NovelToon NovelToon
INGRID: Crisantemo Blu

INGRID: Crisantemo Blu

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia
Popularitas:730
Nilai: 5
Nama Author: I. D. R. Wardan

INGRID: Crisantemo Blu💙

Di balik nama Constanzo, Ingrid menyimpan luka dan rahasia yang bahkan dirinya tak sepenuhnya pahami. Dikhianati, dibenci, dan hampir dilenyapkan, ia datang ke jantung kegelapan-bukan untuk bertahan, tapi untuk menghancurkan. Namun, di dunia yang penuh bayangan, siapa yang benar-benar kawan, dan siapa yang hanya menunggu saat yang tepat untuk menusuk dari bayang-bayang?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon I. D. R. Wardan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 19 Respiro

"Ian ... ?" Ingrid membeku.

Alarm mesin menyala. Ingrid berdiri panik.

"DOKTER! TOLONG! MARCELLO—!!"

Pintu terbuka dengan keras. Tim medis masuk tergesa-gesa.

"Henti jantung! Siapkan defibrilator! 300 joule, Lepas!" lontar sang dokter.

Ingrid ditarik menjauh oleh perawat. Tubuhnya gemetar, matanya tak lepas dari tubuh Marcello.

"Nona, tolong mundur dulu—" perawat menarik Ingrid menjauh.

"Tolong ... Jangan biarkan dia pergi ..." suara Ingrid bergetar putus asa.

Suara defibrilator menggelegar.

"LEPAS!"

Tubuh Marcello terangkat sedikit. Tidak ada respon.

"Sekali lagi! LEPAS!"

Detik-detik panjang. Ingrid memejamkan mata, memeluk tubuhnya sendiri.

"Detak kembali ... !"

Bunyi "beep" muncul lagi. Pelan ... lalu stabil.

Sunyi.

Semua menarik napas lega. Tubuh Ingrid seketika luruh ke lantai, otot-ototnya melemas drastis. Ia menangis penuh syukur.

"Aku pikir aku akan kehilanganmu." di sela tangisnya.

Setelah bunyi "beep" kembali terdengar dan Marcello mulai menunjukkan tanda-tanda sadar ...

Para perawat lega.

"Stabil ... Tekanan darah mulai kembali."

Dokter menyeka keningnya, lega.

"Kita berhasil. Terus pantau oksigen dan denyut nadi. Siapkan pengawasan intens selama dua belas jam ke depan."

Ia menoleh pada Ingrid. Wajahnya basah oleh air mata dan keringat dingin.

"Kami hampir kehilangannya ... tapi dia kuat. Untuk saat ini, dia selamat," jelas dokter lembut.

Ingrid tidak menjawab. Matanya hanya menatap Marcello yang perlahan membuka mata, suaranya masih terngiang di kepalanya.

Perawat mendekat, sopan.

"Kami akan beri dia sedikit waktu tenang. Tapi tolong, jika ada yang terjadi lagi, tekan tombol bantuan, ya?"

Dokter dan tim medis mulai membereskan alat defibrilator, mengatur ulang kabel-kabel, dan perlahan keluar dari ruangan. Lampu ruangan kembali diredupkan.

Sebelum dokter keluar, dia menoleh sebentar. "Dia mungkin tidak sadar penuh dalam beberapa jam. Tapi dia mendengar Anda, Nona. Lanjutkan bicara dengannya ... itu penting."

Pintu ditutup perlahan. Ingrid dan Marcello kini tinggal berdua di dalam sunyi yang menenangkan.

Beberapa saat Ingrid terduduk meluapkan seluruh emosinya, ia perlahan berdiri dan kembali menghampiri ranjang Marcello.

"Kau bisa mendengarku, Ian? Jika ya, bertahanlah."

...•┈┈┈••✦ ♡ ✦••┈┈┈•...

"Ian, ayo pergi! Mereka sudah menunggu kita." Vilia menggandeng tangan Marcello kecil sambil menggandeng tas di tangan satunya dengan terburu-buru. 

"Tapi bu, bagaimana dengan ayah dan Ingrid? Dia masih di rumah sakit."

Langkah Vilia tertahan, dia berbalik menatap putranya sebelum berlutut di hadapannya seraya mencengkram bahu Marcello. "Dengar ian, mulai sekarang namamu adalah Marcello Constanzo bukan lagi Iano Verdani. Mulai sekarang kau harus melupakan ayahmu Riccolo dan Ingrid. Anggap saja mereka sudah tiada dan tidak pernah ada di hidup kita. Kita akan memulai kehidupan baru dengan ayah kandungmu. Berjanjilah pada ibu, kau tidak akan pernah menyebut tentang mereka, terutama Ingrid pada siapa pun. Berjanjilah, Ian!"

"A ... Aku berjanji."

"Bagus. Ayo!"

Vilia kembali menarik Marcello kecil yang tengah berkaca-kaca untuk segera meninggalkan rumah. 

Di luar, ada dua orang berpakaian jas senada menunggu di samping mobil yang akan membawa keduanya. Vilia dan Marcello masuk ke dalam mobil disusul oleh dua orang tadi. Marcello meneteskan air mata kesedihan dengan matanya tidak lepas dari rumah mereka. Tangannya menyentuh kaca mobil berharap untuk bisa keluar. Harapan tetap menjadi harapan dikala mobil yang di tumpanginya bergerak menjauhi rumah hingga sedikit demi sedikit hilang dari jangkauan penglihatannya.

...•┈┈┈••✦ ♡ ✦••┈┈┈•...

Tangan Marcello bergerak berusaha menggapai kepala Ingrid yang tertidur di sebelahnya. Marcello mengelus pelan kepala Ingrid agar saudarinya itu tidak terbangun. Dia menginginkan hidup yang baik untuk saudarinya, bukan hidup sepertinya. Sebenarnya apa yang membuatnya bersikeras? Tidak mungkin dia rela mengorbankan dirinya untuk sesuatu yang tidak penting. Apa ada kaitannya dengan ayah Ric?

Ingrid terbangun, ia mengangkat kepalanya dari lipatan tangannya. "Kau sudah sadar?" nada senang dari suaranya tidak bisa di tutupi. Marcello pun tersenyum tipis. 

"Aku tahu kau tidak akan meninggalkanku." Ingrid membungkus tangan Marcello dengan tangannya. 

"Aku berjanji. Tidak akan."

"Mari kita mulai semuanya dari awal. Aku sangat merindukanmu." Ingrid memeluk Marcello.

Marcello meringis. "Kau menyentuh luka-lukaku," ucapnya dengan nada bercanda.

Ingrid segera menarik dirinya. "Maaf, aku lupa."

Marcello terkekeh lemah. "Aku juga sangat sangat merindukanmu." Ingrid ikut tertawa.

"Jika ayah di sini pasti dia akan sangat senang melihat kita akur."

"Ya ... kau benar. Dia selalu mengatakan kepadaku, andai saja kita berdua akur."

"Benarkah? Kapan?"

Marcello memperbaiki sedikit posisinya. "Aku bertemu dengannya beberapa kali, termasuk saat memberikan jaket merah itu. Tepat pada hari ulang tahun kita."

"Terima kasih, jujur aku sangat menyukainya." Ingrid tersenyum tulus.

"Maaf untuk semuanya."

"Aku juga."

...•┈┈┈••✦ ♡ ✦••┈┈┈•...

Ingrid merebahkan diri di kasurnya mencoba mencari ketenangan sejenak dari segala hiruk pikuk masalah yang menghantuinya. Ia mendapat ketenangan yang ia harapkan,  sebelum dikacaukan oleh Frenzzio yang dengan seenaknya masuk ke kamarnya tanpa permisi terlebih dahulu. 

"Tidak bisakah kau mengetuk pintu terlebih dahulu? Bagaimana jika aku sedang tidak berpakaian?!" seru Ingrid dengan kesal tanpa berniat bangkit dari posisi nyamannya.

"Maka aku akan sangat senang." Frenzzio berdiri tepat di hadapan Ingrid mengedipkan sebelah matanya menggoda.

"Aku lupa, aku bicara dengan orang yang salah." Ingrid menyodorkan kedua tangannya di depan Frenzzio, memberi isyarat untuk menariknya untuk bangkit. Frenzzio menangkap dengan baik isyarat itu, ia menarik tangan Ingrid perlahan hingga posisi gadis itu kini duduk di hadapannya.

Ingrid mendongak untuk melihat mata Frenzzio. "Jadi apa yang membawamu ke mari, Frenzzio?"

Frenzzio merendahkan tubuhnya dengan berlutut di hadapan Ingrid agar leher gadis manisnya ini tidak sakit. "Aku memiliki kabar baik, kita beruntung, Vertebra diadakan di San Lumeo. Kita tidak perlu mencari alasan untuk pergi ke sana tanpa dicurigai."

"Vertebra? Apa itu?"

"Vertebra adalah pertemuan tahunan para mafia, semacam pesta. Lokasi berlangsungnya berbeda-beda tergantung keputusan dan keinginan para Don."

"Terdengar ... tidak menarik." Frenzzio terkekeh geli. 

"Di sanalah para mafia dan keluarga mereka saling mengenal, berbincang, dan bersenang-senang."

Vertebra merupakan acara pesta eksklusif yang penuh gemerlap kemewahan. Undangan khusus disebar kepada yang terpilih untuk menghadiri acara yang di penuhi para petinggi mafia dan orang-orang penting yang terkait. Di sanalah tempat orang-orang bersosialisasi, menciptakan sekutu dan musuh. Memperluas relasi dan memutus relasi.

Tempat di mana para mafia di haramkan saling menumpahkan darah. Tempat di mana ketegangan dan keamanan bersamaan dirasakan. Biasanya Vertebra di adakan selama empat hari. waktu yang sempurna, tidak terlalu panjang maupun terlalu singkat.

"Aku mulai menyukainya."

"Percayalah, kau akan sangat menyukainya." Keteguhan di nada bicara Frenzzio membuat Ingrid sedikit tertarik.

"Kita lihat nanti. Kapan itu berlangsung?"

"Kurang dari tiga minggu."

"Baiklah. Tapi, apa tidakkah lebih sulit bagi kita dengan adanya Giorgio di sana? Pergerakan kita akan terbatas."

"Aku tahu caranya, kau tidak perlu khawatir." 

"Kau tidak mencoba menggunakan aku, bukan?" selidik Ingrid.

"Tentu saja, itu cara yang paling mudah." Frenzzio berkata dengan santai yang membuat Ingrid agak sedikit jengkel dibuatnya. Meskipun begitu, Ingrid tetap mengikuti rencana mereka agar semuanya berjalan lancar dan kebenaran segera terungkap.

"Jadi apa yang harus aku lakukan?"

"Cukup menangis dan merengek, sertakan juga keras kepalamu di depan ayah kandungmu itu."

"Yang benar saja?" protes Ingrid sebelum akhirnya terpaksa menyetujui rencana Frenzzio.  "Baiklah, aku akan melakukannya. Kau yakin itu akan berhasil?" Ingrid ragu rencana itu akan berhasil, Giorgio sepertinya bukan tipe orang yang akan menuruti kemauan orang lain hanya karena air mata. Lebih berkemungkinan besar Giorgio akan mengabaikannya atau bahkan bisa lebih buruk.

"Kemungkinan besar, ya. Tenang saja, dia tidak akan menyakitimu, dia akan menuruti keinginanmu apa pun itu asalkan dia tidak merasa itu akan merugikan dirinya. Aku sarankan kau harus berpura-pura menjadi manis dan jinak padanya. Tidak boleh menunjukkan pemberontakan, ketidaksukaan, atau apa pun yang berlawanan dengannya."

Ingrid merenung, setelah di pikirkan, apa yang dikatakan Frenzzio ada benarnya. Bukankah setelah ia mendapat kepercayaan Giorgio langkahnya akan lebih ringan? Mungkin ia harus melakukannya. Kepercayaan akan membuat semuanya lebih mudah. 

"Akan kucoba, tapi aku tidak berjanji." 

Ingrid mengganti posisi duduk menjadi bersandar di sandaran tempat tidur. "Duduklah di sini," pinta Ingrid pada Frenzzio untuk duduk di depannya, di ranjangnya. 

"Kau berubah pikiran? Apa kau mencoba menggodaku sekarang, Amore?" goda Frenzzio sembari berpindah ke atas ranjang. Ia begitu senang menggoda dan membuat Ingrid kesal, yang di matanya terlihat lucu dan menghibur. 

Sebuah bantal melayang ke arah Frenzzio tapi tidak sampai mengenainya karena ia sigap menangkap benda tersebut sebelum mengenai dirinya. Frenzzio tertawa, kerutan di ujung matanya terbentuk menunjukkan perasaan yang tulus. 

"Terus saja tertawa!" Frenzzio semakin tertawa terhibur dengan wajah kesal gadis di hadapannya.

Baru kali ini Ingrid melihat Frenzzio benar-benar tertawa lepas. Ketampanan Frenzzio bertambah berkali-kali lipat saat tawa menawan itu menghiasi wajahnya. Ingrid suka melihat Frenzzio seperti. Mendengar apa yang telah dialami Frenzzio, ia sangat terkesan laki-laki ini bisa tersenyum dan tertawa seperti ini. Jika itu dirinya, ia tidak yakin masih bisa tersenyum dan menjalani hidup layaknya tidak terjadi apa pun.

Apakah tawa dan senyuman itu tulus?

apa hanya topeng untuk menyamarkan semuanya? 

"Kenapa kau begitu menggemaskan?!" Saking gemasnya Frenzzio tidak dapat menahan diri untuk mencubit pipi Ingrid.

"Frenzzio!" 

"Baiklah, baiklah," katanya berusaha menghentikan tawanya.

"Aku tidak menyuruhmu menghentikan tawamu? Senyuman dan tawa membuatmu lebih hidup. Aku menyukainya. Teruslah seperti itu." Ingrid bicara terus terang.

"Kau ingin aku selalu tersenyum dan tertawa?" Ingrid mengangguk polos.

"Maka teruslah bersamaku." Kedua pasang netra biru mereka terpaku satu sama lain.

"Apa kau menyukaiku?"

"Aku mencintaimu."

Ingrid mencoba mencari kebohongan di mata itu, nihil.

"Kenapa?"

"Apa itu membutuhkan alasan?" Ingrid menggeleng tanpa sadar.

"Aku putri orang yang telah menghancurkan hidupmu."

"Aku bisa membenci segalanya tentangnya, kecuali dirimu."

"Itu tidak adil."

"Tidak ada yang adil di dunia ini, Amore."

Ingrid merasakan sesuatu menyentuh bibirnya. Frenzzio menciumnya. Bukan ciuman yang menuntut dan penuh hasrat, akan tetapi ciuman yang lembut yang mengungkapkan perasaan cinta. 

Apa ini benar-benar cinta?

Apa Frenzzio benar- benar mencintainya? 

Apa dia dicintai oleh Frenzzio? 

Tapi ia mencintai orang lain ...

...     •┈┈┈••✦ ♡ ✦••┈┈┈•...

1
minato
Terhibur banget!
I. D. R. Wardan: makasih udah mampir, semoga gak bosan ya🥹💙
total 1 replies
Yuno
Keren banget thor, aku jadi ngerasa jadi bagian dari ceritanya.
I. D. R. Wardan: Makasih ya🥹
total 1 replies
Yoh Asakura
Menggugah perasaan
I. D. R. Wardan: Makasih ya🥹 author jadi makin semangat nulisnya 💙
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!