Arunika adalah seorang wanita yang memendam cinta dalam diam, membangun istana harapan di atas sajadah merah yang pernah diberikan oleh Raka, pria yang diam-diam memikat hatinya. Setiap sujud dan lantunan doa Arunika selalu tertuju pada Raka, berharap sebuah takdir indah akan menyatukan mereka. Namun, kenyataan menghantamnya bagai palu godam ketika ia mengetahui bahwa Raka telah bertunangan, dan tak lama kemudian, resmi menikah dengan wanita lain, Sandria. Arunika pun dipaksa mengubah 90 derajat arah doa dan harapannya, berusaha keras mengubur perasaan demi menjaga sebuah ikatan suci yang bukan miliknya.
Ketika Arunika tengah berjuang menyembuhkan hatinya, Raka justru muncul kembali. Pria itu terang-terangan mengakui ketidakbahagiaannya dalam pernikahan dan tak henti-hentinya menguntit Arunika, seolah meyakini bahwa sajadah merah yang masih disimpan Arunika adalah bukti perasaannya tak pernah berubah. Arunika dihadapkan pada dilema moral yang hebat: apakah ia akan menyerah pada godaan
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Maya Melinda Damayanty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32 – Ujian Tengah Semester
Minggu ujian datang dengan hawa berbeda. Dari pagi hari saja, suasana kos-kosan dan rumah kontrakan mahasiswa berubah seperti sarang lebah. Semua orang sibuk menyiapkan buku catatan, ada yang masih memfotokopi rangkuman, ada juga yang wajahnya kusut karena begadang semalaman.
Arunika duduk di meja belajarnya sejak subuh. Kopi hangat yang sudah dingin dibiarkan begitu saja. Buku catatannya terbuka, penuh coretan stabilo berwarna. Matanya merah karena kurang tidur, tapi ia memaksa diri untuk tetap membaca ulang bab terakhir.
Di sudut ranjang, Medi menatapnya sambil mengunyah biskuit.
“Nik, udahlah. Kalau terus dipaksa, otakmu bisa blank pas ujian.”
Arunika menutup buku, menarik napas panjang. “Aku nggak boleh dapat nilai jelek, Med. Kalau nilai turun, beasiswa bisa hilang. Ayah… aku nggak mau bikin beliau kecewa.”
Medi tersenyum miring, berusaha menenangkan sahabatnya. “Hei, kamu itu rajin banget. Nilaimu nggak mungkin jatuh. Lagian, dosen juga tau kok kamu anaknya pintar. Jangan bikin diri kamu tegang.”
Arunika hanya mengangguk pelan. Dalam hatinya, ia tahu Medi benar. Tapi ia tidak bisa berhenti merasa dikejar. Beasiswa adalah nyawa perkuliahannya. Tanpa itu, mustahil ia bisa lanjut kuliah dengan nyaman.
Ruang ujian dipenuhi wajah tegang. Semua mahasiswa duduk berjajar, beberapa menunduk berdoa, sebagian lain menggerakkan bibirnya mengulang rumus.
Arunika duduk di barisan tengah. Ia merapatkan kedua telapak tangannya sebentar, memohon ketenangan. Di sampingnya, Medi juga bersiap dengan wajah serius.
“Semangat ya, Nik,” bisik Medi.
Arunika mengangguk. “Kamu juga.”
Lembar soal dibagikan. Suara gesekan kertas membuat jantung Arunika makin cepat. Ia menatap soal di depannya. Rumit, tapi bukan berarti tidak bisa. Ia mencoba mengingat semua yang dipelajarinya semalam. Tangannya segera bergerak menulis jawaban.
Sepuluh menit pertama, semua terasa lancar. Tapi pikiran Arunika tiba-tiba melayang: Bagaimana dengan Raka?
Mereka beda kelas, beda jurusan. Tentu Raka sedang ujian di tempat lain. Tapi bayangannya justru muncul di sela-sela konsentrasinya. Wajah Raka, caranya menatap, suaranya yang ringan namun penuh keyakinan. Apa dia juga sedang tegang? Apa dia ingat kalau aku sedang ujian sekarang?
Arunika menggeleng pelan, berusaha fokus lagi. Namun pikiran itu seperti jejak tinta yang menempel di benak, sulit dihapus.
Di ruang lain, Raka duduk di bangku belakang kelasnya. Ia menatap soal jurusan teknik yang penuh hitungan. Tapi sebelum menulis, ia sempat menutup mata sebentar. Semoga Arunika bisa ngerjain dengan lancar. Dia pasti bisa, aku percaya.
Ia menarik napas panjang, lalu mulai menulis.
---
“Sepuluh menit lagi,” suara pengawas menggema.
Arunika terkejut, menyadari masih ada dua soal yang belum ia tulis. Jantungnya berdegup kencang. Ia menunduk, menulis secepat mungkin. Tangan kirinya sampai berkeringat dingin.
Medi yang sudah selesai, melirik sekilas sahabatnya. Ia ingin membantu, tapi tentu itu mustahil. Hanya bisa mendoakan dalam hati.
Bel tanda selesai berbunyi. Arunika menutup lembar jawabannya dengan napas tersengal. Ia tahu jawaban terakhirnya ditulis terburu-buru.
Saat keluar kelas, Medi merangkul bahunya.
“Kamu kenapa? Tadi panik banget, ya?”
Arunika tersenyum kecut. “Iya… semoga hasilnya nggak jelek. Aku takut beasiswaku…”
Belum sempat ia melanjutkan, ponselnya bergetar. Ada pesan masuk. Dari Raka.
“Run, udah selesai? Jangan stres ya. Nanti aku traktir kamu minum es coklat favoritmu.”
Arunika menatap layar ponselnya lama. Bibirnya melengkung tipis, ada rasa hangat menyusup.
Medi melirik penasaran. “Raka lagi?”
Arunika menunduk, malu-malu. “Iya…”
Medi tersenyum nakal. “Ya ampun, kalian itu. Baru ujian aja udah manis-manisan.”
Arunika menghela napas. Dalam hati, ia sadar: ujian tengah semester baru saja selesai. Tapi ada ujian lain yang masih panjang—ujian tentang perasaan, tentang hubungan, dan tentang masa depan.
Sore itu, seperti janjinya, Raka benar-benar menunggu di depan gerbang kampus. Membawa dua gelas es coklat dalam plastik bening. Begitu melihat Arunika keluar bersama Medi, ia tersenyum lebar.
“Yang cantik-cantik udah selesai perang, ya?” sapanya santai.
Arunika hanya tersipu. Medi langsung menyambar satu gelas. “Makasih, Rak! Aku ikut minum ya. Hehe.”
Raka tertawa, menatap Arunika lebih lama.
“Run, kamu pasti bisa kok. Nilaimu bagus. Percaya deh.”
Kalimat sederhana itu membuat dada Arunika sedikit lebih lapang. Untuk pertama kalinya hari itu, ia merasa benar-benar lega.
Mobil Purnomo datang bertepatan dengan habisnya es coklat di tangan Arunika dan Medi. Arunika langsung pamit dan masuk ke dalam mobil.
Raka mencoba menyapa Purnomo yang menurunkan kaca mobilnya. Ada Media jadi, Raka merasa aman.
"Sore Om!"
"Ayah, sore!" sapa Medi dan membuat Raka kaget.
"Duluan ya!" sahut Purnomo singkat dan memberi senyum.tipis.
Kendaraan roda empat itu menjauh dan menghilang. Raka mengelus dadanya yang berdetak kencang.
'Yang sabar ya Bro. Kalau nanti kamu jodohnya Arunika. Pasti nggak akan kemana!" sahut Medi menenangkan Raka.
Raka hanya diam membisu sambil menatap arah di mana mobil itu berlalu.
Bersambung.
next?
yuhuuu
kamu d manaaaaa
Aru rindu niiiih
kamu jahara ikh
😄😄✌️
Arunika n Media hebat!!!
selamat y buat xan berdua n tetap semangat