Masuk ke situs gelap. Cassia Amore nekat menjajakan dirinya demi bisa membiayai pengobatan ibunya. Kenekatan itu membawa Amore bertemu dengan Joel Kenneth pengusaha ternama yang namanya cukup disegani tak hanya bagi sesama pengusaha, namun juga di dunia gelap!
“Apa kau tuli, Amore?” tanya Joel ketika sudah berhadapan langsung tepat dihadapan Cassia. Tangannya lalu meraih dagu Cassia, mengangkat wajah Cassia agar bersitatap langsung dengan matanya yang kini menyorot tajam.
“Bisu!” Joel mengalihkan pandangan sejenak. Lalu sesaat kembali menatap wajah Cassia. Maniknya semakin menyorot tajam, bahkan kini tanpa segan menghentakkan salah satu tungkainya tepat di atas telapak kaki Cassia.
“Akkhhh …. aduh!”  Cassia berteriak.
“Kau fikir aku membelimu hanya untuk diam, hmm? Jika aku bertanya kau wajib jawab. Apalagi sekarang seluruh ragamu adalah milikku, yang itu berarti kau harus menuruti semua perkataanku!” tekan Joel sangat arogan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fakrullah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CHAPTER—14
“Ganti,” ucap Joel sembari menyodorkan gelas tehnya ke arah Cassia.
Wanita itu mengerutkan dahi, mengingat ini kali ketiga ia membuatkan minuman untuk atasannya itu. Tapi Cassia tak mengeluh. Langsung mengambil cangkir teh tersebut, kemudian bergegas kembali ke pantry untuk membuatkan yang baru.
Sebelum Cassia benar-benar keluar dari ruangan, Joel kembali memanggilnya. “Tukar kopi saja. Sepertinya aku mulai mengantuk, jadi butuh sesuatu lebih yang bisa memacu semangat,” ujar pria itu dengan suara tenang.
“Baik, Tuan,” ucap Cassia sembari mengangguk. Lalu segera pergi meninggalkan ruangan tersebut.
Sungguh tak disangka, jika ternyata dibalik sikap tenang Joel juga ke profesionalannya dalam bekerja, pria itu memiliki karakter perfeksionis dalam hal minuman.
Mulai dari takaran gula, kepekatan warna teh, aroma yang dikeluarkan, serta suhu panas yang dihasilkan oleh air yang akan digunakan juga harus pas seperti keinginannya.
Cassia sudah melakukannya tiga kali. Namun, hasilnya masih belum sama seperti yang diinginkan atasannya. Terkendala oleh suhu panas yang tak sesuai, takaran gula berlebih, juga kepekatan warna teh, membuat Joel lagi-lagi meminta return minumannya.
Cassia berhenti sejenak. Di depan lorong menuju pantry ia mulai memutar otak. Mengeluarkan ponsel, memulai pencarian tentang takaran yang pas untuk membuat kopi. Juga pengaturan suhunya, agar tak lagi mengulang kembali ke pantry, menghabiskan banyak waktu di sana.
Masih banyak tugas-tugas yang belum ia selesaikan, dan semua itu terkait dengan jadwal yang harus Joel hadiri sore nanti. Harus membuat materi tentang produk baru yang akan perusahaan pasarkan.
Apalagi mengingat kata Joel, klien hari ini sangat penting. Jadi Cassia harus mempersiapkan segalanya dengan sangat matang. Seorang sponsored dari luar negara, yang kebetulan sedang singgah di kota mereka. Dan Joel mempersiapkan pertemuan ini dengan sangat khusus, jadi menuntut Cassia untuk bekerja optimal dalam mempersiapkan materi yang akan disampaikan saat pertemuan nanti dengan cara unik, singkat, namun lengkap.
“Aaaahh… kenapa seribet ini sih hanya perkara minuman?!” Cassia mendengkus sembari menggigit ujung jemarinya.
Usai berselancar mencari racikan yang pas untuk kopi yang Joel minta. Wanita itu kemudian kembali melanjutkan langkah menuju pantry. Namun, sebuah hal membuat langkah Cassia kembali terhenti. Juga sekaligus membuatnya mengernyitkan dahi.
“Aaaaahhhh!” lenguhan. Suara tertahan nan manja mengusik indera pendengar Cassia.
Wanita itu semakin mempertajam indera pendengarnya pada suara yang semakin intens yang semakin mengusik rasa penasaran. Mencuri dengar dengan menempelkan telinga pada dinding yang ada berada tepat disampingnya.
“La-kukanlah dengan cepat! Aku… nggak mau kita sampai—uuuhhh!”
Mendelik. Manik Cassia yang semula memicing, membelalak seketika. Cassia bukan bocah ingusan yang tak mengerti dengan kalimat-kalimat yang terlontar berbarengan dengan desauan tersebut. Apalagi saat bunyi lain ikut mendominasi, membuat prasangka mesum itu semakin kuat.
Cassia bersiap melabrak. Akan tetapi dering ponsel yang ada di tangannya, membuat niat itu tak terlaksana.
“Presdir J?” Joel menelepon. Buru-buru Cassia menjawab. Lalu, ketika pembicaraan itu selesai. Ia tak lagi menunda untuk segera masuk ke pantry.
Cassia bahkan membuka pintu dapur yang letaknya khusus di lantai tersebut dengan sangat kasar. Namun, setelahnya ia malah tidak menemukan apa-apa.
Cassia sempat terpatung. Kemudian menyusuri tempat itu. Tepat bersamaan dengan langkahnya yang semakin masuk ke dalam, dua orang yang berlawan jenis saling menutup mulut. Setengah tak berbusana, bersembunyi pada ruang lain yang masih satu lingkup dengan area pantry, dengan jantung berdebar. Takut perbuatan tak pantas mereka diketahui oleh…
Kreet… Cassia memegangi gagang pintu. Berulang kali membuka, namun sepertinya terkunci dari dalam. Sangat aneh, mengingat pintu tersebut merupakan penghubung toilet serta gudang kecil penyimpanan bahan serta peralatan minuman.
Tadi, sebelumnya Cassia juga sempat pergi ke gudang untuk mengambil stok gula. Dan seingatnya ia sama sekali tak mengunci pintu tersebut, juga kuncinya yang tercantol pada tempatnya.
Lalu sekarang, selain pintu itu terkunci. Kunci pintu tersebut yang tercantol pada lubangnya juga sudah tidak ada. Membuat Cassia semakin berpikir keras, mungkinkah ada OB sebelumnya yang tak sengaja mengunci pintu tersebut serta membawa kunci bersamanya?
Deringan ponsel kembali terdengar, mencuri atensi Cassia yang masih memikirkan tentang keanehan yang ada di ruangan tersebut. ‘Presdir J’ nama kontak dari inisial itu kembali menghubunginya. Membuat Cassia segera meninggalkan rasa penasarannya di balik pintu tersebut, guna menjawab panggilan telepon dari sang presdir.
“Balik ke ruangan sekarang juga, karena kita harus segera pergi menemui Mr.Mun untuk membahas tentang kerjasama.” Usai mengatakan hal tersebut, Joel langsung menutup panggilannya.
Cassia gegas berbalik. Ia harus segera kembali ke ruangannya. Mempersiapkan segala kebutuhan yang Joel perlukan untuk bertemu dengan Mr. Mun. Meninggalkan pasangan haram yang kini mulai bernapas lega, saat mendengar suara heels Cassia yang kian menjauh dari persembunyian mereka.
Jasmine membuka bekapan tangan Luke yang sedari tadi menutup mulutnya. Kemudian menaikkan celana dalam yang Luke lorotkan, saat tadi meminta ‘jatah’. Lalu berpaling ke arah Luke yang juga sedang melakukan hal yang sama, menarik resleting celananya serta memperbaiki kancing kait pada celana drill kerjanya.
“Ini semua gara-gara kamu. Nafsuan tapi nggak kenal tempat!” dengkus Jasmine dengan tatapan sinis.
Bukannya merasa bersalah. Pria tampan yang masih berstatus resmi sebagai kekasih Cassia itu malah tertawa sembari meremas salah satu pegunungan Jasmine dengan gemas. Kemudian berkata, “kamu sih selalu bikin sanghai. Nggak dari bibirmu, cara senyummu, dadamu, juga bo-kongmu selalu buat aku nggak tahan sampai ingin selalu melakukannya.”
Luke semakin mendekati Jasmine. Bahkan satu tangan lainnya ikut meremas pegunungan kembar Jasmine yang lain. Hingga yang paling gilanya lagi, lelaki itu kembali menurunkan celana dalam Jasmine sampai sebatas lutut.
Disusul kaitan celananya yang ikut kembali ia lepas, mengeluarkan miliknya yang sudah kembali tegak, siap mendobrak ke dalam milik Jasmine yang merupakan kekasih rahasianya itu.
Ingin menolak. Namun Luke langsung menyumpal mulut Jasmine dengan bibirnya. Memagut dengan cara brutal sembari menusukkan pusakanya ke dalam milik Jasmine dalam satu kali sentak.
Bersambung.