BOCIL HARAP MENEPI DULU.
*
"
Valencia Remi, seorang gadis muda usia 19 tahun dari desa. Dia memiliki rambut hitam panjang dan mata coklat yang indah. Senyumnya manis dan lembut, membuat semua orang jatuh cinta pada-nya. Cia Pergi ke kota jakarta untuk mengejar impian kuliah di universitas.
*
Cia berteman dengan seorang yang sudah lama tingal di jakarta dan memperkenalkan Kehidupan malam kota yang glamor.
*
Cia mulai terjebak dalam pergaulan bebas dan mengenal Aksa yang menawarkan Kehidupan mewah.
*******
"Jadi Cewek Gue, makan seluruh kehidupan Lo....Gue yang tanggung." Kata Aksa.
*
"Kamu tau kan ? Aku sudah punya pacar." Jawab Cia.
*
*
Penasaran dengan pilihan Cia ? Yuk ikuti kisahnya..!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nuna Nellys, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
21. Terapis & rebutan mie
0o0__0o0
Apartemen jam 24.15 malam, di ruang tengah..!
Aksa tidak menyangka bahwa ancaman-nya bisa memicu trauma buat Cia. Ia sangat menyesali mulut-nya yang tidak bisa di kontrol akibat emosi sesaat.
"Mulut sialan." Umpat Aksa merutuki kebodohan-nya.
Ingatan tentang kejadian sekelompok orang-orang yang melecehkan-nya berputar-putar bak kaset rusak di memori Cia. Gadis itu terus menangis dalam diam hingga sesak nafas.
Cia duduk di sofa di ruang tengah, tubuhnya gemetar hebat saat dia mencoba menahan tangisnya. Dokter psikiater, Dr. Maya, duduk di depannya dengan ekspresi empati dan sabar.
"Cia, aku di sini untukmu. Aku ingin membantu kamu melewati ini," katanya dengan suara yang hangat dan penuh pengertian.
Cia terus menangis, napasnya sesak, dan tubuhnya gemetar semakin keras. Dr. Maya memberikan tisu kepada Cia dan membiarkan-nya menangis tanpa interupsi, menunjukkan bahwa dia mendengarkan dan memahami perasaan Cia.
Setelah beberapa saat, Dr. Maya berbicara lagi, "Cia, kamu aman di sini. Aku ingin kamu tahu bahwa perasaanmu valid. Kamu tidak sendirian dalam menghadapi trauma ini."
Dr. Maya kemudian membantu Cia untuk mengatur napasnya, mengajarkan teknik relaksasi untuk mengurangi kecemasan dan stres.
"Tutup matamu, Cia, dan tarik napas dalam-dalam. Rasakan napasmu masuk dan keluar. Biarkan ketegangan dalam tubuhmu pergi," katanya.
Cia mencoba mengikuti instruksi Dr. Maya, dan perlahan-lahan, napasnya mulai teratur.
Aksa berdiri di samping menjulang tinggi di samping ruangan tamu mengamati Cia dengan penuh rasa sesal dan juga khawatir.
Setelah beberapa menit, Cia membuka matanya dan melihat Dr. Maya dengan mata yang merah dan bengkak.
"Aku... aku tidak tahu apa yang terjadi pada aku," Cia berkata dengan suara yang bergetar.
Dr. Maya tersenyum lembut. "Itu normal, Cia. Trauma bisa mempengaruhi kita dalam banyak cara. Tapi kita bisa melewati ini bersama-sama."
Dr. Maya kemudian memulai sesi terapi dengan meminta Cia untuk menceritakan apa yang terjadi padanya. Cia mengambil napas dalam-dalam dan mulai menceritakan kisahnya, dengan Dr. Maya mendengarkan dengan penuh perhatian dan empati.
Melalui sesi terapi ini, Dr. Maya membantu Cia untuk memproses traumanya dan menemukan cara untuk mengatasi kecemasan dan stres yang menyertainya.
Dengan dukungan dan bimbingan Dr. Maya, Cia mulai merasa lebih baik dan lebih percaya diri untuk menghadapi tantangan hidupnya.
"Terima kasih, Dr. Maya. Aku merasa lebih baik sekarang," Cia berkata dengan senyum kecil.
Dr. Maya tersenyum kembali. "Aku senang mendengar-nya, Cia. Kita akan terus bekerja sama untuk membantu kamu pulih sepenuh-nya."
Setelah sesi terapi yang panjang dan emosional, Dr. Maya memutuskan bahwa Cia membutuhkan bantuan tambahan untuk mengelola gejala trauma dan kecemasan-nya.
"Cia, aku ingin meresepkan beberapa obat untuk membantu kamu mengelola gejala-gejala yang kamu alami," katanya dengan suara yang lembut.
Cia menatap Dr. Maya dengan sedikit kekhawatiran. "Obat apa yang harus aku minum, Dok?" tanya-nya.
Dr. Maya menjelaskan, "Aku akan meresepkan antidepresan yang dapat membantu mengurangi gejala depresi dan kecemasan yang kamu alami.
"Obat ini juga dapat membantu kamu tidur lebih nyenyak dan mengurangi kecemasan yang kamu rasakan."
Cia mengangguk, masih sedikit ragu-ragu. "Baiklah, Dok. Aku percaya pada Anda."
Dr. Maya tersenyum dan menulis resep obat untuk Cia. "Aku akan meresepkan Sertraline 50mg, satu tablet sehari. Aku juga akan meresepkan Alprazolam 0,5mg untuk membantu kamu mengelola kecemasan yang tiba-tiba.
"Namun, aku ingin kamu tahu bahwa Alprazolam hanya untuk di gunakan dalam jangka pendek dan tidak boleh di gunakan secara berlebihan."
Cia mengangguk, memahami instruksi Dr. Maya. "Aku akan ingat, Dok. Berapa lama aku harus minum obat ini?"
Dr. Maya menjelaskan, "Aku ingin kamu minum obat ini selama beberapa bulan, dan kita akan memantau kondisi kamu secara teratur."
"Aku juga ingin kamu tahu bahwa obat ini tidak akan membuat kamu ketergantungan, tapi kita perlu memantau efek sampingan dan menyesuaikan dosis jika perlu."
Cia mengangguk, merasa lebih tenang setelah memahami instruksi Dr. Maya. "Terima kasih, Dok. Aku akan minum obat ini sesuai dengan instruksi Anda."
Dr. Maya tersenyum dan memberikan resep obat kepada Cia. "Aku percaya pada kamu, Cia. Aku yakin kamu akan baik-baik saja."
Cia mengangguk sambil tersenyum tipis, Ia merasa lega dan jauh lebih baik setelah dapat bimbingan dari dokter Maya. Dan Aksa yang melihat itu juga ikut lega.
Dokter Maya membereskan semua barang-barang nya lalu berpamitan. "Cia, tuan muda, saya permisi dulu." Kata-nya.
Aksa mengangguk singkat dengan wajah datar'nya, sedangkan Cia tersenyum kecil. "Hati-hati di jalan dokter." Kata Cia.
Dokter Maya mengangguk singkat lalu meninggalkan apartemen Aksa dengan nafas lega. Dia dokter terbaik yang di panggil oleh Papa-nya Aksa.
Aksa berjalan menghampiri Cia, lalu duduk di samping-nya. Tangan-nya mengelus lembut pipi gadis-nya yang terlihat memerah.
"Apa yang Lo rasakan saat ini ?" Tanya Aksa lembut.
Cia menatap Aksa dengan wajah cemberut, "Aku baik-baik saja." Jawabnya.
Aksa menaikkan alisnya ke atas bingung, "Lantas kenapa tiba-tiba cemberut, Hem ?"
"Aku lapar dan aku tidak mau makan muntahan bayi." Kata-nya serak.
Aksa menghela nafas, saat ini pelayan sudah tidak ada dan Cia kelaparan di jam segini. "Ok, aku masakin mie. Tunggu di sini." Ujar-nya lembut.
Wajah Cia langsung sumringah dengan senyum lebar menghiasi wajah-nya. "Terimah kasih Aksa. Aku mau yang pedas." Ucap'nya.
Hampir aja Aksa emosi mendengar permintaan Cia, namun laki-laki itu mengontrol-nya mengingat kondisi Cia baru membaik.
"Ok, Kasih gue ciuman dulu." Modus-nya.
Cia yang memang kelaparan dan tidak sabar ingin makan mie, langsung memberikan Aksa kecupan.
"Cup..!"
Cia mengecup singkat pipi Aksa.
Bukan-nya seneng Aksa malah masam, "Gue mau ciuman buka kecupan, Valen." Kata'nya gemas.
Cia menatap Aksa dengan wajah bingung, "Ya, itu kan udah. Bukanya sama aja ya ?" Ucap-nya polos.
"Tidak sama Little Bunny." Kata Aksa gemas.
"Terus...?" Kata Cia penasaran.
"Terusa-nya nanti setelah Lo selesai makan. Gue akan mencium Lo sendiri." Jawab-nya.
Aksa langsung bangkit setelah mengacak rambut Cia, si-empu malah garuk-garuk lehernya yang tiba-tiba gatal.
0o0__0o0
Di dapur, laki-laki jakun itu lagi memotong buah-buahan untuk Cia. Lalu di masukkan ke dalam kotak ukuran sedang sambil menunggu air di dalam panci mendidih.
Kini kotak itu sudah penuh dengan potongan buah apel, pir, melon, anggur dan stroberi. Aksa membawa ke ruang tengah tempat Cia menunggu.
"Makan buah dulu." Ucap-nya lembut. Sambil menaruh sekotak buah di tangan Cia.
Cia mendongak menatap wajah Aksa yang membungkuk di depan-nya. "Terima kasih." Ucap-nya tersenyum haru.
Cia merasa Jantung-nya berdebar-debar saat berada di dekat Aksa, rasa nyaman dan aman mulai Ia rasakan. Kehadiran Aksa perlahan-lahan mulai memasuki ruang hatinya.
Aksa tersenyum tipis, senyum yang tidak pernah Ia berikan pada orang lain di luar sana. Kecuali Cia dan keluarga-nya.
Cup..!
Aksa mengecup singkat bibir bengkak Cia, lalu melenggang pergi ke dapur kembali.
"Sial Little Bunny gue begitu meng-gemaskan."
Ck, Seperti-nya gue harus segera menyingkirkan cowok kampung-nya itu.
Aksa ber-guman dalam hati dengan rencana-rencana licik yang sudah tersusun rapi.
Tangan-nya dengan cekatan memotong sosis dan bakso, lalu memasuk-kan ke dalam panci yang sudah mendidih. Aksa juga menambahkan dua telor lalu mengaduk-nya menjadi satu.
Aroma khas mie instan langsung menyebar ke seluruh ruangan dapur. Tidak lupa Aksa menambahkan 1 irisan cabai merah rawit ke dalam-nya.
Cetek..!
Aksa mematikan kompor setelah mie-nya sudang mateng, lalu menuang ke dalam mangkok ber-ukuran sedang. Cukup untuk dua porsi orang.
Pertama kali dalam hidup-nya seorang tuan muda Aksa mau memasak tengah malam, dan hanya Cia yang bisa melakukan itu. Jika itu orang lain ? Mana Sudi Aksa mau repot-repot.
0o0__0o0
Aksa sudah duduk di sofa ruang tengah, dan mengaduk mie instan kuah yang masih mengepul panas.
"Jangan dekat-dekat, Valen. Ini masih panas." Tegur Aksa saat Cia mendekat-kan wajah'nya di atas mangkuk.
"Aku cuma mau lihat sebentar, Aksa. Kamu kok pelit gitu sih ? Kata orang di kampung aku orang pelit kubura-nya sempit." Cerocos-nya.
"Ya, iyalah sempit. Orang kampung kebanyakan drama, sudah miskin, suka julid, banyak bertingkah pula." Saut-nya santai.
"Kamu menghina aku ?" Sengit-nya.
"Emang-nya gue ada sebut nama Lo ?" Saut-nya santai. Mulut-nya meniup mie yang ada di sumpit.
Cia meng-gelengkan kepala'nya pelan, "Gak ada sih, tapi kan aku orang kam_____"
Aksa memasukkan mie yang sudah hangat ke dalam mulut Cia. "Makan, nyerocos tidak akan buat Lo kenyang." Kata-nya terkekeh kecil.
Cia mengangguk "Mie-nya enak, kamu pintar masak juga ternyata." Puji-nya sumringah.
"Ya, dan hanya khusus buat Lo." Jawab-nya arogan. dalam hati Ia berbunga-bunga karena dapat pujian dari pujaan hatinya.
Cia Langsung menatap sengit Aksa, "Kok kamu ikut makan, nanti kalau aku kurang gimana ?". Protes-nya saat melihat Aksa juga ikut makan.
Sorot mata Cia jelas memancarkan tatapan tidak rela dan tidak mau berbagi pada Aksa. Meskipun Aksa yang memasak-nya.
Cia memegang mangkok yang ada di tangan Aksa, "Sini aku mau makan sendiri aja." Sambung-nya tidak sabar.
Aksa mendelik, "Astaga Valen, ini tuh banyak. Gue bikin dua porsi. Lo ti____"
"Aku sekali makan 3 porsi." Samber-nya cepat.
Cia menarik-narik mangkok di tangan Aksa, namun cowok itu tidak mau melepaskan. Dan jadilah aksi tarik-menarik, tidak ada yang mau mengalah.
"Bagi 2 lah, Valen. Rakus amat Lo kecil-kecil." Aksa mendelik sebal.
"TIDAK. CEPAT SINIIN ATAU AKU AKAN NANGIS NIH." Tekan-nya mengancam.
Mendapatkan ancaman itu jelas saja Aksa tidak berkutik, mana tega Ia membuat Little Bunny nya menangis. Terlebih lagi Ia takut jika Cia sesak nafas lagi.
Jadi mau tidak mau Aksa harus mengalah, walupun perut'nya juga keroncong. Dan mulutnya ngiler.
"Sial, nih..nih..nih...makan tuh mie sama mangkok-mangkok nya." Sinis-nya mendorong-dorong mangkok ke dada Cia.
Cia langsung membawa semangkuk mie dan di letakkan di atas meja. Ia duduk di bawah dengan senyum lebar.
"Tuh..." Cia meletak-kan kotak buah yang tinggal setengah ke tangan Aksa. "Kamu makan buah aja biar sehat, kata netizen mie instan tidak sehat." Sambung-nya senyum lebar.
Aksa tambah mendelik horor karena di nistakan. Ia yang masakin, namun tidak boleh ikut makan.
"Baru juga icip sesuap." Dumel Aksa. Sambil memasukkan potongan buah dengan kasar ke dalam mulut-nya.
Aksa menatap sengit ke arah Cia yang begitu lahap memakan masakan mie buatan-nya. "Dasar Bocil rakus." Dumel-nya lagi.
"Nanti kamu makan mangkok-nya biar adil." Samber Cia terkekeh. Tanpa menoleh ke arah Aksa yang tetap duduk di atas sofa.
Cia memakan Mie-nya dengan lahap tanpa mem-perdulikan gerutuan dari Aksa yang duduk di belakang-nya.
Aksa menyeringai, "Oh...Little Bunny gue mulai berani rupa-nya. Lihat aja nanti...gue lahap habis bibir-nya sampai dower."
0o0__0o0
Jangan lupa tinggalkan jejak. Thank you..!