NovelToon NovelToon
Hingga Aku Tak Lagi Menunggu

Hingga Aku Tak Lagi Menunggu

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Nikahmuda / Diam-Diam Cinta / Cinta pada Pandangan Pertama / Wanita Karir / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:1.5k
Nilai: 5
Nama Author: Nclyaa

Asha, seorang gadis muda yang tulus mengabdikan diri di sebuah rumah Qur'an, tak pernah menyangka bahwa langkah ikhlasnya akan terseret dalam pusaran fitnah. Ia menjadi sasaran gosip keji, disebut-sebut memiliki hubungan gelap dengan ketua yayasan tempatnya mengajar. Padahal, semua itu tidak benar. Hatinya telah digenggam oleh seorang pemuda yang berjanji akan menikahinya. Namun waktu berlalu, dan janji itu tak kunjung ditepati.

Di tengah kesendirian dan tatapan sinis masyarakat, Asha tetap menggenggam sabar, meski fitnah demi fitnah kian menyesakkan. Mampukah ia membuktikan kebenaran di balik diamnya? Atau justru namanya akan terus diingat sebagai sumber aib yang tak pernah ia lakukan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nclyaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Rusaknya image Asha

"AAAAHHHHHHH! Aduhh—hhuhhh… aaaaaa!"

Teriakan itu datang mendadak. Panjang, melengking, dan penuh tekanan, memecah kesunyian 10 malam terakhir di bulan Ramadhan. Udara yang semula tenang tiba-tiba terasa bergetar, seolah dinding rumah ikut menyalurkan getaran suara itu ke segala arah.

Di ruangan itu Asha terlungkup diatas kasur tipis berwarna putih, wajahnya menegang, rambutnya berantakan berlomba-lomba untuk keluar dari dalam hijab yang semula terpasang rapi di kepalanya,namun kini sudah berantakan seiring pergerakannya, dan kedua matanya terpejam rapat. Tangannya mencengkeram lengan Naira dengan kekuatan yang membuat lengan temannya memerah.

Nada teriakannya naik-turun mengikuti ritme pijatan. Setiap kali jemari tukang urut menekan titik tertentu di kaki Asha, ada jeda singkat seolah ia sedang menarik napas, lalu ledakan suara pun terjadi.

Naira meringis sambil melirik lengan sendiri yang mulai terlihat bekas cengkraman Asha.

"Shaa… kalau sakit gak masalah, teriak aja. Tapi plis, jangan diremes juga tangan akunya, ini sakit banget tau," katanya, mencoba tetap tenang meskipun sedang menahan tawanya agar tidak pecah.

"M-maaf Nai, in-ini ssak-SAKIT BANGET DEMI ALLAH! AAAAH!" ujarnya ditengah perjuangan menahan sakit. Sementara Naira sudah tidak bisa menahan tawanya lagi.

Bu Titi (tukang urut) tidak bergeming. Gerakannya teratur, berpindah dari pergelangan kaki, naik ke betis, lalu merambat ke paha. Dan ketika sampai di pinggul, Asha sedikit terperanjat, tubuhnya menegang, dan teriakannya kali ini benar-benar memecah telinga.

"YA ALLAAAHHH!!! SAKITTTTT!!!"

Naira memejamkan mata, berusaha tidak tertawa. Dalam hati ia merutuki dirinya, namun uang juga berpendapat urut pinggul memang sakit, tapi reaksi Asha kali ini terasa terlalu dramatis.

"Wajar Sha kalo sakit, ini pertama kalinya kan kamu diurut hehe," kekeh Naira ditengah suara riuh teriakan Aaha.

Di teras depan, tiga pria yang sedang duduk sudah menoleh sejak teriakan pertama terdengar. Nael duduk menyandar di kursi plastik sambil memegang gelas teh. Afkar duduk di sebelahnya, miring menghadap pintu, sementara di ujung kursi duduklah ustadz dengan postur tegap dan tatapan lurus kedalam, menampilkan ekspresi khawatir di wajahnya.

Nael melirik Afkar, senyumnya sulit disembunyikan. Afkar menutup mulut dengan tangan, matanya sudah berair menahan tawa.

"Serius, itu Asha?" bisik Nael pelan.

Afkar mengangguk cepat, kemudian menjawab pertanyaan Nael.

"Iyaa,"

Keduanya nyaris tertawa, tapi begitu ustadz Alam melirik sekilas, mereka langsung mengubah ekspresi jadi serius. Sebenarnya mereka juga khawatir, karena gadis yang mereka sukai sedang menderita didalam. Tapi mereka juga sependapat dengan Naira, Asha terlalu berlebihan berekspresi hanya karena urut kaki.

Teriakan dari dalam terdengar lagi, kali ini lebih panjang. Nael dan Afkar kembali saling pandang.

"Ane nggak nyangka ustadzah Asha punya suara segede itu," gumam Nael setengah berbisik.

Afkar menahan tawa. "Biasanya ngomong aja pelan banget, ternyata selama ini diemnya karena nyembunyiin suara emas."

Ustadz Alam menghela napas pendek, lalu mengalihkan pandangannya ke jalan. Entah ia juga menahan tawa atau memang khawatir, tapi tatapannya membuat Nael dan Afkar kembali menahan diri.

Di dalam, Asha sudah terengah-engah. Napasnya cepat, wajahnya memerah, dan pelipisnya berkeringat. Naira mengelus bahunya pelan, berusaha memberi semangat.

"Dikit lagi, Shaa… sabar… bentar lagi kelar."

Tapi bukannya mereda, tukang urut justru menekan satu titik lagi di pinggul. Asha kembali menjerit, bahkan lebih keras dari sebelumnya, membuat semua orang di luar ruangan pasti mendengar.

Di teras, Nael menutup wajah dengan tangan, bahunya berguncang menahan tawa. Afkar pura-pura batuk, padahal jelas sedang berusaha mengendalikan dirinya. Ustadz Alam menatap ke arah mereka, dan hanya dengan satu tatapan itu, keduanya kembali diam.

Meski begitu, di dalam hati, Nael dan Afkar sudah sepakat tanpa perlu bicara. Setiap kali nanti mereka bertemu Asha, suara teriakan ini akan selalu terngiang, dan mereka takkan pernah mendengar suaranya dengan cara yang sama lagi.

"Kamu diurut udah kayak simulasi lahiran Sha!" ucap Naira setelah Asha selesai dengan penderitaannya.

"Gak mau lagi aku diurut Nai, setengah nyawa berasa mau copot." ujarnya berlebihan membuat tawa Naira semakin pecah.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Setelah membayar jasa urut Bu Titi, mereka pun berpamitan. Malam semakin larut, hawa dingin mulai menyusup di antara pakaian, membawa aroma tanah basah dan suara serangga yang meramaikan kesunyian. Lampu-lampu rumah sekitar sebagian besar sudah padam, menyisakan jalanan lengang yang diterangi cahaya remang dari bulan dan beberapa bohlam pinggir jalan.

Kembali ke posisi semula, Asha dan Naira duduk di kursi tengah, Nael memilih kursi paling belakang, sementara ustadz Alam duduk di kursi depan, di samping sopir mereka, Afkar. Begitu pintu mobil tertutup rapat, kabin terasa hangat dan redup, hanya disinari temaram lampu dashboard. Afkar menyalakan mesin, lalu mobil perlahan melaju, meninggalkan halaman rumah Bu Titi dan membelah gelapnya jalan desa.

Di kursi depan, ustadz Alam bersandar dengan mata terpejam, kelelahan membuat napasnya teratur dan dalam. Naira pun sudah mulai tertidur, kepalanya miring ke arah jendela. Asha menghela napas, mencoba menikmati perjalanan yang tenang, hingga matanya tanpa sengaja menangkap pantulan di spion tengah.

Di sana, ia melihat Nael duduk santai, tapi dengan senyum yang membuat pipinya terasa panas. Sesaat kemudian, tatapannya bergeser, dan ia mendapati Afkar juga tersenyum tipis di kursi pengemudi. Senyum itu bukan tanpa alasan Asha tahu betul apa yang mereka pikirkan.

Mereka pasti sedang mengingat kejadian tadi, saat dirinya tanpa sadar berteriak cukup keras saat Bu Titi memijat bagian pinggul yang terasa nyeri. Teriakannya yang spontan dan agak memalukan itu rupanya masih segar di ingatan keduanya, dan sekarang, di tengah sunyi malam, memunculkan senyum penuh arti di wajah mereka.

Asha buru-buru memalingkan wajah, menatap keluar jendela seolah sibuk menikmati pemandangan gelap. Tapi jantungnya tetap berdebar, bukan hanya karena malu diingatkan pada teriakannya, tapi juga karena tatapan dan senyum mereka yang terasa terlalu sulit untuk diabaikan.

"Rusak sudah imageku di depan asatidz ini," batinnya yang menyesali tingkah lakunya tadi.

"Gimana ustadzah? Udah mendingan?" tanya Afkar dari arah depan tanpa menoleh.

"Dia nanya karena khawatir atau pengen ketawa lagi?" selidik Asha dengan curiga.

"Alhamdulillah lebih enak dari sebelumnya," jawab Asha seadanya.

"Alhamdulillah," balasnya sopan dengan senyuman manis menghiasi wajahnya Afkar.

"Nahkan senyum lagi!" lagi lagi batin Asha merasa curiga saat Afkar tersenyum setelah mendengar jawaban darinya. Ia merasa bahwa pria itu ingin menertawakannya yang hilang kendali tadi.

"Denger-denger ustadzah Asha udah mau nikah ya?" kata Afkar memulai obrolan, agar tidak canggung.

"Rumor itu, jangan dipercaya!" bantah Asha.

"Ada rencana nikah usia berapa ustadzah?" tanyanya penasaran.

"Belum tau tadz, kadang kalo kita rencanain sesuatu belum tentu terjadi sesuai rencana kan. Bisa jadi lebih maju atau bahkan mundur jauh dari yang direncanakan." jelas Asha dengan suara yang sedikit ia keraskan agar targetnya mendengar.

"Berarti belum ada rencana nikah ya dalam waktu dekat ini?" tanyanya lagi.

"Na'am," balasnya singkat kemudian menatap kembali kearah jendela mobil.

Sementara Afkar yang mendengar jawaban tersebut tak bisa menahan perasaan senang dalam hatinya, begitupula dengan Nael yang duduk di kursi belakang, ia juga merasa masih ada harapan untuknya maju.

1
Takagi Saya
Aku suka gaya penulisanmu, jangan berhenti menulis ya thor!
Nclyaa: Timakaci❤
total 1 replies
°·`.Elliot.'·°
Kreatif banget!
Nclyaa: timakaci ❤
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!