Luna Arindya, pemanah profesional dari dunia modern, meninggal tragis dalam sebuah kompetisi internasional. Saat membuka mata, ia mendapati dirinya berada di dalam novel fantasi yang pernah ia baca—dan menempati tubuh Putri Keempat Kekaisaran Awan. Putri yang lemah, tak dianggap, hidupnya penuh penghinaan, dan dalam cerita asli berakhir tragis sebagai persembahan untuk Kaisar Kegelapan.
Kaisar Kegelapan—penguasa misterius yang jarang menampakkan diri—terkenal dingin, kejam, dan membenci semua wanita. Konon, tak satu pun wanita yang mendekatinya bisa bertahan hidup lebih dari tiga hari. Ia tak tertarik pada cinta, tak percaya pada kelembutan, dan menganggap wanita hanyalah sumber masalah.
Namun semua berubah ketika pengantin yang dikirim ke istananya bukan gadis lemah seperti yang ia bayangkan. Luna, dengan keberanian dan tatapan tajam khas seorang pemanah, menolak tunduk padanya. Alih-alih menangis atau memohon, gadis itu berani menantang, mengomentari, bahkan mengolok-olok
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26
Ajar baru saja menyentuh cakrawala, tapi istana kegelapan sudah kembali dipenuhi hiruk-pikuk. Eksekusi Liang De malam tadi menyebar ke seluruh negeri lebih cepat dari angin utara. Para pedagang di pasar berbisik-bisik, rakyat di desa membicarakannya dengan nada takut bercampur lega, sementara para bangsawan menutup pintu rapat-rapat, masing-masing sibuk menimbang posisi mereka.
Di balairung, Kaisar Wang Tian Ze duduk di singgasananya, wajahnya dingin tanpa ekspresi. Namun aura hitam di sekeliling tubuhnya sudah jauh lebih terkendali. Eksekusi Liang De memang menyulut ketakutan, tapi kata-kata Rui malam itu menancap di kepalanya: ketakutan bukan berarti kesetiaan.
Dan untuk pertama kalinya, Kaisar Kegelapan itu mempertimbangkan cara baru memegang kekuasaan.
Rui masuk ke balairung setelah memberi salam singkat. Pakaian putihnya kontras dengan lantai hitam marmer yang memantulkan cahaya obor. Meski baru saja melewati malam panjang, langkahnya tetap mantap.
“Yang Mulia,” katanya dengan suara jernih, “pasukan pengawas sudah melaporkan. Berita pengkhianatan Liang De telah menyebar ke enam provinsi. Rakyat resah, tetapi di sisi lain mereka mulai memuji ketegasan anda.”
Kaisar mengangguk pelan. “Bagaimana dengan para bangsawan?”
Jun Hao yang berdiri di samping Rui langsung menunduk dan menjawab, “Beberapa keluarga besar terlihat khawatir. Ada yang mulai menyiapkan utusan untuk menunjukkan kesetiaan, tapi ada pula yang bersembunyi. Kami curiga masih ada simpatisan Liang De.”
Wang Tian Ze mengetukkan jemarinya ke sandaran singgasana. “Satu ular sudah mati. Biasanya, ular lain akan bersembunyi lebih dalam.”
Rui menatap Kaisar tajam, lalu berkata, “Justru karena itu kita perlu menyalakan obor. Ular-ular itu harus dipaksa keluar, bukan terus dibiarkan bersembunyi.”
Lan Mei yang selama ini diam, memberanikan diri angkat bicara. “Permaisuri… apa yang anda maksud?”
“Upacara Pengumuman,” jawab Rui tanpa ragu. “Bukan hanya hukuman. Rakyat harus menyaksikan sendiri bahwa Kaisar adalah pelindung mereka. Kita perlihatkan bukti pengkhianatan Liang De, kita umumkan secara terbuka. Biar semua mata tahu, bahwa yang mengancam istana bukan rakyat atau desa kecil, melainkan pejabat yang haus kuasa.”
Kaisar menatap Rui lama, lalu senyum samar terbentuk di bibirnya. “Aku hampir percaya kau lebih senang berdiri di singgasanaku daripada di sisiku.”
“Bukan begitu, Yang Mulia,” Rui menunduk sedikit. “Aku hanya ingin singgasanamu tidak goyah karena ulah ular kecil.”
Suasana balairung menegang, tetapi Kaisar akhirnya tertawa pendek. “Baiklah. Pagi ini juga, kita umumkan. Biarlah seluruh negeri tahu bahwa kegelapan tidak hanya menghukum, tetapi juga melindungi.”
Lapangan utama istana dipenuhi ribuan orang. Prajurit, pejabat, hingga rakyat jelata dipanggil untuk menyaksikan. Sebuah panggung besar didirikan, dengan spanduk hitam berbordir emas bergantung di atasnya.
Kaisar Wang Tian Ze duduk di kursi megah, sementara Rui berdiri di sisinya. Di hadapan mereka, tawanan yang tersisa dari pengikut Liang De digiring, wajah-wajah ketakutan itu menjadi tontonan publik.
Jun Hao maju, membuka gulungan pengumuman dengan suara lantang:
“Dengarlah semua! Atas perintah Kaisar Kegelapan Wang Tian Ze, menteri agung Liang De telah terbukti mengkhianati istana, bersekongkol dengan iblis Sayap Hitam, dan berusaha membunuh Permaisuri Putih, pelindung kerajaan! Hukumannya: namanya dihapus, keluarganya dicabut gelarnya, seluruh catatan tentangnya dibakar hingga tak tersisa!”
Sorak-sorai bercampur ketakutan terdengar. Sebagian rakyat berteriak puas, sebagian pejabat pucat pasi.
Rui maju selangkah. Suaranya tak keras, namun cukup untuk membuat lapangan hening.
“Rakyatku,” katanya, “ingatlah ini, kegelapan bukan hanya pedang yang menakutkan. Ia juga perisai yang melindungi. Kaisar kalian menghukum pengkhianat bukan karena haus darah, tetapi karena ia tidak akan membiarkan seorang pun menyakiti kalian.”
Ribuan pasang mata menatapnya. Sebagian dengan haru, sebagian dengan rasa kagum. Untuk pertama kalinya, rakyat melihat Permaisuri Putih bukan sekadar permaisuri, melainkan suara kebenaran di sisi Kaisar Kegelapan.
Kaisar menatap Rui dengan ekspresi sulit ditebak. Namun di dalam dadanya, ada sesuatu yang bergetar, sebuah rasa bangga yang jarang ia izinkan muncul.
Namun tidak semua orang puas.
Di antara kerumunan pejabat, beberapa wajah berbisik-bisik. Salah satunya adalah Menteri Zhao Kun, sekutu lama Liang De yang pandai menyembunyikan niat.
“Wanita itu… terlalu berbahaya,” gumamnya pada seorang pejabat muda. “Ia bukan hanya permaisuri, tapi juga akar pengaruh baru. Kalau dibiarkan, Kaisar akan semakin bergantung padanya. Dan ketika itu terjadi, nasib kita—”
Pejabat muda itu menunduk. “Apakah kita harus…?”
Zhao Kun tersenyum sinis. “Tenang. Ular tidak menyerang saat semua orang waspada. Kita tunggu saat ia lengah.”
Malamnya, Rui duduk di kamarnya, membuka gulungan catatan kecil yang ia buat selama penyusupan di gua utara. Di sana, ia menulis semua hal, struktur Sayap Hitam, jaringan rahasia mereka, hingga nama-nama pejabat yang dicurigai berhubungan.
Lan Mei masuk membawa teh hangat. “Permaisuri… semua orang membicarakan anda hari ini. Bahkan prajurit yang biasanya takut pada Kaisar, kini mulai menyebut nama anda sebagai cahaya.”
Rui tersenyum tipis. “Cahaya hanya berarti bila ada kegelapan. Dan aku tahu, kegelapan di istana ini belum habis.”
Lan Mei menunduk. “Apakah anda mencurigai ada yang lain selain Liang De?”
“Mencurigai? Tidak. Aku sudah tahu,” jawab Rui datar. Ia mengetuk gulungan. “Ada nama-nama lain yang muncul dalam pengakuan para tawanan. Tapi aku tidak bisa menuduh sembarangan. Kita butuh bukti yang lebih kuat.”
Lan Mei kaget . “Apakah anda tidak takut, Permaisuri? Jika mereka tahu anda mengumpulkan bukti, nyawa anda bisa terancam.”
Rui menatap ke luar jendela, ke arah bulan pucat. “Takut? Tentu saja. Tapi justru rasa takut itulah yang membuatku hidup sampai sekarang.”
"Sudah istirahat lah, ini sudah malam" Ujar Rui, setelah itu Lan Mei pun Menurut dan undur diri.
Setelah kepergian lan mei, Rui langsung masuk ke dalam ruang dimensi menemui Yu Zhi. Begitu Rui masuk ia langsung di sambut Yu Zhi dengan melompat ke dalam pelukan Rui.
"Yang mulia apa anda baik baik saja, aku sangat khawatir melihat anda tidak bisa menghubungi ku" ujar Yu Zhi
"Hehehe... Tenang aku baik baik saja, bagaimana kabarmu?" tanya Rui
"Aku sangat baik, oh iya yang mulia ada yang ingin aku tunjukkan" ujar Yu Zhi lalu meloncat dari gendongan Rui lalu berlari dan Rui mengikutinya.
"Yang mulia lihat" tunjuk Yu Zhi pada sebuah pohon besar berbuah persik
"Buah persik?" tanya Rui
"Benar ini buah persik, tapi bukan buah persik biasa" jelas Yu Zhi
"Apa bedanya sama sama buah" ujar Rui
"Ini berbeda yang mulia, buah persik ini dapat menyembuhkan dan juga dapat di buat obat yang pastinya, makan buah ini akan menahan lapar selama dua hari dan juga menambah tenaga" jelas Yu Zhi
"Benarkah... Apa kau yang menanamnya?" tanya Rui sembari melihat pohon buah itu sangat lebat
"Tidak yang mulia ini tumbuh sendiri" ujar Yu Zhi
"Ini sangat luar biasa, terima kasih Yu Zhi" ujar Rui
Bersambung