NovelToon NovelToon
SEKUNTUM BUNGA DI RUANG GELAP

SEKUNTUM BUNGA DI RUANG GELAP

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Balas Dendam / Cinta setelah menikah / Wanita Karir / Romansa
Popularitas:447
Nilai: 5
Nama Author: Efi Lutfiah

Di balik gemerlap lampu malam dan dentuman musik yang memekakkan telinga, seorang gadis muda menyembunyikan luka dan pengorbanannya.
Namanya Cantika, mahasiswi cerdas yang bercita-cita menjadi seorang dosen. Namun takdir membawanya pada jalan penuh air mata. Demi membiayai kuliahnya dan membeli obat untuk sang ibu yang sakit-sakitan, Cantika memilih pekerjaan yang tak pernah ia bayangkan: menjadi LC di sebuah klub malam.

Setiap senyum yang ia paksakan, setiap tawa yang terdengar palsu, adalah doa yang ia bisikkan untuk kesembuhan ibunya.
Namun, di balik kepura-puraan itu, hatinya perlahan terkikis. Antara harga diri, cinta, dan harapan, Aruna terjebak dalam dilema, mampukah ia menemukan jalan keluar, atau justru terperangkap dalam ruang gelap yang semakin menelan cahaya hidupnya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Efi Lutfiah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Klien Pertama

Penampilan Cantika kini sudah benar-benar disulap. Ia mengenakan dress sepaha bertali spaghetti yang menonjolkan lekuk tubuhnya. Make up tipis menempel di wajah cantiknya, cukup untuk membuat Jesika sendiri terkejut dan hampir tidak mengenali sahabatnya. Rambut yang dulunya kusam kini jatuh indah berkilau, menambah pesona Cantika.

Namun, di balik transformasi itu, Cantika justru merasa risih. Jantungnya berdegup cepat, tangan tak henti meremas ujung dress. Pakaian itu baginya terlalu terbuka, membuat rasa percaya dirinya terkikis habis.

“Cepat, ayo keluar. Om Wisnu udah nunggu,” ajak Jesika tak sabaran.

“Jesika… baju ini terlalu terbuka. Apa nggak ada yang lain?” suara Cantika bergetar penuh keraguan.

Jesika mendecak kesal. “Astaga, Cantika. Kamu serius? Temenin om-om pakai daster? Mana ada yang mau ngelirik. Bukannya ditemenin, kamu malah bakal diusir. Udah, jangan lama-lama. Nanti Mami Viola marah.”

Tanpa memberi kesempatan lagi, Jesika langsung menarik tangan Cantika menuju ruangan VIP.

Di dalamnya, duduk seorang pria paruh baya yang masih terlihat tampan dengan setelan rapi. Aroma parfum maskulin langsung menyergap udara.

“Hay, Om…” sapa Jesika genit sambil bergelayut manja di lengannya, jelas menunjukkan kalau ia sudah akrab dengan pria itu.

“Hey, cantik. Om dari tadi nungguin,” jawab Om Wisnu sambil tersenyum penuh minat.

Cantika menelan ludah dengan kasar. Gugup menyerang dirinya saat melihat cara Jesika dipeluk dengan mudah. Sungguh, detik itu juga ia ingin pulang, kalau saja tak mengingat ibunya yang terbaring sakit di rumah.

“Siapa dia?” tanya Om Wisnu sambil melirik ke arah Cantika.

“Oh, itu karyawan baru. Namanya Cantika. Dia masih malu-malu,” jawab Jesika santai.

Om Wisnu mengangguk-angguk, matanya menelusuri Cantika dari kepala sampai kaki. Senyum tipis tersungging di bibirnya, jelas menunjukkan ketertarikan pada sosok lugu di depannya.

“Dia masih perawan?” tanyanya blak-blakan, sorot mata penuh hasrat.

Jesika sempat melirik Cantika, lalu tersenyum tipis. “Iya, Om. Masih perawan. Tapi sayangnya dia di sini cuma buat nemenin aja.”

Raut kecewa langsung tergambar di wajah Om Wisnu. “Yah… sayang sekali.”

Jesika hanya mengedikkan bahu, lalu tersenyum genit. “Tapi kalau Om butuh pelayanan, aku selalu siap kok.”

“Tentu saja, sayang…” balas Om Wisnu sambil menarik Jesika makin dekat.

Sementara itu, Cantika hanya bisa memeluk dirinya sendiri. Tangannya semakin kuat meremas ujung dress, perasaan panas dingin bercampur di dada. Ia merasa seperti terjebak di dunia asing yang sama sekali bukan miliknya.

“Cantika, sini sayang. Temani Om,” panggil Om Wisnu sambil menatapnya penuh arti.

Cantika yang sejak tadi hanya mematung langsung terperanjat. Jantungnya serasa mau pecah, sementara kakinya berat untuk melangkah.

Jesika melirik sahabatnya dengan tatapan menyindir. “Iyah, Tika. Kamu mau terus berdiri aja di situ?” ucapnya ketus.

Dengan langkah ragu, Cantika akhirnya mendekat. Namun sebelum ia bisa beralasan, tangan Jesika sudah lebih dulu menariknya.

“Tuangin minuman,” titah Jesika, nada suaranya tegas, seolah ingin mengajarkan tahap pertama pekerjaan ini.

“I-iya…” jawab Cantika pelan, suaranya nyaris tenggelam. Tangannya gemetar saat menuangkan minuman ke dalam gelas di atas meja.

Om Wisnu tersenyum samar, memperhatikan gerak-gerik Cantika yang canggung. Perlahan tangannya bergerak, mengusap pinggang Cantika.

“A-ahh…” Cantika terlonjak kaget. Gelas hampir saja tergelincir dari tangannya. Ia buru-buru mundur setengah langkah, menatap Om Wisnu dengan panik. “Euuu… Om…”

Om Wisnu hanya terkekeh, matanya menyipit penuh selera. “Apa ini pertama kalinya buat kamu, sayang?”

Cantika menunduk, tak sanggup membalas tatapan itu. Rasa takut menguasai tubuhnya.

“Kalau kamu siap bekerja di tempat seperti ini…” suara Om Wisnu terdengar berat, “…itu artinya kamu juga harus siap mendapat perlakuan seperti ini.”

Cantika menahan napas, hatinya bergetar hebat.

“Om, maafkan Cantika,” sela Jesika cepat, mencoba menyelamatkan suasana. “Dia masih pemula, belum terbiasa.”

Om Wisnu mendengus kecil, lalu menepuk-nepuk bahunya sendiri. “Gak masalah.”

Ia berdiri tanpa menyentuh minuman yang baru saja dituangkan Cantika. Dengan gerakan santai, ia mengeluarkan segepok uang, tepatnya satu juta, dan meletakkannya di atas meja.

“Latih dia baik-baik, Jesika.”

Tanpa menunggu jawaban, Om Wisnu melangkah pergi, meninggalkan ruangan dengan wangi parfum maskulin yang masih tertinggal di udara.

Cantika menatap uang di meja dengan perasaan campur aduk, antara lega karena Om Wisnu tidak berbuat lebih jauh, dan takut karena ia menyadari inilah dunia baru yang harus ia hadapi.

Begitu pintu ruangan tertutup, keheningan mendadak menyelimuti. Hanya suara napas Cantika yang tersengal-sengal terdengar. Gadis itu menatap uang di atas meja dengan pandangan kosong, dadanya naik turun tak karuan.

“Ya ampun, Tika…” Jesika menghela napas panjang, lalu mengambil uang yang ditinggalkan Om Wisnu. “Kamu tadi kaku banget, hampir bikin Om Wisnu ilfeel.”

Cantika menoleh, wajahnya pucat. “Jes… aku nggak bisa. Aku takut. Rasanya kayak mau mati tadi waktu dia nyentuh aku.”

Jesika mengangkat alisnya, lalu menepuk bahu sahabatnya. “Makanya aku bilang dari awal, kalo mau kerja di sini, kamu harus siap mental. Om-om kayak Wisnu tuh cuma pengen ditemenin, dilayani, dikasih perhatian. Kalo kamu kaku, kamu rugi sendiri.”

Air mata Cantika mulai menggenang, meski ia berusaha keras menahannya. “Aku… aku nggak kebayang harus terus kayak gini, Jes.”

Jesika mendesah, kemudian menatap sahabatnya serius. “Denger, Tika. Aku tau kamu nggak nyaman. Tapi pikirin ibu kamu. Dia butuh biaya berobat kan? Kamu pikir dari mana semua itu kalo bukan dari sini?”

Cantika terdiam, hatinya bagai disayat. Kata-kata Jesika terasa kejam, tapi juga benar.

Jesika menaruh uang ke tangan Cantika. “Tuh, satu juta cuma dari nemenin sebentar. Kamu nggak perlu ngelakuin hal lebih jauh kalo emang nggak mau. Tapi jangan bikin Om-om kecewa. Nanti mereka nggak balik lagi, dan Mami Viola bisa marah besar.”

Tangis Cantika pecah dalam diam. Ia menggenggam uang itu erat-erat, seakan itu adalah beban sekaligus penyelamat.

“Ya Tuhan…” bisiknya lirih. “Apa ini satu-satunya jalan buatku?”

Jesika memeluk sahabatnya sebentar, kemudian tersenyum tipis. “Selamat datang di dunia nyata, Cantika. Dunia di mana kecantikan dan kepolosan kamu… adalah senjata.”

Cantika hanya bisa terisak, sementara pikirannya berputar, antara rasa bersalah, takut, dan kenyataan pahit yang tak bisa ia tolak.

1
menderita karena kmu
Ceritanya seru banget, jangan biarkan aku dilema menanti update 😭
evi evi: haha,,, siap kakak😀🤗
total 1 replies
Rukawasfound
Ceritanya keren, teruslah menulis thor!
evi evi: Terimakasih sudah mampir di cerita ku kk🙏
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!