Setelah mendapatkan air sumur pertama, kedua, ketiga, keempat , kelima, dan keenam, tinggal ketujuh....konon di sumur inilah telah banyak yang hanya tinggal nama.....mengerikan !
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Artisapic, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB XXX TUMBAL NYAWA
Kakek Palon dan juga kawan-kawannya melihat banyak jasad manusia yang saling bergelimpangan bahkan sudah ada yang hampir membusuk, bau tak sedap begitu terasa di atas bukit itu. Sabdo segera menggali tanah dibantu oleh Lengser dan juga beberapa warga yang ikut. Sementara kakek Palon memasuki sebuah gubuk yang di dalamnya merupakan sebuah tempat pemujaan dengan beberapa sarana yang hampir semuanya berantakan.
Di dalam ruangan kecil itu terlihat sebuah patung dari batu berwujud seorang wanita seperti patung Durgandini, juga ada semacam dupa dari anglo dan beberapa bekas sesaji serta ada sebuah gerabah berisi air. Dan yang paling mengagetkan adalah terdapat serbuk racun yang disimpan di dalam botol kecil, juga beberapa uang kertas dan recehan yang berserakan, juga ada sejenis tikar anyaman yang tertata rapi di lantai, serta sebuah lampu tembok tanpa minyak dan sebuah bejana dari tanah dengan semua isinya berupa darah yang begitu anyir dan amis.
Kakek Palon mengamati setiap sudut ruangan kecil itu lalu keluar kembali dengan perasaan begitu kecewa.
"Nanti di dalam juga dibersihkan atau dibakar saja terserah kalian, ini sebuah tempat pemujaan kepada Dewi Durga ki sanak," kata kakek Palon.
"Baik kek, akan kami jalankan perintah semuanya," jawab salah satu warga.
Sementara itu Sabdo dan Lengser dan beberapa warga lain mengangkat mayat-mayat itu untuk dikubur dalam satu liang lahat. Pemandangan yang sangat mengenaskan justru menimpa beberapa anak kecil juga beberapa bayi di bawah dua tahun.
"Hmmmmm...ini tindakan biadab siapa", gumam kakek Palon sambil menyalakan tumpukan kayu membuat tempat memasak air.
Selesai menguburkan para jasad di bukit itu, semua berkumpul sambil menikmati minuman kopi, sementara hanya kakek Palon yang duduk sendiri di gubuk itu. Lalu sambil membawa secangkir kopi, Sabdo mendekati kakek Palon.
"Ini kek kopinya, silahkan diminum," ujar Sabdo sambil mencicipi kopi.
"Iya, terima kasih ki sanak, semua sudah kebagian kopi belum ?" tanya kakek Sabdo.
"Sudah kek, bahkan lebih satu, oh iya....sebetulnya ini apa, tempat apa ini ?" tanya Sabdo.
"Huh.....saya juga tidak paham ini tempat apa, tapi banyak dupa juga banyak sarana pemujaan, bisa jadi ini sebuah ajaran yang menyesatkan," jawab kakek Sabdo sambil menghela nafas.
"Kalau begitu kita selidiki kek, siapa tahu lain dengan si babi itu," usul Sabdo.
"Jelas lain ki sanak, ini sebuah sekte atau aliran sesat ki sanak," tegas kakek Palon sambil memandang Sabdo.
"Wah....kalau begitu kita bermalam saja di sini kek," kata Sabdo.
"Rencana sih begitu tapi kalau semua mau ya kita bermalam di sini, kalau tidak ada biarkan saya yang di sini ki sanak," tutur kakek Palon.
Akhirnya Sabdo menghampiri semua temannya, agar bermalam di bukit itu. Semua yang ikut selalu siap membantu dan siap bermalam di bukit itu. Dan saat malam tiba, semua yang tadinya berada di bukit itu sengaja meninggalkan tempat itu dan memilih tempat lain untuk melihat siapa yang tega dan berbuat keji itu.
Malam semakin larut dan suasana di bukit itu sepi dan sunyi. Kakek Palon dan para pengikutnya juga selalu berjaga secara bergantian. Tepat tengah malam, di bukit itu dari kejauhan tampak banyak cahaya dari nyala obor yang saling beriringan menuju ke bukit itu. Tampak di depan seseorang dengan pakaian serba hitam dengan postur tinggi besar, ia membawa sebuah tongkat berwarna hitam dan kepala tongkatnya berbentuk sepotong kepala wanita dengan wajah bertaring dan tampak mulutnya menganga dengan dua tanduk di kepalanya. Dan di tangan kanan tampak memegang sebuah obor, sementara ia memakai gelang yang berbentuk duri-duri dari gigi taring seekor harimau, dan tampak warna kulitnya hitam legam.
Di belakang lelaki itu secara berbaris rapi banyak orang mengikutinya , ada ibu-ibu yang berjalan tanpa menengok dengan pandangan kosong, juga banyak ibu-ibu membawa anak kecil , bahkan ada juga anaknya yang menangis, namun tampak ibu-ibu itu tidak peduli dengan rengekan anaknya, juga bapak-bapak yang semuanya berjalan tanpa menengok. Iring-iringan itu terus menuju bukit tadi, dan orang di depan itu akhirnya memasuki area gubuk tempat pemujaan. Tampak semua mengikuti orang tadi, lalu orang bertinggi besar itu memasuki gubuk kecil tadi, dan terdengar suara pintu terbuka, dan ia kembali untuk menemui para pengiringnya.
"Tempat ini sudah tidak nyaman saudaraku, tempat ini sudah ditutup untuk ritual kita saudaraku, tempat ini....tempat ....siapa pelakunya.....siapaaaaaaaa," teriak orang itu.
Sementara yang mengiringi dia yakni orang-orang tadi hanya diam. Lalu orang yang menjerit tadi membuka sebuah tutup di bawah gubuk dan ia berkata ;
"Saudaraku...semua telah hilang, semua telah gagal, kini kau masih berwujud seperti itu, aku yang salah saudaraku, aku yang salah," katanya.
Lalu laki-laki tinggi itu kembali berdiri dan memandang sekeliling, dan dalam hatinya tidak mungkin saudaranya berbuat seperti itu, tempat yang biasanya banyak mayat berserakan, kini menjadi bersih seperti itu.
"Kalian harus cepat-cepat apa yang akan aku suruh, jangan ada yang membantah, nanti kalian harus minum air ini, air yang akan membuat kalian kaya raya dan menguasai dunia harta kalian, untuk itu , saat aku katakan minum, maka kalian harus cepat-cepat bersaing untuk menghabiskan airnya," kata lelaki itu.
Setelah mengatakan ucapan itu, ia mengisi air dalam sebuah tempat air berupa bejana, dan saat orang-orang itu mau berebut, maka terdengar suara barang pecah, dan ternyata yang pecah itu bejana tadi yang sudah terisi air. Lalu orang itu memandang sekeliling lagi.
"Hai.....siapa yang berani membuat kekacauan ini, siapa....keluar.....keluar...", katanya sambil mencari asal usul benda yang memecahkan itu.
Teriakan orang itu dibalas dengan suara lemparan batu, melihat semua itu, para pengiring tadi berkumpul di pinggir gubuk tadi. Sementara lelaki itu kembali mencari - cari sesuatu. Matanya memandang kesana kemari dan ia melangkah ke depan, dan sambil berdiri, ia mengeluarkan sebilah pedang, lalu ia mendekati seorang ibu yang membawa anak kecil, dan.....anak itu meronta-ronta sambil menangis, sementara ibunya mau merebut anak itu namun sebuah tendangan mendarat di tubuhnya hingga ibu itu terpelanting.
Orang itu lalu mengangkat anam kecil tadi dan sebuah pedang akan diayunkan ke leher anak tadi dan, "...trang..." pedang itu terpental dan jatuh. Orang itu semakin marah dan dilemparlah anak itu ke semak-semak di depan gubuk, anak tadi masuk ke dalamnya. Ibu tadi segera lain mengejar dan mencarinya.
Seseorang telah berdiri di depan orang tinggi itu. Ia adalah Sabdo yang sudah merasa geram atas prilaku orang tinggi tersebut. Dan dengan lantangnya Sabdo berkata :
"Kau bukan lagi manusia, kau bukan lagi ksatria , maka kau akan mati malam ini juga, ingat itu sumpahku," kata Sabdo dengan marah.
Lalu tanpa membalas dengan kata-kata, orang itu langsung menyerang Sabdo, dan dengan gerakan dan jurus yang mematikan, orang itu terus mendesak Sabdo, bahkan Sabdo kini sudah tersudut juga, lalu dengan tendangan yang keras, terdengar suara tubuh yang terpelanting dan jatuh ke tanah.