissue, hingga tissue kotor itu sudah berserakan memenuhi brankarnya.
"Cha, lo kenapa? Kalau mau sesuatu bilang aja ke gue!" Zia mencoba membujuk, bertanya dengan nada lembut.
Menghentikan tangisnya, Icha beralih menatap Zia dengan tatapan polos. "Huaaaa... perut Icha bolong!" tangisnya lagi sembari memegangi perutnya yang habis di operasi.
"Hah?" Zia mengernyit tidak mengerti, begitu juga dengan Heaven yang berada di sebelahnya.
"Gue udah bilang perut lo nggak bolong Icha, ntar juga sembuh!" ucap Handa dengan penuh kegeraman.
"Handa... hiks... Icha takut jadi hantu!" Icha kembali memeluk tubuh Handa sambil menangis, entah sudah berapa banyak air matanya yang kini meresap di baju Handa. Cewek itu hanya pasrah menjadi pelampiasan sahabatnya, Icha. "Ntar kalau jadi hantu Icha nggak punya temen lagi hiks..., soalnya Icha kan takut sama hantu hiks...!"
"Lo nggak bakal jadi hantu Cha, hantunya aja nggak mau punya temen bego kayak lo!" ucap Handa sedikit kesal namun masih tetap mengelus punggung Icha.
Sroottt
"Ikh... jorok banget sih Cha, kenapa buang ingusnya pake baju gue!" protes Handa saat tiba-tiba Icha menarik bajunya untuk membuang ingus.
"Maaf, Icha lupa!" Icha mendongak sambil menyengir, namun hanya sejenak karena selanjutnya ia kembali menangis.
"Dah lah capek gue ngadepin bayi kayak lo!" Handa beranjak menuju sofa. Membiarkan Icha menangis hingga puas, jika sudah lelah pasti akan berhenti sendiri. Biarkan saja jika tenggorokannya sakit nanti.
"HIKS ICHA BUKAN BAYI HUAAA....!" protesnya lalu kembali menangis.
"Cha! Jangan teriak-teriak, nanti perut lo sakit!" ucap Zia memperingatkan. Masih terheran melihat gadis yang sudah duduk di bangku SMA tapi sikapnya masih seperti anak TK, sangat berbeda dengan hari-hari sebelumnya.
"Kak Gala? Ngapain ke sini?" tanya Handa heran melihat kedatangan Gala yang tiba-tiba.
Semua langsung menatap ke arah pintu, termasuk Icha yang langsung menghentikan tangisannya. Ramuan Gala memang sangat manjur untuk menghentikan sifat kekanak-kanakan Icha, buktinya wajah gadis itu sudah dalam mode datar sekarang.
"Lo bolos Gal?" tanya Heaven melihat Gala datang masih menggunakan seragam sekolah.
"Gue ke sini mau temenin sepupu gue, biar nggak jadi cowok sendirian!" ucap Gala beralasan.
"Bilang aja mau liat Icha, susah amat!" celetuk Handa. "Tuh Icha baik-baik aja!" tunjuknya menggunakan dagu.
"Gue nggak nanya!" ucap Gala cuek.
Icha kembali merebahkan diri, tidak ingin menatap Gala yang kini mulai mendekat. Icha memang masih sangat menyukai Gala, tapi ia tidak ingin lagi mengganggunya seperti dulu. Percuma Icha mengejar mati-matian, sementara Gala sendiri masih enggan membuka hatinya. Dulu gadis itu memang bodoh, tapi sekarang tidak lagi setelah mendengar nasihat dari sahabatnya, Handa dan Zia.
*********
Jangan lupa tinggalkan jejak ya 😇