Hidup bersama dengan keluarga yang tidak peduli dengan kehadirannya, kemudian memiliki seorang adik yang akhirnya meninggal dunia dan menjadi kesalahannya. Ditinggal pergi oleh orang tuanya karena dianggap pembawa sial, lalu hidup sendirian dalam rasa bersalah pada apa yang bukan menjadi kesalahannya. Hidup dengan keras hingga membuatnya lupa akan arti kebahagiaan, akankah suatu saat Cassie menemukan kebahagiaannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gemini Pride, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jangan Membuat Ku Khawatir Untuk Waktu Yang Lebih Lama
Dua hari sudah berlalu sejak Jackson memberi instruksi pada orang yang dipercayainya, selama dua hari itu dia terus berjaga di rumah sakit. Selama itu juga Cassie tak kunjung sadarkan diri, mereka yang menyayanginya jelas sangat mengkhawatirkannya.
"Apaan ini? Apa karena selama bertahun-tahun ini dia tidak pernah bisa tidur dengan nyenyak? Apa karena stok jam tidurnya hanya bisa terhitung selama beberapa jam dalam sebulan? Makanya dia terlihat nyaman saat tidur? Sampai-sampai tidak mau bangun lagi karena terlalu senang dengan keadaannya ini? Tidak kah dia merindukan kita?" ujar Evelin sembari terisak, dia benar-benar tidak bisa tidur dengan nyenyak selama Cassie tidak sadarkan diri.
Jackson hanya diam saja, sedang ibunya Evelin pun kembali terisak.
"Apa kali ini mimpinya terlalu indah? Makanya dia tidak mau bangun?" ujar Evelin kembali.
"Bangunlah Sie, apa kamu bahkan tidak merindukan kami? Kamu akan selalu marah jika aku tidur terlalu larut malam, sudah dua hari ini aku tidak bisa tidur. Jadi bangun dan marahi aku okay?" ucap Evelin.
Dalam suasana yang seperti itu, tiba-tiba Deana datang dan membawa kotak bekal yang berisikan makanan untuk mereka yang ada di situ.
"Makanlah dulu" ucap Deana pada Donita.
"Bagaimana aku bisa menelan makanan jika putri ku belum bangun" ucap Donita.
"Aku tahu kamu sangat sedih dan terpukul, tapi jika kau tidak makan seperti ini dan jatuh sakit. Cassie akan sangat sedih loh jika sampai dia tahu, bukankah kau tidak mau dia merasa seperti itu?" ujar Deana.
"Benar apa yang dikatakan oleh Deana ma, sebaiknya kamu makan dulu. Jika sampai kamu sakit, maka tidak akan bisa menjaga dan menunggu hingga putri mu sadar" ucap Franky.
Akhirnya Donita pun setuju untuk makan, dia pergi ke sofa bersama dengan suaminya dan mulai makan secara perlahan.
"Kamu juga pergilah untuk makan!" celetuk Richardo, dia juga selalu berada di ruang rawatnya Cassie sebab Jackson ada di situ.
"Aku benar-benar tidak berselera untuk makan" sahut Evelin dengan lemah, jika biasanya dia memiliki banyak tenaga untuk berdebat dengan Richardo namun kali ini dia benar-benar sangat lesu.
"Tidak kah kamu mendengar apa yang baru saja bibi Dea katakan pada ibu mu? Jika kamu terus seperti itu, maka pastinya kamu akan sakit dan itu akan membuat Cassie merasa sedih. Bukan kah yang kamu inginkan agar dia selalu bahagia? Jadi pastinya kamu tidak akan membuatnya merasa sedih karena ketidak inginan mu ini untuk makan bukan?" ucap Richardo.
"Kau... Kenapa di saat-saat seperti ini kau menjadi orang yang sangat bijak?" celetuk Evelin.
Richardo hanya menatapnya dan tidak mengatakan apa-apa, namun tatapan wajahnya itu benar-benar bisa dipahami oleh Evelin.
"Oke, oke! Aku akan makan, jadi berhentilah menatap ku seperti itu" ucap Evelin dengan ketus, dia pun juga pergi ke samping ibunya untuk makan.
Franky mendekat pada Jackson, sepertinya dia ingin bertanya soal kelanjutan perkembangan kasus itu.
"Bagaimana? Apa sudah menemukan titik terang?" tanya Franky.
"Kalau tidak hari ini, maka besok hari pasti sudah ada hasilnya" ucap Jackson.
"Apa kamu butuh bantuan paman?" tanya Franky.
"Tidak perlu paman" sahut Jackson.
"Tapi...." sahut Franky, dia benar-benar ingin berkontribusi.
"Paman, tenang saja! Ada aku yang akan terus membantu, jadi tidak perlu terlalu khawatir" ucap Richardo.
"Hah! Baiklah, paman serahkan pada kalian semuanya" ucap Franky.
~ ~ ~
Di saat Evelin dan ibunya sedang makan, Jackson beralih dan duduk di sampingnya Cassie. Dia menatap perempuan itu dengan sangat intens, dia terlihat sangat sedih dan Richardo menyadari kalau sahabatnya itu benar-benar sedih.
"Apa saat kejadian itu terjadi, kamu merasa sangat kesakitan? Kamu pasti sangat menderita kan?" gumam Jackson di dalam hati dengan sendu.
"Kapan kamu akan sadar? Jangan membuat ku khawatir dalam waktu yang lama, aku tidak akan pernah bisa merasa tenang sebelum sadar. Karena itu aku mohon, jangan terlalu lama untuk tidur. Aku janji akan mencari cara untuk membuat mu tidur dengan nyenyak nanti saat kamu sudah sadar, aku akan berusaha dengan keras jadi cepatlah sadar" gumam Jackson kembali di dalam hati.
Ri ~ Ring . . Ri ~ Ring . .
Tiba-tiba saja ponselnya Jackson berdering, melihat siapa nama penelponnya pun dengan segera diangkatnya.
"Bagaimana?" ucap Jackson begitu mengangkat telponnya.
"Pelakunya sudah ditemukan" sahut orang yang menelpon.
"Dimana dia berada?" tanya Jackson dengan dingin.
"Akan ku kirim di pesan alamatnya" ucap orang itu.
"Baiklah" sahut Jackson.
Tut . . .
Panggilan telponnya pun sudah dimatikan, Jackson segera beranjak dari duduknya.
"Sudah ditemukan?" tanya Richardo.
"Mn!" sahut Jackson.
"Ayo langsung pergi saja" ucap Richardo.
Akhirnya kedua pria itu pun segera meninggalkan rumah sakit, rupanya pemilik sepeda motor dan orang yang menikam Cassie adalah orang yang sama.
Jackson pun segera memberi instruksi pada anak buah elitnya untuk mengepung rumah orang itu, supaya dia tidak bisa melarikan diri sampai dia tiba di sana.
* * *
Begitu tiba di sana, Jackson segera mengetuk pintu rumah itu. Seorang perempuan yang membukakan pintu untuk mereka, dia terlihat keheranan karena dua wajah asing yang datang bertamu.
"Siapa yah? Ada perlu apa?" tanya wanita itu.
"Kami ada perlu dengan suami anda" sahut Jackson menerka, dia hanya berpikir kalau perempuan itu adalah istri dari sih pelaku.
"Oh tunggu sebentar ku panggilkan, dia sedang menjaga anak kami soalnya sedang sakit" ucap perempuan itu.
"Yah!" sahut Jackson dan Richardo.
~ ~ ~
"Bagaimana kau tahu kalau dia adalah istrinya?" tanya Richardo.
"Aku hanya menebak!" sahut Jackson.
"Untung saja tebakan mu benar, kalau tidak maka perempuan itu sudah pasti berteriak ketakutan mengira kita adalah orang jahat" ucap Richardo.
Setelah menunggu selama beberapa saat, akhirnya pria itu pun segera keluar bersama istrinya. Bentuk tubuhnya memang sangat sesuai dengan ciri-ciri orang yang berpakaian serba hitam yang menikam Cassie, apa lagi Jackson sudah melihat sepeda motor yang mereka pakai di hari itu masih terparkir di depan rumah mereka.
"Kalian siapa?" tanya pria itu.
"Apa yang dijanjikan oleh orang yang menyuruh mu untuk menikam perempuan itu?" ucap Jackson dengan tenang namun tidak dengan ekspresi wajahnya.
"A...apa maksud mu?" sahut pria itu yang langsung tergagap.
"Hah! Tidak perlu mengelak lagi, meski kau berpakaian serba tertutup itu. Di era teknologi yang semakin berkembang seperti sekarang, kau pikir kami tidak akan menemukan keberadaan mu? Kami memiliki bukti fisik yang sangat kuat, jadi kau tidak bisa mengelak lagi" ucap Richardo.
"Tunggu dulu, apa yang mereka maksud sayang? Siapa yang ditikam? Kamu yang melakukannya? Kenapa? Apa yang terjadi? Kamu bukan orang seperti itu, lalu apa yang terjadi?" sahut istri dari pria itu yang terlihat sangat terkejut.