NovelToon NovelToon
Adik Tiri Kesayangan Si Kembar

Adik Tiri Kesayangan Si Kembar

Status: sedang berlangsung
Genre:Anak Kembar / Teen School/College / Diam-Diam Cinta / Romansa / Fantasi Wanita
Popularitas:3.4k
Nilai: 5
Nama Author: Hazelnutz

Sejak bayi, Eleanor Cromwel diculik dan akhirnya diasuh oleh salah satu keluarga ternama di Kota Olympus. Hidupnya tampak sempurna dengan dua kakak tiri kembar yang selalu menjaganya… sampai tragedi datang.

Ayah tirinya meninggal karena serangan jantung, dan sejak itu, Eleanor tak lagi merasakan kasih sayang dari ibu tiri yang kejam. Namun, di balik dinginnya rumah itu, dua kakak tirinya justru menaruh perhatian yang berbeda.

Perhatian yang bukan sekadar kakak pada adik.
Perasaan yang seharusnya tak pernah tumbuh.

Di antara kasih, luka, dan rahasia, Eleanor harus memilih…
Apakah dia akan tetap menjadi “adik kesayangan” atau menerima cinta terlarang yang ditawarkan oleh salah satu si kembar?

silahkan membaca, dan jangan lupa untuk Like, serta komen pendapat kalian, dan vote kalau kalian suka

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hazelnutz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 29

Tiga tahun setelah pemakaman Elanor Cromwell, dunia seakan tetap berjalan seperti biasa. Matahari tetap terbit, musim berganti, orang-orang sibuk dengan kehidupan mereka. Namun bagi mereka yang kehilangan, waktu seakan berhenti di hari itu. Luka tidak pernah sembuh, hanya berubah menjadi bayangan yang terus menghantui setiap tarikan napas.

Nama Elanor mungkin sudah pudar dari pemberitaan media, terlupakan oleh publik yang selalu haus akan kisah baru. Tetapi bagi orang-orang yang pernah mencintainya, Elanor masih hidup—dalam kenangan, dalam mimpi, dalam setiap ruang sunyi yang tidak lagi sama tanpa kehadirannya.

Daniel masih duduk di kursi CEO, tapi kursi itu lebih menyerupai beban daripada kehormatan. Cromwell Corporation yang dulu berdiri tegak perlahan merosot di bawah kepemimpinannya. Rapat-rapat direksi sering kacau, presentasi kehilangan arah, dan beberapa investor besar sudah menarik diri. Para petinggi perusahaan mulai berbisik di balik pintu, mempertanyakan apakah Daniel masih pantas memimpin.

Di ruang kerjanya, foto Elanor yang terbingkai perak selalu menarik pandangannya. Senyum adiknya menatap dari balik kaca, seperti sengaja mengingatkan: ia pernah gagal melindungi. Malam-malam panjang sering dihabiskannya sendirian dengan botol bourbon. Lampu kota menembus dinding kaca, namun yang ia rasakan hanyalah kegelapan.

Disisi Lain, Dominic kini hanyalah bayangan dirinya yang dulu. Bengkelnya tetap buka, mesin tetap meraung, tapi keceriaan yang dulu mengisi ruangan itu lenyap. Ia bekerja dalam diam, wajahnya dingin, kata-katanya singkat.

Rio, tangan kanannya, kadang mencoba mengajaknya bicara. Tapi setiap kali, yang ia terima hanya gumaman atau anggukan. Ada dinding tak terlihat yang memisahkan Dominic dari siapa pun.

Setiap kali pandangannya jatuh pada Harley hitam yang terparkir di sudut bengkel, dadanya sesak. Motor itu bukan lagi kebanggaan, melainkan luka. Malam ketika ia menaiki ambulans dengan tubuh Elanor di dalamnya masih terpatri jelas. Sirine meraung, mesin meraung, tapi hatinya hanya diam. Hingga kini, kenangan itu menghantui setiap langkahnya.

Dan Bella berubah total. Gadis yang dulu selalu penuh tawa kini tenggelam dalam murung. Di sekolah, ia duduk diam di sudut kelas, lebih sering bolos, nilai akademiknya menurun drastis.

Hingga suatu hari, Veronica, si murid populer dengan mulut tajam, dia menyemburkan ejekan. “Kemana putri kesayanganmu itu, Bel? Udah mati yah, Kasian banget?”

Sejenak kelas terdiam, lalu pecah oleh amarah Bella. Ia menghantam Veronica tanpa ragu, memukul hingga wajahnya babak belur. Jeritan dan kepanikan bergema, tapi Bella tak peduli. Tangannya berlumur darah, napasnya terengah, dan di sela tangisnya ia hanya berbisik, “Jangan pernah sebut namanya lagi.”

Hampir saja ia dikeluarkan, jika saja bukan karena pengaruh keluarga Cromwell. Sejak hari itu, Bella tidak lagi dianggap gadis ceria. Semua orang memandangnya dengan takut. Ia menjadi bayangan muram, penuh amarah, seolah siap meledak kapan saja.

Kini dia sudah berkuliah, Disalah satu Universitas ternama di kota Olympus, Dan bayangan masa lalu tentang Elanor, tidak pernah lepas darinya.

Sementara itu, Rafael memilih jalannya sendiri. Tiga tahun ia habiskan untuk menyelidiki tragedi ballroom, membentuk jaringan bayangan yang bergerak dalam diam. Semua orang yang terkait malam itu dipantau, termasuk Cassandra.

Ia menugaskan orang-orangnya untuk membuntuti langkah Cassandra, mencatat pertemuan, melacak transaksi, menunggu celah. Dari luar, Rafael tampak makin dingin dan tak tersentuh, tapi di balik itu rasa bersalah pada Elanor terus mencekik.

Kadang, ketika malam sunyi, ia menatap langit dan air matanya jatuh tanpa ia sadari. Tapi begitu ponselnya bergetar dengan laporan baru, wajahnya kembali tegas. Baginya, hanya ada satu jalan untuk menebus dosanya: memastikan kebenaran terungkap, dan Cassandra jatuh.

Cassandra, di sisi lain, hidup dalam gejolak yang berbeda. Tiga tahun terakhir baginya bukanlah waktu untuk meratap, melainkan waktu untuk mencari. Surat wasiat Alexander Cromwell, warisan yang diyakininya akan mengubah segalanya, tak pernah ditemukan.

Malam-malamnya dihabiskan dengan membuka kembali dokumen lama, meneliti berkas perusahaan, bahkan menyuap orang-orang demi sepotong informasi. Setiap kali ia merasa hampir menemukan jawabannya, kebenaran kembali menjauh, seperti bayangan yang sengaja mempermainkannya.

Rumah besar yang dulu megah kini lebih menyerupai penjara. Cermin-cermin memantulkan wajahnya yang kian tirus, dengan lingkar hitam pekat di bawah mata. Pelayan-pelayan yang tersisa berjalan dengan hati-hati, karena sekali salah bicara, amarah Cassandra bisa meledak.

Ia hampir gila. Kadang tertawa sendiri di ruang kerja suaminya, kadang menangis meraung di depan lemari besi yang kosong.

“Di mana kau sembunyikan, Wasiat itu Alex?” suaranya serak, penuh kebencian bercampur kerinduan.

Namun sampai hari itu, tak ada jawaban. Dan obsesi yang membusuk perlahan memakan kewarasannya, membuatnya semakin terjebak dalam labirin yang ia bangun sendiri.

Tiga tahun setelah pemakaman Elanor Cromwell, kehidupan orang-orang terdekatnya terhenti di satu titik. Mereka berjalan, tapi tak pernah benar-benar maju. Dan di langit malam yang sepi, nama Elanor masih menggema, menjadi luka yang tak kunjung pudar.

Namun, jauh dari semua duka yang membelenggu Cromwell di tanah kelahirannya, di belahan dunia lain, tepatnya di sebuah kota sibuk di Amerika, kehidupan berdenyut dengan irama berbeda. Di puncak sebuah gedung pencakar langit, cahaya senja menyinari kolam renang pribadi yang seakan melayang di antara langit dan bumi.

Di sana, seorang gadis muda bergerak anggun di dalam air. Setiap kayuhan tangannya menciptakan riak kecil yang berkilauan tertimpa cahaya keemasan. Gerakannya tidak terburu-buru, melainkan tenang, nyaris seperti ritual yang ia ulangi setiap hari.

Ketika ia naik ke permukaan, air menetes pelan di sepanjang bahunya, mengalir turun mengikuti lekuk tubuhnya, lalu jatuh kembali ke dalam kolam. Gadis itu berjalan pelan menuju tepi, mengambil sebuah handuk putih bersih yang telah disiapkan. Tangannya yang ramping meraih gelas kristal di meja kecil di samping kursi panjang. Di dalamnya, jus jeruk dingin berembun, setetes air membasahi jarinya saat ia mengangkatnya.

Dengan tenang ia menyesap minuman itu, lalu berdiri di samping pagar kaca transparan. Dari sana, pandangan matanya tertuju pada bentangan kota metropolitan di bawah: lampu-lampu jalan mulai menyala, mobil-mobil melaju seperti garis cahaya, dan gedung-gedung tinggi tampak seperti menantang langit. Ada ketenangan sekaligus kekuatan yang terpancar dari sosoknya, seolah dunia luas di hadapannya hanyalah panggung yang menunggu untuk ditaklukkan.

“Ma’am.” Sebuah suara lembut memecah keheningan.

Ia menoleh perlahan. Seorang pelayan berdiri beberapa langkah darinya, membungkuk sopan.

“Your dad is calling you. He asked you to come to his office.”

Sesaat gadis itu tidak menjawab. Pandangannya kembali terarah pada hamparan kota, seakan sedang mempertimbangkan sesuatu yang hanya dia tahu. Kemudian, dengan tenang ia meletakkan gelasnya, menyibakkan rambut basah yang menempel di wajah, lalu mengangguk kecil.

“Just tell him,” katanya dengan nada rendah tapi tegas, “I’ll be there in a few minutes.”

Pelayan itu memberi anggukan singkat, lalu mundur dengan penuh hormat, meninggalkan sang gadis sendirian di sisi kolam.

Hening kembali menyelimuti. Angin sore bertiup, mengibaskan tirai tipis yang melambai-lambai di balik dinding kaca penthouse. Gadis itu menarik napas panjang, menutup matanya sejenak. Ada sesuatu yang mengendap dalam sorot matanya saat ia kembali membukanya. ada sebuah rahasia, sebuah luka, atau mungkin sebuah tekad.

Dari kejauhan, langit mulai gelap, lampu-lampu kota makin menyala terang. Dan di tengah cahaya itu, sosok gadis tersebut berdiri tegak, bagai bayangan yang siap memasuki panggung dunia.

1
Nanabrum
Ngakakk woyy😭😭
Can
Lanjuuutttt THORRRRR
Andr45
keren kak
mirip kisah seseorang teman ku
air mata ku 😭
Andr45
wow amazing 🤗🤗
Can
Lanjut Thor
Cikka
Lanjut
Ken
Semangaaat Authooor, Up yang banyakk
Ken
Udah ngaku ajaaa
Ken
Jangan tidur atau jangan Pingsan thor😭😭
Ken
Nahh kann, Mulai lagiii🗿
Ken
Wanita Kadal 02🤣🤣
Ken
Bisa hapus karakter nya gak thor🗿
Ken
Kan, Kayak Kadal beneran/Panic/
Ken
Apaan coba nih wanita kadal/Angry/
Vytas
mantap
Ceyra Heelshire
gak bisa! mending balas aja PLAK PLAK PLAK
Ceyra Heelshire
apaan sih si nyi lampir ini /Panic/
Ceyra Heelshire
wih, bikin novel baru lagi Thor
Hazelnutz: ehehe iyaa😅
total 1 replies
RiaChenko♥️
Rekomended banget
RiaChenko♥️
Ahhhh GANTUNGGGGG WOYYY
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!