"Aku insecure sama kamu. kamu itu sempurna banget sampai-sampai aku bingung gimana caranya supaya bisa jadi imam yang baik buat kamu."
~Alvanza Utama Raja
🍃🍃🍃
Ketika air dan minyak dipersatukan, hasilnya pasti menolak keduanya bersatu. Seperti Alvan dan Ana, jika keduanya dipersatukan, hasilnya pasti berbeda dan tidak sesuai harapan. Karena yang satu awam dan yang satu tengah mendalami agamanya.
Namun, masih ada air sabun yang menyatukan air dan minyak untuk bisa disatukan. Begitu juga dengan Alvan dan Ana, jika Allah menghendaki keduanya bersatu, orang lain bisa apa?
🍃🍃🍃
"Jika kamu bersyukur mendapatkan Ana, berarti Ana yang harus sabar menghadapi kamu. Sebab, Allah menyatukan dua insan yang berbeda dan saling melengkapi."
~Aranaima Salsabilla
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon aufalifa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
akad
Ana menatap Ulya yang masih meriasnya. Hati perempuan itu teriris kecewa melihat sahabat satu-satunya menikah dengan lelaki yang didambakannya Ulya terjebak sendiri dengan pertemuannya pada lawan jenis.
"Ana minta maaf ya." Ujar ana tiba tiba, sedangkan ulya masih saja diam tanpa membalas perkataan Ana
"Ulya? kamu marah atau kecewa? Maaf kal-"
"Diam,na. Kamu ngomong aku makin kecewa." Sahut Ulya segera menyelesaikan riasnya pada Ana. Berkali-kali Ulya mengusap sudut matanya yang mau meneteskan air.
Ana kembali diam. la takut salah bicara didepan Ulya. Sepertinya, uya sangat kecewa tetapi ulya juga berusaha mati-matian untuk tidak membenci Ana.
Dirasa udah selesai, Ana langsung memutar badannya menghadap ulya. Sedangkan ulya langsung mengalihkan pandangannya, ia enggan menatap Ana. Ana mendekat, memegang bahu ulya.
"Ulya, kalau kamu nggak rela, biarkan aku yang ngerelain. Sekarang ganti posisi okey.."
Ulya menggeleng lemah, air matanya sudah tak dapat dibendung. Ulya langsung memeluk Ana dengan tangis yang hebat.
"Percuma,na. Alvan nggak cinta sama aku."
"Ulya, cinta itu bukan tolak ukur untuk menjadi hubungan yang harmonis. Percuma juga kalau secinta apapun dia kalau Allah meminta untuk melepas, rasaa cinta itu akan berakhir kandas. Hubungan harmonis bukanlah hubungan dari kata cinta tetapi, hubungan yang harmonis itu berasal dari kebiasaan seseorang dalam menjalin hubungan dengan baik. Kal-"
Ucapan Ana langsung berhenti ketika mendengar suara mic dari bapak penghulu. Itu artinya jika Akad akan Segera dimulai. Ana gelisah tak tenang ketika melihat Ulya yang terus menangis dan tambah nangis di pelukannya.
"Jika Alvan memang terbaik buat kamu, kulepaskan rasa dengan ikhlas, na." Ujar Ulya dengan menyeka air matanya.
Kini, Giliran Ana yang menangis setelah mendengar ucapan sahabatnya, keduanya kembali berpelukan dengan menumpah segala tangisnya.
🍃🍃🍃
Sepeninggal Ulya meninggalkan Ana, Ana langsung pindah posisi. Ia duduk dipinggir kasur menghadap kearah jendela dengan membelakangi pintu, tubuhnya bergetar lantaran gugup, takut dan gelisah. Bapak penghulu mulai berbicara perihal sebuah pernikahan kepada Alvan.
Keadaan ruang tamu yang dipenuhi pengunjung seketika hening begitu melihat Alvan yang hendak mengucap Qobiltu.
Tangan dingin serta keringat dingin menyelimuti Alvan. Kini, tangannya sudah berjabat dengan tangan Ahmad. Harapannya sekarang cuma satu. Semoga Segala kegugupannya tidak menghambat akad sahnya dirinya dengan Ana.
Belajar seharian dengan Ahmad kemarin membuat otak Alvan seakan meledak. Kemarin Alvan ditekan Ahmad untuk menghafal banyaknya doa yang ada.
Dengan mantap dan yakin, Alvan mengucap akad dengan satu tarikan nafas. "QOBILTU NIKAKHAHA WATAZWIJAHA BIL MAHRIL MADZKUR HAALAN!"
KHALAN!!
Akhirnya ucapan sakral itu terucap juga. Alvan sampai menangis dibuatnya, tidak menyangka jika dirinya berhasil memperistri perempuan yang ia dambakan.
"Selamat nak Alvan, semoga menjadi imam dan calon ayah yang bisa membimbing istri serta anaknya kelak."
"Mohon izinnya, bah." Ujar Alvan dengan mencium punggung tangan Ahmad
"Silahkan, nak."
Mendapat persetujuan, Alvan langsung berjalan menaiki tangga bersama mertuanya. Berdiri didepan kamar Ana, Alvan tak berhenti senyum. Jujur dari lubuk hati, Alvan sangat bahagia sekali. Alvan mengetuk pintu sebanyak tiga kali tanda kedatangannya. memutar kenop pintu dan melangkah masuk.
"Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumsalam."
Ana Menoleh kebelakang, dengan segera ia berjalan menghampiri Alvan. Mencium punggung tangan Alvan cukup lama. Disisi lain dengan Alvan, ia berusaha mati-matian untuk mengingat doa yang diajarkan Ahmad kemarin.
Cukup lama, kini gantian Alvan yang mencium kening serta ubun-ubun Ana dengan ringan doa sudah la hafalkan.
"Kamu cantik sekali, Ana." Puji Alvan, Ana hanya memamerkan senyum manisnya.
Setelahnya, Ana berjalan menghampiri Abah dan ibunya. Mencium punggung tangan serta telapak tangan.
"Mohon restunya, Bah."
"Mohon doa restunya, Bu."
"Selalu, sayang." Balas ida sesekali menyeka air yang keluar dari sudut mata Ida
🍃🍃🍃
Satu persatu teman Alvan berbaris untuk bersalaman dengan sang pengantin dan terakhir dengan foto bareng.
"Selamat, Bro."
"Jangan lupa pesenan gue, sebelas Anak, gue nantikan biar gue jadi wasit permainan sepakbola anak lo."
"Nanti malem langsung gas, Boss."
"Selamat untuk pengantin baru."
Alvan hanya merespon dengan senyuman. Sedangkan Ana hanya diam dengan pandangan menunduk.
Disusul Ulya yang berlari menghampiri Ana dan langsung memeluk ana sembari menangis.
"Selamat, na. Nggak akan ada lagi yang negur aku ketika salah." Ujar ulya
"Ulya. Aku menikah bukan untuk menjauh dari kamu. Hanya saja, nantinya yang lebih aku utamakan adalah keluarga. Tapi, bukan berarti kalau aku lupa sama kamu. Menegur dan menasehati adalah kewajiban Aku untuk sahabat aku ketika salah berucap dan salah bertindak." Balas Ana tak kalah panjang lebar.
Alvan menghadap kearah Ana dengan senyum tulusnya. "Sayang, Bunda panggil kita."
"Anjir! udah panggil sayang sayang woy."
"Gas amat lu, Narji!"
Alvan tak merespon ucapan temannya, la langsung menggenggam erat jemari Ana dan berjalan menghampiri Herlin ditemani Ida.
"Kamu cantik sekali, sayang." Puji Herlin, Ana hanya membalas dengan senyum malu-malu
"Maaf ya, nak. Alvan masih belum sepenuhnya bisa bimbing istri Sholehah nya. Tapi percaya sama bunda, seiring berjalannya waktu, Alvan akan belajar semua kewajibannya sebagai seorang suami yang bisa membahagiakan istrinya."
"Kita sama-sama belajar, Bunda." Balas Ana tak kalah lembut
"Kalau dirasa capek, langsung istirahat. untuk sekarang, tinggal dirumah dulu ya. Besoknya baru ikut nak Alvan." Ujar Ida
"Iya, bu."
🍃🍃🍃
Setelah melaksanakan sholat sunah pengantin, Alvan dan Ana memutuskan untuk mengaji. Namun, Alvan tak ikut mengaji karena nantinya Alvan sendiri yang merasa insecure pada istrinya.
"Sayang, aku mau rebahan sambil dengerin kamu ngaji." Ujar Alvan
"Nggak ikut ngaji sekalian?" Tanya Ana
"Nggak. malu sama istriku yang udah pinter ngaji ini." Balas Alvan dengan mencubit pipi serta hidung Ana yang amat pesek
"Sama-sama masih belajar nggak ada yang paling pinter." Ana segera menyamankan duduknya agar mengajinya tenang.
Ana terkejut bukan main ketika melihat kepala Suaminya berada diatas pahanya. Awalnya Ana hendak memindah kepala Alvan, tetapi Alvan malah menyamankan posisinya. Harapan Ana cuma satu, semoga Alvan tidak mendengar detak jantungnya yang berdetak kencang.
Ana pun memilih untuk langsung mengaji mulai dari Juz pertama. Membiarkan Alvan tiduran sambil mendengar dirinya mengaji.
Dua jam lamanya Ana Mengaji, Alvan baru bangun dari tidurnya. Melihat istrinya yang masih mengaji, Alvan lantas bangun dan mencium pipi istrinya itu dengan gemas.
"Masyaallah, beruntungnya aku punya istri sholehah." Sedangkan Ana langsung menutup Al-Qur'an nya. Menatap sang suami yang baru bangun. Membuat Alvan menunjukkan ekspresi bingungnya.
"Kok udahan ngajinya? Aku mengganggu ya?"
Ana tersenyum manis pada Alvan. "Udah batal gara-gara kamu cium tadi." Ujarnya dengan berjalan ke tempat dimana Ana meletakkan Alqurannya.
"Batal?"
"Iya, Sebenarnya udah dari sehabis sholat tadi. tapi waktu kamu tidur, aku langsung ambil wudhu.
"Kita udah sah tapi kenapa masih batal kalau aku sentuh kamu?" Tanya Alvan
"Istiqomah belajar sama Abah, ya." balas Ana
"Istiqomah itu apalagi, sayang?" Tanya Alvan. Ana hanya memamerkan senyum manisnya.
Alvan memilih diam dan akan ia tanyakan langsung pada Abah Ahmad. Entah kenapa, Alvan ingin melepaskan mukena Ana. Ingin melihat betapa cantiknya Ana ketika tidak memakai jilbab.
"Masyaallah, definisi cantik luar dalam."
Ana tersenyum sembari menatap Suaminya yang terus-terusan memujinya tanpa henti. Sedangkan Alvan yang melihat Ana terus-terusan senyum, Membuat Alvan mengerutkan kening bingung.
"Perasaan dari tadi kamu senyum mulu, kenapa, hm?" Tanya Alvan.
Spontan Ana langsung menutup mukanya dengan kedua tangannya. "Karena kamu tampan." Balasnya begitu polos mengatakan kejujurannya.
Alvan tertawa mendengarnya, di acaknya rambut Ana dengan gemas. "Kok baru tahu kalau aku tampan, kemarin-kemarin aku jelek ya?"
Ana menggeleng lemah. "Yang selalu aku lihat dan tetap itu bahu sama punggung kamu, karena kata ulya itu kamu tampan, mangkanya aku jaga pandangan aku supaya nggak terlena." Balasnya, lagi-lagi Alvan dibuat ketawa.
"Kalo sekarang benar terlena?" Tanya Alvan, Ana mengangguk. "Justru aku yang terlena akan parasmu yang Cantik, sayang. kamu nya terlena akunya dimabuk cinta." Balas Alvan dengan mencubit pipi Ana gemas.
"Aku panggil Kamu Aa', ya?"
"Sesuka kamu, sayang."
🍃🍃🍃
Dengan rasa penuh terpaksa, Alvan mengikhlaskan istri cantiknya kembali ke pesantren. Berkali-kali Ana mendapat panggilan untuk segera kembali ke pesantren, karena waktu liburan Ana sudah kelewat motor.
Berbeda dengan Ana, perempuan itu tengah mengobrol dengan seseorang diseberang sana. Mencoba menjelaskan sesuatu kalau dirinya meminta waktu satu minggu lagi dirumah. Tetapi, keputusan pesantren hanya memberi waktu tiga hari.
"Gimana, sayang?" Tanya Alvan melihat istrinya sudah selesai teleponan
"Dikasih waktu tiga hari lagi. Itu keputusan pesantren, kalau aku motor lagi bakal dikasih konsekuensi." Balas Ana
Alvan menghembuskan nafas panjangnya. "Memangnya berhenti jadi santri dan fokus sama rumah tangga nggak bisa, ya? Sepuluh tahun di pesantren masih kurang?"
Ana mendongakkan kepala menatap Alvan dengan mata berkaca-kaca. Mendengar ucapan sang suami yang memintanya berhenti menyantri dan memfokuskan keluarga, Ana merasa sangat kecewa.
"Ilmu aku belum seberapa kok malah disuruh berhenti sih A'." Ujar Ana dengan menyeka air disudut matanya.
Alvan yang melihat istrinya meneteskan air mata langsung menangkup wajah istrinya dengan sesekali menghapus air mata Ana menggunakan ibu jari.
"Kenapa nangis, hm? Tadi aku cuma berpendapat kalau andainya kamu berhenti bisa atau enggak. Kalau memang belum bisa, itu hak kamu, Sayang. Seorang suami tidak pernah melarang istrinya untuk berhenti mencari ilmu." Balas Alvan dengan sesekali mengecup kening Ana
"A'."
"Iya?"
"Aa' sering banget ya manggil orang dengan rebutan sayang?" Tanya Ana mengalihkan topik
"Nggak. Tapi, dulu memang pernah panggil sayang."
"Berapa kali?" Tanya Ana
"Nggak kehitung dong, sayang."
Mendengar penuturan Alvan, Ana membelalakkan mata. Nggak kehitung? Memangnya Alvan memanggil Seseorang dengan sebutan sayang udah berapa kali? Ribuan kali? Berjuta-juta kali?
Alvan yang paham akan ekspresi syok istrinya hanya mampu tertawa, dalam segi bentuk apapun ekspresi Ana, Alvan menyukainya.
"Itu dulu. Kalau sekarang panggilan sayang hanya untuk istri kesayangan Aa'." Balas Alvan dengan mencubit hidung Ana gemas
Bukannya merasa baper atau salting, Ana justru cemberut. "Yaah, istri Aa' cuma dapat ashobah." Ujarnya diselingi raut kecewa
"Ashobah? Aa' nggak pernah kasih ashobah ke siapapun, Lagipula ashobah yang kamu maksud apa, na? benda?makanan?" Tanya Alvan terlihat sangat bingung Seketika raut wajah Ana berubah seratus delapan puluh derajat. la menggenggam tangan Alvan dengan kekehan kecilnya.
"A', Ashobah itu bukan banda ataupun makanan. Ashobah itu sisa A'. Maksud Ana, berarti panggilan sayang Aa' untuk ana itu sisa dari panggilan sayang Aa' untuk perempuan lain." Balas Ana kembali dengan raut kecewanya
"Maafin Aa', ya. Dulu Aa' memang Brandal dan gampang gonta-ganti cewek." Alvan menciumi tangan Ana tanda Alvan tak mau Ana menyesali masa lalu dirinya yang berandalan dan tak karuan.
"Iya, A'. Itu adalah alasan Ana untuk nggak mau pacaran. Ana nggak mau besarnya cinta Ana untuk suami Ana nanti jdi Ashobah." Ujar Ana dengan senyum yang mampu menghangatkan hati Alvan
"Masyaallah, beruntungnya Aa' mendapat istri yang Sholehah ini." Balas Alvan dengan mengelus pipi Ana dengan ibu jari. "Aa' dapat Cinta sepenuhnya dari kamu, Aa' dapat cantik sepenuhnya dari kamu." Lanjutnya
Asyik mengobrol dan bercanda, keduanya sampai menghabiskan waktu yang sebentar lagi sudah pergantian hari. Akhirnya, keduanya segera istirahat setelah seharian beraktivitas diluar.
"Sayangku memang banyak tetapi, cintaku hanya satu yaitu kamu Aranaima Salsabila." Bisik Alvan dengan meninggalkan kecupan singkat di kening Ana