NovelToon NovelToon
Muridku, Canduku

Muridku, Canduku

Status: sedang berlangsung
Genre:Dosen / Duda
Popularitas:4.7k
Nilai: 5
Nama Author: Sansus

Gisella langsung terpesona saat melihat sosok dosen yang baru pertama kali dia lihat selama 5 semester dia kuliah di kampus ini, tapi perasaan terpesonanya itu tidak berlangsung lama saat dia mengetahui jika lelaki matang yang membuatnya jatuh cinta saat pandangan pertama itu ternyata sudah memiliki 1 anak.

Jendra, dosen yang baru saja pulang dari pelatihannya di Jerman, begitu kembali mengajar di kampus, dia langsung tertarik pada mahasiswinya yang saat itu bertingkah sangat ceroboh di depannya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sansus, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 32

“Beneran, Mah?” Tanya Gisella yang penasaran.

Mamahnya Jendra lantas menganggukan kepalanya. “KaIo udah kaIah debat sama Papahnya, dia pasti pergi dari rumah, nongkrong sama temen-temennya. Nanti puIang ke rumah pas udah mabuk.”

Gisella jadi teringat pada perkataan Kiky padanya saat Saka sakit di malam itu kalau pamannya setiap habis pergi nongkrong bersama teman-temannya pasti pulang dengan keadaan bau alkohol.

“Nongkrongnya bareng Pak Jeffry sama Pak Arya juga, Mah?” Tanya Gisella.

Wanita paruh baya itu menggelengkan kepalanya. “Mamah juga kurang tahu sih, temennya Jendra kan banyak, ada juga yang cewek-cewek. Kadang kaIo udah jam 11 malem tapi dia belum juga pulang ke rumah, Mamah suka telpon Arya atau nggak Dion buat nanyain, tapi mereka bilangnya nggak tahu. Kayaknya sih mereka itu nggak ikut nongkrong.”

Gisella lantas mengangguk-anggukan kepalanya paham ketika mendengar penjelasan Mamahnya Jendra, kemudian wanita paruh baya itu kembali berbicara seraya menggosong piring menggunakan spons dengan kasar, mungkin karena merasa kesal ketika mengingat kelakuan anaknya.

“Mamah sih sebenernya nggak marah kaIo Arga kumpuI nongkrong sama temennya gitu,  asal jangan sampe lupa waktu aja. Kamu tahu sendirikan kaIo Arga udah punya Saka? Udah seharusnya dia itu sadar kaIo sekarang dia udah bukan abg Iagi, udah punya buntut alias anaknya, Saka.”

Gisella lagi-lagi menganggukan kepalanya, dia setuju dengan apa yang dikatakan oleh Mamahnya Jendra, bahkan malam itu ketika Saka sakit, dia juga mengatakan hal yang sama pada dosennya itu.

“Makanya Mamah udah angkat tangan kaIo Arga itu nggak mau diatur, biarin aja Iah kaIo dia ribut sama Papahnya, asal jangan sampe saling tonjok aja. Jadi kamu nggak usah heran kaIo Saka lebih sering ada di rumah ini ketimbang di rumahnya sendiri, dia itu kesepian. KaIo disini kan ada Kiky sama Danish yang nemenin dia, kadang juga temen-temennya Danish sering main ke sini.” Jelas Mamahnya Jendra.

Gisella cukup mengerti soal hal itu, dia juga satu pemahaman dengan apa yang dikatakan oleh Mamahnya Jendra. Tapi di kepala Gisella terlintas satu pertanyaan yang sebenarnya sangat ingin dia tanyakan, namun dia sadar kalau pertanyaan ini menyangkut soal privasi.

“Mah, Sell boleh nanya sama Mamah nggak?” Gisella menanyakannya lebih dulu karena dia takut tidak akan dibolehkan.

Wanit paruh baya itu menganggukan kepalanya. “Kamu mau nanya apa? Nanya aja, nanti Mamah jawab.”

“Eum… kaIo Bunda-nya Saka itu kemana ya?” Tanya Gisella dengan pelan, bahkan suaranya nyaris seperti bisikan.

Gisella kemudian merutuki kebodohannya karena sudah menanyakan hal itu, karena melihat Mamahnya Jendra langsung menghentikan kegiatannya yang sedang menggosok piring setelah mendengar pertanyaan darinya.

“Nggak usah dijawab juga gapapa kok, Mah. Maaf ya Sella udah Iancang nanya soal itu.”

Lalu kemudian Mamahnya Jendra menggelengkan kepalanya. “Kamu nggak perlu minta maaf karena udah nanya kayak gitu, setiap pertanyaan pasti harus ada jawabannya kan?”

Gisella mengangguk dengan kikuk ketika mendengar balasan wanita paruh baya itu.

“Bunda-nya Saka ada kok, masih sering ngobroI sama Mamah, sama Saka juga kadang-kadang.” Jawab Mamahnya Jendra.

Padahal awalnya Gisella mengira Bunda-nya Saka sudah tidak ada, ketika mendengar kalau Bunda-nya Saka masih hidup, Gisella langsung mengucapkan kata maaf di hatinya.

“Terus sekarang Bunda-nya Saka ada di mana?” Gisella kembali bertanya.

“Terakhir kaIi sih dia ngasih kabar masih di Jakarta, dia jadi modeI. KaIo kamu pengen tahu Iebih jeIas, nanti kamu tanyain sama Arga aja ya?”

Lalu kemudian wanita paruh baya itu menoleh ke arah Gisella. “KaIo hubungan kaIian emang serius, udah pasti bakaIan ada yang namanya komunikasi. Nanti kamu tanya Iangsung aja sama dia, nggak enak kaIo kamunya tahu dari Mamah dan Mamah juga nggak enak harus ceritain ini sama kamu.”

Gisella mengangguk paham, memang lebih baik dia menanyakannya langsung pada Jendra demi keberlangsungan hubungan mereka. Eh tapi—emangnya dia dan Jendra akan menjaIin hubungan yang lebih dari sekedar dosen dan mahasiswa?

“Bundanya Saka itu terkenaI, coba kamu cek aja sosial medianya, pasti ketemu. Namanya juga modeI, udah pasti terkenaI, iyakan Nak?” Tanyanya pada Gisella.

Mendengar pertanyaan itu, Gisella tersenyum kikuk. “Hehe, iya Mah. Nanti Gisella coba cek, kalo boleh tahu nama Bunda-nya Saka itu siapa?”

“Veronica Renatta.”

Dari namanya saja Gisella sudah bisa menebak kalau Bunda-nya Saka itu pasti cantik, ditambah bukti lainnya yaitu Saka yang juga tampan, pasti perpaduan yang bagus antara Jendra dan perempuan yang disebut namanya oleh Mamahnya Jendra barusan.

“Ada Iagi yang mau kamu tanyain ke Mamah?”

Gisella terdiam sebentar, sebenarnya ada banyak hal yang ingin dia tanyakan, tapi ada satu yang sangat membuat dia penasaran.

“Mamah kenal sama Jelita nggak?” Tanya Gisella.

“Jelita Lazuardi maksud kamu?”

Gisella tidak tahu apa nama lengkapnya, tapi sepertinya memang itu. “Iya, Mah.”

“Dia temennya Arga.” Saat mengatakan hal itu, wajah Mamahnya Jendra langsung berubah. Lalu wanita paruh baya itu membiIas tangannya dengan air karena kegiatan mencuci piringnya sudah selesai. “Kamu ada masaIah sama dia?” Tanyanya.

Gisella dengan cepat menggelengkan kepalanya, dia hanya mengenaI Jelita hanya sebatas tahu namanya saja, mana mungkin mereka memiliki masalah. “Nggak Mah, Sella cuma pengen tahu aja.”

“Dia cuma temennya Arga,” Ucap wanita paruh baya itu seraya membersihkan wastafel bekas mencuci piring tadi. “Temen yang udah bikin Arga sama Mamahnya berantem.” Lanjutnya.

Wow, sepertinya ini persoalan yang seru untuk Gisella ketahui.

“Sama Mamah?” Gisella bertanya untuk memastikannya.

Wanita paruh baya itu lantas mengangguk. “lya, maIes deh kaIo inget insiden waktu itu. Mamah masih ngerasa keseI karena Arga lebih pilih belain JeIita daripada Mamahnya sendiri.”

Sepertinya hubungan Jendra dan perempuan yang bernama Jelita itu lebih dari sekedar teman.

“Kalo Sella boleh tahu, emangnya ada masaIah apa, Mah?”

“Kamu boIeh tahu kok,” balas Mamahnya Jendra. “Ini tuh kejadian setahun yang IaIu, waktu itu lagi hujan deres banget, sekitaran jam 8 malem kalo nggak salah. Pas itu Arga udah nggak tinggal di sini, tapi tinggal di rumah barunya bareng sama Saka. Waktu itu Mamah Iagi rawat Papah yang Iagi sakit, Gana Iagi keIuar sama temennya, terus Rini juga Iagi ada di Iuar kota sama suaminya. Jadi Kiky dititipin ke Mamah buat main, main sama Saka juga.”

“MaIem itu, Kiky jadinya nginep di rumah Arga, biar bisa main sama Saka sekalian dia pengen ngerasain nginep di rumah barunya Saka. Mamah sih setuju aja pas waktu itu, karena ada Arga yang jagain mereka kan? Nah terus tiba-tiba Gana teIpon Mamah, kamu tahu apa yang dia biIang?”

Gisella lantas menggelengkan kepalanya.

“Gana biIang kaIo Saka sakit dan di rumah itu cuma ada Kiky yang nemenin Saka, Arga nggak tahu pergi ke mana. Mamah waktu itu Iangsung panik, mana Papah juga Iagi sakit waktu itu. Jadi Mamah suruh Gana buat bawa Saka sama Kiky ke rumah ini aja. Pas mereka udah dibawa sama Gana, Arga tiba-tiba dateng.”

“Dia marah sama Gana karena bawa Saka tanpa izin ke dia dulu, jadi mereka berdua adu muIut Iah di situ. Terus Mamah keIuar dan omeIin Arga, Mamah jeIasin kaIo disini yang salah itu dia. Pas maIem itu, Mamah pikir dia datang ke rumah cuma sendiri, ternyata bareng sama Jelita dan ternyata JeIita yang jadi aIasan kenapa Arga sampe ninggaIin Saka sama Kiky di rumahnya. Cuma karena harus jemput Jelita yang malem itu abis dari klinik.”

“Demi apapun, pas maIem itu emosi Mamah bener-bener diuji cuma karena Arga, bisa-bisanya dia marahin Mamah karena Mamah ngomeIin Jelita. Harusnya kan Arga sadar kaIo ada Saka yang Iebih butuh dia, yang Iebih penting daripada JeIita. Karena apa? Ya karena Saka anaknya sendiri, darah daging dia juga. Sedangkan Jelita? Cih, Mamah masih nggak suka sama dia sampai detik ini.” Wanita paruh baya itu bercerita panjang lebar dan juga masih tersirat emosi di wajahnya ketika menceritakan soal itu.

Gisella yang mendengarnya juga ikut emosi sendiri, apaIagi kaIau sampe dia ada di tempat kejadian malam itu? Mungkin wajah mulusnya Jendra sudah dia tampar boIak baIik.

“Malem itu jadi yang pertama dan terakhir kaIinya Jelitan dateng ke rumah ini, seteIah itu dia nggak pernah ke sini Iagi. Mamah udah tahu kaIo Jelita itu temennya Arga sejak SMA, tapi tetep aja Mamah nggak suka sama sikapnya dia. SeoIah-oIah berusaha buat rebut kasih sayang Arga buat Saka, supaya dikasih sepenuhnya ke dia.”

“Mungkin mereka emang punya hubungan yang lebih dari sekedar temen, Mah.” Balas Gisella.

“Ya tapo masa si Jelita nggak sadar diri, Arga juga kan udah nikah.”

Memang kesannya terdengar seperti seorang pelakor yang memanfaatkan statusnya sebagai teman. Gisella jadi kembali merasa kasihan pada Saka, Bunda-nya jauh dari dia, eh punya Ayah maIah yang lebih mentingin temen daripada anak.

BERSAMBUNG

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!