Menghadapi kerasnya kehidupan, membuat Aqilla menjadi seorang wanita yang tegar. Semenjak kedua orangtuanya meninggal dalam suatu kecelakaan, membuatnya menjadi pribadi tertutup. Dengan merintis usaha kecil bersama sang adik, untuk membiayai kehidupannya sehari-hari. Dalam kondisi ekonomi yang dibilang sulit, ia tetap bertahan.
Hingga suatu hari, ia dipertemukan dengan seseorang yang selalu berkaitan dengan darah, bahkan membunuh pun adalah kesehariannya. Namun hal itu tersembunyi dibalik kharismanya sebagai salah satu CEO di suatu perusahaan besar.
Bagaimana kelanjutannya?
Apakah yang akan terjadi jika mereka dipertemukan?
Penasarankan, ikuti terus up dari karyanya ya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tsabita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31
Semenjak kejadian dihari itu, kini Aqilla hanya bisa merenung. Akhtar selalu menelfon, berkirim pesan dan video call padanya, rasa malu dan marah dalam diri Aqilla. Membuat ia mengabaikan semua komunikasi dari Akhtar, bahkan ponsel pemberian Akhtar tidak ia gunakan. Hanya menjadi pajangan dikamarnya, Aqilla merasa tidak pantas untuk menggunakannya.
" Kak, ini ada pesanan lagi. Mau di ambil nggak?." Haykal memberitahukan ada pesanan bunga.
" Kayaknya kita close dulu aja dek, kakak lagi benar-benar tidak mood untuk merangkai." Aqilla tidak ingin, mood jeleknya merusak rangkaian yang akan ia buat.
" Em, baiklah. Kita kasih pemberitahuan aja ya, biar nggak pada nanyain lagi."
" Kamu atur aja dek, kakak mau refresing sebentar ya." Aqilla berjalan keluar rumah.
Haykal menatap kepergian kakaknya, ia sangat memahami perasaan sang kakak. Dihadapkam dengan seorang pria yang bersikap terlalu over posesif dan protektif, membuatnya merasa tertekan.
Lalu Haykal memberikan penggumuman di halaman media sosialnya, bahwa tokonya akan tutup untuk sementara. Begitu diposting, langsung banyak sekali komentar yang berasal dari para netizen baik dan yang julid. Haykal tidak ingin menanggapinya, ia hanya memberitahukan informasi itu saja.
Kini Aqilla telah sampai disuatu tempat, dengan memandang keindahan serta keramaian orang banyak. Aqilla berada di salah satu taman kota yang banyak sekali pengunjungnya, tepat di tengah taman tersebut terdapat danau buatan yang berisikan banyak sekali ikan-ikan. Aqilla termenung menatap danau tersebut, pikirannya sangat begitu kalut.
Kenapa pria itu selalu saja bersikap arogan, dingin dan susah ditebak. Apalagi ia selalu memaksakan kemauannya? Apakah ada hubungannya dengan apa yang Ibunya katakan? Aqilla bermonolog dalam hati.
Tak terasa? waktu sangat cepat berlalu, senja menyapa melalui kegelapannya. Aqilla beranjak dari taman tersebut, berjalan menyusuri jalan. Menikmati suasananya dengan hati yang begitu membingungkan, ingin sekali berteriak. Nanti malah dibilangin aneh, usaha yang ia rintis dari awal. Berjuang untuk mencukupi kehidupannya dengan sang adik, apakah harus di akhiri??? Dilema membuat Aqilla merenung, meratapi apa yang ia alami.
Sesampainya ia dirumah, sebuah mobil yang sangat ia kenali sudah berada dihalaman rumahnya.
Huh, mobil ini lagi. Apakah ini memang sudah takdirku, untuk selalu berhadapan dengan dia. Oh Tuhan, kuatkanlah diri hambaMU ini.
" Assalamu'alaikum." Aqilla masuk kedalam rumah.
" Wa'alaikumussalam, kak." Haykal memberikan kode dengan lirikan matanya pada Aqilla.
Aqilla melihat, Akhtar dengan posisi duduk yang begitu santai. Namun, ia tidak menatap Aqilla. Pandangannya hanya menunduk, Aqilla melihat ada sesuatu kesedihan yang tersirat dari matanya.
" Haykal masuk ya, kak. Berbicara dengannya, kalian hanya butuh waktu berdua. " Haykal melangkah meninggalkan Akhtar dan sang kakak diruang tamu rumahnya.
Aqilla duduk dikursi, tempat Haykal sebelumnya yang bersebrangan dengan Akhtar. Waktu terus berlalu, mereka masih saling diam. Akhirnya Aqilla mencoba untuk memecahkan kesunyian diantara mereka.
" Tuan ." Aqilla menyapa, namun tidak dijawab. Mereka berdua, saling berdiam lagi.
" Tuan."
Huh, hembusan nafas Aqilla sangat kuat. Ia berpindah tempat duduk, yang berada di samping Akhtar.
" Tuan, apakah hanya akan berdiam diri seperti ini selamanya?".
Beberapa saat, air mata menetes di sudut mata Akhtar. Hal ini membuat Aqilla menjadi heran, kedua telapak tangan Akhtar yang bersatu itu bergetar. Semakin lama, tubuhnya juga ikut bergetar kuat.
" Tuan, ada apa tuan. " Aqilla memegang tangan Akhtar.
Merasakan tangannya digenggam, Akhtar menoleh melihat Aqilla. Begitu sangat jauh dari penampilannya yang dikenal dingin, kini terdapat wajah yang begitu ketakutan, sedih. Akhtar langsung memeluk Aqilla, dengan sesegukkan kecil dari dirinya.
" Jangan pergi, jangan menjauhi saya, jangan lakukan itu. Jangan pergi!!." Akhtar berteriak dalam tanggisannya.
Pelukannya sangat erat, membuat Aqilla menjadi serba salah. Aqilla tidak ingin membuat Akhtar semakin sedih, ia akhirnya membiarkannya untuk memeluk dirinya.
