Nabila Fatma Abdillah yang baru saja kehilangan bayinya, mendapat kekerasan fisik dari suaminya, Aryo. Pasalnya, bayi mereka meninggal di rumah sakit dan Aryo tidak punya uang untuk menembusnya. Untung saja Muhamad Hextor Ibarez datang menolong.
Hextor bersedia menolong dengan syarat, Nabila mau jadi ibu ASI bagi anak semata wayangnya, Enzo, yang masih bayi karena kehilangan ibunya akibat kecelakaan. Baby Enzo hanya ingin ASI eksklusif.
Namun ternyata, Hextor bukanlah orang biasa. Selain miliarder, ia juga seorang mafia yang sengaja menyembunyikan identitasnya. Istrinya pun meninggal bukan karena kecelakaan biasa.
Berawal dari saling menyembuhkan luka akibat kehilangan orang tercinta, mereka kian dekat satu sama lain. Akankah cinta terlarang tumbuh di antara Nabila yang penyayang dengan Hextor, mafia mesum sekaligus pria tampan penuh pesona ini? Lalu, siapakah dalang di balik pembunuhan istri Hextor, yang sebenarnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ingflora, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27. Reuni Keluarga
"Buktinya Bapak hampir tidak mengenali wajah Enzo karena sudah sebulan tidak bertemu. Bagaimana kalau Enzo juga begitu?"
Tak percaya, Hextor menatap bayi yang tubuh dan kepalanya disanggah tangan Nabila. Dilihatnya bayi itu melihat datar padanya. Biasanya Enzo akan mengangkat tangan bila mereka saling bertemu.
Seketika rasa takut Hextor datang. Ia tak ingin anaknya melupakan wajahnya. "Enzo?" ucapnya lembut. Ia meraih tubuh kecil itu dan menggendongnya.
Enzo menatap wajah Hextor. Sepertinya ia pernah melihat wajah itu entah kapan.
"Enzo, ini papa, Sayang." Hextor mengusap rambut Enzo yang mulai panjang.
Tiba-tiba Enzo bersin. Suara bayinya begitu lembut terdengar membuat hati Hextor melunak. Pria itu melihat ke arah meja dan Nabila segera tanggap dengan mengambilkan beberapa lembar tisu dari sebuah kotak tisu.
Hextor membersihkan sekitar hidung Enzo yang memang kering. "Anak papa bersin ya."
"Bapak ngak makan?" tanya Nabila memperhatikan meja.
"Nanti saja." Mata Hextor belum beralih dari anak semata wayangnya. Sesuatu yang bisa mengalihkan dunianya yang penuh dengan kekerasan dan ketidakadilan. Dunia terasa lebih bersahabat hanya dengan menatap wajah kecil Enzo yang begitu menenangkan. "Kamu lupa sama papa?"
Enzo menyahut. Mengoceh tak jelas seakan mengerti pertanyaan Hextor. Pria itu hanya tersenyum melihat tingkah si kecil.
"Bapak mau kusuapi?"
"Tidak usah," jawab Hextor datar tanpa menoleh.
"Bapak mau makan ikan?"
"Boleh." Hextor masih memandangi si kecil. Apalagi jari telunjuknya digenggam jemari kecil Enzo. Sepertinya ia tidak sadar dengan apa yang ia ucapkan.
"Pake nasi?"
"Iya."
Nabila memindahkan ke piring Hextor. "Sayur sop?"
"Iya."
"Pakai perkedel?"
"Boleh."
Setelah itu, Nabila menyendokkan sedikit lauk dan disodorkan ke mulut pria itu.
Hextor terkejut. "Apa ini?" Ia melirik Nabila.
"Ini jam makan sudah telat, Pak. Ayo, makan dulu."
"Iya, tapi aku bisa makan sendiri." Hextor menatap sendok yang sudah dekat ke mulutnya.
"Bapak 'kan sakit."
Pria tampan itu menatap Nabila. "Kata siapa?"
"Lho, luka yang tadi itu? Berarti Bapak pasti harus minum obat, iya 'kan? Jangan telat, Pak!"
"Kamu jangan sok tau!"
"Tapi benar, 'kan?" Nabila tampak khawatir. "Ya udah. Makan dulu." Ia kembali menyodorkan sendok ke mulut sang pria.
"Eh, tunggu dulu." Hextor mundur sambil melihat ke arah sendok itu.
Nabila sampai berdiri memastikan pria itu makan. "Sudah, Pak, makan saja. 'Kan Bapak sedang gendong Enzo. Gendong aja. Temani dia. Bapak gak usah peduliin Saya. Yang penting Bapak buka mulut dan mengunyah."
Karena sendok sudah dekat ke mulut Hextor padahal pria itu sudah menghindar, terpaksa ia membuka mulut dan menutupnya setelah disuapi karena bingung. Wanita itu sudah sangat dekat dan seakan ingin menjejali mulutnya bila tak dilakukan. Dengan pelan ia mengunyah.
"Nah, gitu, Pak." Nabila kembali ke kursinya dan menyiapkan suapan berikutnya. "Aku tidak akan bicara lagi. Bapak main saja sama Enzo. Biar dia ingat Bapak lagi."
Begitulah. Entah kenapa Hextor mengikuti ucapan Nabila. Ia mulai nyaman saat mengobrol dengan Enzo, wanita itu menyuapi. Bahkan kemudian ia mengatur makanan apa saja yang ingin dimakannya. "Nasinya dikurangi. Masukkan ikan dan perkedelnya lebih banyak."
"Iya, Pak." Nabila kembali melepas daging ikan dari tulangnya.
Dari dapur, bi Endah hanya tersenyum melihat mereka berdua bersama bayi Enzo. Apa mungkin Nabila jodoh majikannya yang berikutnya? Ia hanya geleng-geleng kepala dan kembali masuk ke dalam.
"NAAH ...!"
Kalimat itu mengejutkan ketiganya. Nabila dan Hextor menoleh.
Ada Sergio datang dan melihat keakraban keduanya. "Wah ... sudah berapa lama kalian dekat, hingga sampai suap-suapan begini?"
"Apa?" Seketika Hextor sadar dan tampak panik.
Nabila pun salah tingkah. "Eh, Bapak bicara apa?" ucapnya sambil menunduk. Ia menyadari apa yang dilakukannya sepertinya tidak pantas dilakukan oleh seorang wanita yang sudah menikah.
Hextor pun bingung menutupi. Cepat-cepat ia menyerahkan Enzo pada Nabila. "Eh, aku lagi fokus pada Enzo karena sudah lama tidak bertemu." Tatapan matanya berlarian menghindari Sergio dan sedikit menurunkan pandangan.
Nabila pun setelah diserahi Enzo, beranjak dari kursi dan segera pergi. Sebelum jauh, ia sempat menoleh pada Hextor. "Jangan lupa minum obatnya, Pak." Lalu ia benar-benar pergi menaiki tangga.
Pandangan mata Hextor terlihat bingung. Namun Sergio tersenyum sambil menyenggol pinggang kakaknya.
"Aduuh ...!" Hextor merasakan nyeri di pinggangnya. Sempat ia membungkuk menahan sakit.
"Eh, sorry, sorry." Sergio mengangkat kedua telapak tangannya dan nampak khawatir. "Kakak tertembak ya."
Hextor menatap wajah adiknya. "Bagaimana kamu tau?"
Sergio malah tersenyum. "Aku menempatkan mata-mata di mana-mana."
"Jadi, kamu ke sini juga karena tau apa yang terjadi?"
"Iya, makanya aku mau pastiin Kakak tidak kenapa-kenapa. Sekarang anak buahku sedang mencari keberadaan Marco Rumanov. Akan ku hajjar dia biar tau rasa! Berani-beraninya dia melukai keluarga Ibarez!" Sergio mengangkat kepalan tangannya dengan mata berkilat penuh dendam. Sekilas Sergio jadi berubah jadi orang lain bila sedang marah. Tidak hanya serius tapi dengan wajah mengerikan.
"Hei, aku tak perlu itu. Dia hanya ingin membeli senjata dariku tapi aku tak mau. Dia memang memaksa tapi aku berusaha kabur karena dia ingin menculikku. Dia menembakku, itu juga mungkin tidak sengaja karena suasana klab malam itu sedikit gelap dan anak buahku datang berusaha menyelamatkan aku." Terang Hextor.
"Tapi, tetap saja ... bagaimana kalau Kakak terluka parah? Apa Kakak masih bisa bilang begitu!?" Sergio membalik perkataan kakaknya.
Hextor tak tahu bagaimana menasehati adiknya karena ia tahu, adiknya sendiri juga biang masalah. Sehari-hari saja, Sergio sering bermasalah dengan orang lain, apalagi kalau dengar anggota keluarga Ibarez ada yang terluka.
Sergio memang lebih mirip ayah mereka, Hugo—pria tegas yang tiada ampun saat mengeksekusi lawan. Hextor lebih mirip ibunya berhati lembut, hanya bedanya Hextor sedikit kaku. Didikan ayahnya juga membuat ia jadi pria yang tegas. "Sergi, lepaskan saja Marco, dia hanya berniat membeli senjata, bukan menargetkanku untuk jadi buruannya."
Sergio tercengang mendengar ucapan kakaknya. "Kak, anak buahnya telah berani menembak Kakak, itu tandanya dia sudah mengibarkan bendera perang pada keluarga kita!"
"Tapi Sergi ...."
"Assalamualaikum ...."
Hextor melongo. Ia melihat kedua orang tuanya datang. "Ibu ...? Ayah ...?"
"Dijawab dong kalo ibu bilang assalamualaikum." Herlina pura-pura merengut melihat Hextor tak menyahut salamnya.
"Waalaikumsalam, tapi ibu tau dari mana aku di sini? Ibu datang ke rumah?" Hextor masih bingung.
"Tau dari adikmu, dong ...." Herlina mendekat. Ia melihat Hextor, tengah di meja makan. "Kamu belum makan sesiang ini?"
"Oh, belum selesai. Oya, Ibu, Ayah, ayo makan. Sergi juga." Hextor mengajak keluarganya makan bersama.
Sergio lebih dulu menarik kursi. "Aku perkedel aja."
"Ibu juga. Masakan bi Endah memang paling cocok di lidahku." Ibu ikut menarik kursi.
Hugo, pria yang tidak banyak bicara, tapi ia suka mendengarkan keluarganya mengobrol bersama. Apalagi menemani istrinya ke mana-mana.
Sejak pensiun mengurusi perusahaan pembuatan senjata, ia selalu menemani istrinya pergi ke mana pun. Hextor yang sudah jadi pengusaha, diberinya perusahaan pembuatan senjata itu karena orangnya teliti dan pemilih, dan itu juga didukung oleh sang istri.
Sergio mencondongkan tubuhnya ke depan dengan senyum nakal. "Ibu tau gak, Kak Hex tadi ngapain?"
Bersambung ....
❤❤❤❤❤
kalo suka bilang aja...
keburu diambil sergi..
suruhan mafia musuh..
atau suruhan sauadara tiri istri hextor..
atau kekasih masa lalu ostri hextor
❤❤❤❤