NovelToon NovelToon
Transmigrasi Menjadi Gundik

Transmigrasi Menjadi Gundik

Status: sedang berlangsung
Genre:Time Travel / Fantasi Wanita / Era Kolonial
Popularitas:3.7k
Nilai: 5
Nama Author: indah yuni rahayu

Kembali hidup setelah dirinya mati terbunuh. Itulah yang dialami gadis jenius bisnis bernama Galuh Permatasari. Ia bertransmigrasi ke era kolonial menjadi seorang gundik dari menheer tua bernama Edwin De Groot. Di era ini Galuh bertubuh gendut dan perangainya buruk jauh dari Galuh yang asli.

Galuh memahami keadaan sekitarnya yang jauh dari kata baik, orang - orang miskin dan banyak anak kelaparan. Untuk itu ia bertekad dengan jiwa bisnisnya yang membludak untuk mengentaskan mereka dari keterpurukan. Memanfaatkan statusnya yang sebagai Gundik.

Disaat karirnya berkembang, datanglah pemuda tampan yang tidak lain adalah anak dari menheer tua bernama Edward De Groot. Kedatangannya yang sekedar berkunjung dan pada akhirnya jatuh cinta dengan gundik sang ayah.

Lantas, bagaimana kisah kelanjutannya ?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon indah yuni rahayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Sarapan Bersama

"Papi, Mami tidak mau tahu. Uang belanja Mami bulan ini harus ditambah." Wilda memecah keheningan di ruang tamu.

"Uang jajan Merry juga ditambah ya Papi." tukas gadis cantik anak bungsu pasangan Edwin dan Wilda.

Edwin yang sedang mengisap tembakau menatap mereka bergantian. "Itu bisa diatur. Biar Nyai Galuh yang akan mengurus masalah keungan kalian."

Wilda tidak terima, lalu melayangkan protes sebagai bentuk ketidaksukaannya. "Kenapa harus pada Nyai Galuh, Papi. Mami kan sebagai istri sahnya Papi. Seharusnya Mami yang lebih berkuasa untuk mengurus keungan keluarga kita. Lagi pula dia juga tidak berpendidikan, mana mengerti masalah uang, tahunya hanya menghabiskan saja."

Merry yang mendengar saja tidak suka pada Gundik papinya yang gendut dan suka makan itu. "Aku setuju ucapan Mami. Nyai Galuh itu kan orang luar."

Edwin tidak suka Nyai nya direndahkan, bagaimana pun Galuh pernah berjasa menyelamatkan dirinya saat kebakaran di hutan kopi setengah tahun yang lalu. Sebagai bentuk terima kasihnya, Galuh dipersunting sebagai Gundiknya. "Ucapanku mutlak dan tidak boleh dibantah. Jika ada yang tidak setuju, silahkan keluar dari rumah ini." ucap Edwin tegas.

Wilda dan Merry pun seketika bungkam seribu kata, teramat sulit untuk mempengaruhi pikiran kepala keluarga itu. Kemarahan yang membara tumbuh dalam diri mereka, terlihat jelas dari ekspresi wajahnya. Mata yang biasanya lembut, kini membara dengan api kemarahan, sementara alis yang terangkat tinggi menambah kesan ketegangan. Bibir yang terkatup erat, menunjukkan betapa kuatnya emosi yang sedang dirasakan.

Disaat suasana tegang seperti itu, Galuh muncul dengan pesonanya yang feminim dan elegan. Ia ragu - ragu antara melangkah ke ruang tamu atau diam di tempat. Sesaat matanya menyapu isi ruangan.

Ruang makan di era kolonial Belanda ini terlihat megah dan elegan, dengan perpaduan antara gaya Eropa dan sentuhan lokal. Meja makan yang besar dan panjang, dikelilingi oleh kursi yang dilapisi kain beludru, menciptakan suasana yang formal dan mewah. Dinding yang dihiasi dengan lukisan-lukisan klasik dan perabotan lainnya, seperti buffet dan lemari, menambah kesan kemewahan dan keagungan pada ruang makan ini. Suasana yang hangat dan nyaman, membuat ruang makan ini menjadi tempat yang ideal untuk berbagi makan dan momen bersama keluarga dan tamu.

Ia ingat, sudah hampir satu minggu ia tidak sarapan bersama dengan Ferdi. Ada saja alasannya yang diberikan Ferdi saat Galuh mengajak makan bersama, yang telat kerjalah, tidak nafsu makanlah, dan lain sebagainya.

Edwin melihat nyai Galuh dengan tatapan kagum, "Nyai Galuh, kami sudah menunggu mu untuk sarapan." Edwin bangkit dari kursi, menarik kursi dan mempersilahkan duduk.

Galuh berjalan dengan anggun lalu duduk disamping Edwin. "Maaf, membuat kalian menunggu."

"Tidak masalah, ayo kita mulai makannya." ajak Edwin memulai duluan.

Wilda dan Merry menatap cengo dengan mata yang tajam dan menusuk, dengan sedikit kesan sinis dan ejekan. Tatapan ini membuat Galuh merasa tidak nyaman, terkesan sedang dihakimi atau dievaluasi. Tatapan ini seolah membuat Galuh merasa seperti sedang berada di bawah mikroskop, dengan setiap detailnya diperiksa dan dinilai.

"Tidak biasanya Gundik ini berkata maaf, munafik!" bisik Wilda namun hanya Merry yang mendengarnya karena Edwin sibuk melayani gundiknya.

Galuh mengedarkan pandang, mengamati jenis menu Rijsttafel, hidangan yang terdiri dari berbagai menu dalam satu meja makan, seperti aneka sup sayur, lidah sapi, kroket kentang, salad, roti, olahan jamur, acar, daging sapi, daging ayam, kentang, biskuit dengan keju, anggur merah, kopi dan teh.

"Ini makanan kesukaanmu, rendang." Edwin memotong daging dan menusuknya dengan garpu lalu meletakkan di atas piring nyai Galuh.

"Terimakasih," ujar Galuh dengan santun. Lalu ia mengambil garpu dan pisau untuk memotong sendiri daging itu menjadi bagian lebih kecil.

Kedua wanita yang sejak tadi memperhatikan Galuh terkesima lagi. Galuh yang biasanya makan pakai sendok yang lebih sering pakai tangan kini mengunakan garpu dan pisau. TIDAK MUNGKIN !

Edwin tidak masalah dengan perubahan yang terjadi pada Galuh, kemajuan menurutnya.

"Ini, cobalah!" Edwin mengambilkan menu lain, kroket kentang dan daging ayam.

Galuh menggeleng, "Sebenarnya, aku tidak terlalu suka makan daging. Aku lebih suka salad dan roti saja." Galuh menunjuk dua piring yang tidak jauh dari jangkauan tangannya. Edwin membantu mengambilkan.

Lagi, kedua wanita itu dibuat terkejut untuk yang kesekian kalinya dengan apa yang diucapkan Nyai Galuh. Amnesia tidak mungkin mempengaruhi cara makan seseorang kan ?

Edwin tidak kecewa dengan penolakan Galuh, "Tidak masalah, salad juga bagus untuk kesehatan."

Lalu mereka makan bersama dengan suasana bercampur rasa.

Usai sarapan.

Galuh tidak tahu harus melakukan apa karena belum tahu adat dan kebiasaannya selama menjadi Gundik Belanda ini, jadi dia lebih memilih duduk di ruang tamu sambil memikirkan langkah untuk diet. Memiliki tubuh yang besar membuatnya sulit untuk bergerak. Ruang tamu era kolonial Belanda ini terlihat megah dan elegan, dengan perpaduan antara gaya Eropa dan sentuhan lokal. Dinding yang tinggi dan langit-langit yang berhias, dilengkapi dengan perabotan antik seperti sofa dan kursi yang dilapisi kain beludru, serta meja kopi yang terbuat dari kayu jati. Lampu gantung yang indah dan karpet yang mewah, menambah kesan kemewahan dan keagungan pada ruang tamu yang indah ini. Suasana yang tenang dan damai, membuat ruang tamu ini menjadi tempat yang ideal untuk bersantai dan berpikir.

Edwin sudah pergi ke kebun kopi yang menjadi lahan usahanya selama puluhan tahun menjajah di Indonesia. Pikirnya nanti sepulang dari perkebunan akan membahas masalah pemegang keungan keluarga yang akan sepenuhnya diberikan pada Nyai Galuh.

Wilda juga pergi untuk mengikuti kegiatan organisasi sosial. Organisasi sosial yang selalu Wilda ikuti seperti : Perkumpulan Wanita Belanda (Nederlandsch Vrouwen Comite) yang fokus pada kegiatan amal dan sosial. Organisasi Gereja yang terlibat dalam kegiatan keagamaan dan sosial. Kelompok Wanita yang fokus pada kegiatan sosial, pendidikan, dan kebudayaan.

Dengan menjadi anggota organisasi sosial, wanita istri kolonial itu dapat memperluas jaringan sosialnya, meningkatkan kesadaran sosial, dan berkontribusi pada masyarakat.

Sedangkan Merry sudah berangkat ke sekolah.

Sekolah anak Belanda era kolonial di Indonesia dirancang untuk melayani kepentingan penjajah dan memisahkan kelas sosial berdasarkan ras dan status ekonomi. Merry bersekolah di Algemene Middelbare School (AMS). Setingkat SMA dengan pendidikan lebih luas, mempersiapkan siswa untuk melanjutkan ke perguruan tinggi.

Lamunan Galuh buyar, sebuah bola sepak menggelinding membuatnya terkejut.

Tiga anak dengan penampilan kurus kering terlihat ketakutan, mereka berdiri mematung. Detik berikutnya mereka lalu duduk menyembah. "Ampun seribu ampun Nyai, kami tidak sengaja melempar bola ke arah Nyai." ujar salah satu dari mereka.

Galuh tersenyum, bangkit lalu mengambil bola itu dan memberikan pada mereka. "Berdirilah. Ini bolamu."

Ketiga anak itu saling melempar pandang. Tidak percaya dengan apa yang barusan mereka hadapi. Nyai biasanya marah - marah dan suka bicara kasar tersenyum pada mereka.

"Te-rima kasih, Nyai." mengambil bola dengan ragu.

Saat ketiga anak itu berbalik hendak pergi.

"Tunggu!" seru Galuh membuat mereka mematung sangking takutnya.

1
Yusni
mengerikan jmn belanda dulu ...semoga galuh bisa membantu kaum pribumj
Yusni
kapok edwin...hhhrhrhf
Yusni
menunggu aksi galuh yg bikin org melonggo..buat galuh jg nelayani sii edwin thor
Yusni
mgk galuh akan bukin kejutan lainnya
Kam1la
terima kasih, tolong dukungan nya...😍
Yusni
jg smpe ngk tamat thor..asliiii ceritanya kerennnnnnn
Yusni
tambah apik ceritanya
Yusni
suka cerita seperi ini....semangat thor
Yusni
keren ceitanya tpi kok sepi yg baca ...
Yusni
mampir baca semoga semakin menarik
Kam1la
selamat datang reader, semoga terhibur dengan cerita tentang nyai Galuh. sekian lama up, belum ada komentar nih dari kalian. Yuk, dukung terus author tercinta ini dengan memberi like, subscriber, hadiah dan yang paling ditunggu komentar kalian.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!