NovelToon NovelToon
Pendekar Naga Bintang

Pendekar Naga Bintang

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Timur / Misteri / Action / Fantasi / Budidaya dan Peningkatan / Anak Genius
Popularitas:44.2k
Nilai: 5
Nama Author: Boqin Changing

Di barat laut Kekaisaran Zhou berdiri Sekte Bukit Bintang, sekte besar aliran putih yang dikenal karena langit malamnya yang berhiaskan ribuan bintang. Di antara ribuan muridnya, ada seorang anak yatim bernama Gao Rui, murid mendiang Tetua Ciang Mu. Meski lemah dan sering dihina, hatinya jernih dan penuh kebaikan.

Namun kebaikan itu justru menjadi awal penderitaannya. Dikhianati oleh teman sendiri dan dijebak oleh kakak seperguruannya, Gao Rui hampir kehilangan nyawa setelah dilempar ke sungai. Di ambang kematian, ia diselamatkan oleh seorang pendekar misterius yang mengubah arah hidupnya.

Sejak hari itu, perjalanan Gao Rui menuju jalan sejati seorang pendekar pun dimulai. Jalan yang akan menuntunnya menembus batas antara langit dan bintang.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Boqin Changing, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Guru Chang

Gao Rui terdiam. Untuk sesaat, ia bahkan lupa bernapas. Ucapan ‘Aku bisa mengajarimu’ menggema di dalam kepalanya seperti petir yang mengguncang seluruh isi dadanya. Mata bocah itu melebar, napasnya tercekat. Ia menatap Boqin Changing seolah tak yakin apa yang baru saja ia dengar.

“Se… Senior…” suaranya bergetar, “apa maksudmu… kau… akan....”

Boqin Changing menatap balik, tenang namun tajam.

“Kau ingin menjadi kuat, bukan? Bukan hanya cukup kuat untuk bertahan hidup… tapi cukup kuat melindungi apa yang kau yakini.”

Gao Rui menelan ludah. Ia mengangguk tanpa sadar.

“Kalau begitu, jangan kembali ke sektemu dulu.” lanjut Boqin Changing. “Ikuti aku. Aku akan mengajarimu.”

Suasana langsung menjadi hening. Hanya suara angin yang melewati mulut gua.

Mata Gao Rui tiba-tiba membesar. Tangan yang memegang mangkuk bubur bergetar hebat. Dalam sekejap ia bangkit, lalu berlutut di depan Boqin Changing.

Dug!

Kedua lututnya menghantam lantai batu dengan keras.

Tanpa ragu sedikit pun, ia menundukkan kepala dalam-dalam lalu bersujud.

Buk! Dahinya menyentuh tanah.

Buk! Sekali lagi.

Buk! Dan sekali lagi.

Dengan suara lantang, penuh hormat namun bergetar oleh emosi, ia berkata.

“Murid memberi hormat pada Guru!”

Suara itu memantul di dinding gua. Napasnya terengah, tapi matanya penuh tekad.

Boqin Changing terbelalak. Sejenak ia hanya berdiri terpaku. Ia bahkan tak sempat menutup mulut yang sedikit terbuka karena terkejut. Ia hanya berniat mengajari anak ini sedikit bela diri agar bisa bertahan hidup, bukan menjadikannya murid.

“Mur... id?”

Kata itu terasa berat. Terlalu berat bagi seseorang yang saat ini terus bergelut dengan waktu menyelesaikan berbagai masalah yang terus menghampirinya.

Boqin Changing menatap punggung Gao Rui yang bergetar menahan haru. Untuk pertama kalinya dalam waktu yang sangat lama, ia merasa… tidak siap. Seperti sesuatu dalam dirinya disentuh bagian dirinya yang sudah lama ia kubur bersama masa lalu.

Gao Rui tidak bergerak. Ia tetap bersujud di tempatnya, menunggu jawaban.

Boqin Changing perlahan menghela napas. Ia bisa saja menolak. Ia bisa saja berkata bahwa ia tidak membutuhkan murid. Ia bisa saja berkata bahwa ia hanya seorang pengembara yang kebetulan lewat.

Namun saat ia melihat wajah Gao Rui, wajah yang begitu tulus, penuh harapan, begitu mirip… Zhi Shen, bohong jika ia mengaku tidak merasakan apa-apa. Ia menutup mata sejenak, lalu membuka kembali dengan tatapan lebih lembut.

“…Bangkitlah.” ucapnya pelan.

Nada suaranya tenang, tapi mengandung sesuatu yang dalam.  Gao Rui mendongak perlahan, menatapnya dengan mata berkaca-kaca.

Untuk pertama kalinya sejak mereka bertemu, Boqin Changing tersenyum. Bukan senyum sinis atau senyum dingin… tapi senyum yang nyaris menyerupai kehangatan manusia.

“Mulai sekarang,” katanya sambil menatap langsung ke mata Gao Rui, “sembuhkan dirimu terlebih dahulu baru kita mulai latihannya.”

Gao Rui mengangkat kepalanya perlahan. Masih ada sisa emosi di matanya, namun kini sorotannya jauh lebih hidup.

Boqin Changing kembali duduk dan melanjutkan sarapannya dengan tenang, seolah ia baru saja tidak mengambil keputusan penting yang akan mengubah nasib seseorang. Gao Rui pun buru-buru bangkit dan kembali duduk, mencoba menahan senyum kagumnya.

“Habiskan makananmu,” kata Boqin Changing datar, tapi nadanya tidak sekeras sebelumnya.

Tak lama kemudian, setelah keduanya selesai makan, Boqin Changing merogoh ke dalam cincin ruangnya dan mengeluarkan sebuah botol kecil berwarna giok hijau. Tanpa banyak bicara, ia membuka tutup botol dan menaruh satu pil berwarna zamrud di atas meja batu.

“Aku tidak suka orang yang lambat pulih.” katanya. “Setelah makan nanti, telan ini.”

Gao Rui menatap pil itu. Aroma herbal yang lembut namun kuat langsung tercium, seolah menyegarkan paru-paru hanya dengan menghirupnya dari kejauhan. Bentuk pil itu halus, padat, dan tampak memantulkan cahaya samar. Jelas ini bukan pil murahan yang dijual di pasar gelap kota.

“Ini… ini pil penyembuh?” tanya Gao Rui dengan suara pelan, hampir tak percaya.

“Pil Penyembuh Tulang dan Luka.” jawab Boqin Changing santai. “Kualitas terbaik.”

Gao Rui menelan ludah. Matanya tak bisa lepas dari pil itu. Kualitas terbaik? Ia pernah melihat pil serupa saat masih berada di sektenya, saat tetua agung mereka menggunakannya untuk menyelamatkan seorang murid inti. Bentuk pil milik tetua agung bahkan tidak sebaik yang ada di depannya. Pil yang diberikan gurunya ini… kalau dijual di pasar pelelangan besar, harganya pasti sangat mahal

“Gu-Guru, pil ini… sepertinya sangat mahal. Aku… aku tidak berani.....”

“Benar,” potong Boqin Changing sebelum Gao Rui selesai bicara. “Kalau dijual, harganya memang sangat mahal.”

Gao Rui terdiam. Ia tidak tahu harus berkata apa.

Namun Boqin Changing menatapnya dengan ekspresi datar.

“Mulai sekarang, kau tidak perlu memikirkan soal harga karena kau muridku. Tugasmu hanya berlatih sampai menjadi cukup kuat.”

“Tapi… Guru…” Gao Rui menatap pil itu lagi antara takut, kagum, dan sungkan bercampur menjadi satu. “Aku… hanya merasa… terlalu berharga untuk....”

“Kau tidak perlu berpikir harga barang apapun yang kuberikan. Kuberitahu kau Bocah, aku mungkin orang terkaya kedua di Kekaisaran Qin, kampung halamanku.” ucap Boqin Changing datar seperti sedang mengatakan sesuatu yang tidak penting.

Gao Rui membeku. Lalu matanya melebar.

“A… apa?”

Boqin Changing menyendok sedikit bubur terakhir di mangkuknya, lalu mengangkat bahu ringan.

“Jadi jangan terlalu dipikirkan.”

Gao Rui semakin syok. Orang terkaya kedua?

“Guru… kalau boleh bertanya…,” ujarnya hati-hati, “kalau kau adalah orang terkaya kedua… lalu… siapa orang yang lebih kaya darimu?”

Boqin Changing menatapnya sebentar. Sudut bibirnya terangkat sedikit. Senyum tipis yang entah menghina dunia, entah hanya lelucon pribadi yang tak dimengerti siapa pun.

“Jika aku berkata aku orang terkaya kedua…” katanya pelan, “maka mungkin… tidak ada orang lain yang berani menyebut dirinya di posisi pertama.”

Keheningan kembali datang. Angin di luar gua berembus pelan.

Gao Rui menatap gurunya tanpa berkedip dan untuk kesekian kalinya di hari ini ia merasa telah memilih guru yang benar.

Boqin Changing berdiri setelah menghabiskan makanannya. Ia menepuk celananya pelan dan berjalan menuju mulut gua.

“Aku akan pergi sebentar.” katanya tanpa menjelaskan ke mana. “Kau tinggal di sini dan istirahat. Jangan bertarung, jangan berlatih dulu. Fokus sembuhkan tubuhmu.”

Gao Rui spontan bangkit.

“Guru, aku......”

“Aku tidak akan lama.” Boqin Changing menoleh sekilas. “Dan jangan keluar dari gua. Anggap ini perintah.”

Nada itu tidak meninggi, tapi jelas, tegas, tak bisa dibantah. Gao Rui hanya bisa menunduk dan mengangguk.

Setelah melangkah keluar, Boqin Changing berhenti tepat di depan mulut gua. Ia mengangkat tangan, menggerakkan jari-jari membentuk garis-garis samar di udara. Seolah ada tinta tak terlihat yang digoreskan ke udara, formasi berbentuk lingkaran perlahan terbentuk di depan gua, mengikat energi langit dan bumi di sekitar.

Rona keemasan memancar sesaat sebelum lenyap, seperti ditelan udara.

“Formasi Pelindung Empat Arah.”

Meski terlihat sederhana, kekuatannya cukup untuk membuat binatang buas atau siluman mengurungkan niat masuk.

“Hem, setidaknya cukup membuat bocah itu tidur tanpa digigit serigala atau beruang.” gumamnya kecil sebelum melangkah pergi.

...******...

Malam hari pun tiba. Bulan menggantung tinggi di langit ketika Boqin Changing kembali. Ia melangkah santai. Begitu tiba di mulut gua, ia menyentuh formasi pelindung dan membuatnya terbuka sepersekian napas. Lalu ia masuk ke dalam.

Namun pemandangan yang ia lihat membuatnya terdiam sebentar. Di dalam gua, Gao Rui sedang berjongkok di dekat tungku api kecil, memasak sesuatu di atas panci. Bau kaldu dan rempah-rempah memenuhi gua. Di sampingnya terlihat bahan makanan yang cukup rapi tertata, daging kelinci, beberapa sayuran hutan yang bisa dimakan, garam, bahkan dua mangkuk bersih. Semuanya adalah bahan-bahan makanan miliknya yang ditinggalkan di dalam gua itu.

Gao Rui menoleh dan matanya langsung membelalak.

“G-Guru! Kau sudah kembali!”

Boqin Changing menaikkan alis.

“Kau… memasak?”

“Ya!” Gao Rui mengangguk bangga. “Menggunakan bahan makanan dan peralatan yang Guru tinggalkan tadi pagi. Aku pikir… Guru pasti lapar saat kembali.”

Boqin Changing menatap sekeliling. Peralatan memasaknya tertata rapi. Api unggun tidak menghasilkan asap berlebihan. Bahkan gua terasa hangat dan nyaman.

“Tidak buruk.” gumamnya.

Gao Rui tersenyum malu.

“Aku tidak tahu apa makanan ini akan cocok dengan selera Guru. Aku cuma memasak berdasarkan apa yang kuingat dari dapur sekteku.”

Boqin Changing duduk tanpa banyak komentar.

“Coba aku cicipi dulu...”

Gao Rui buru-buru menuangkan sup daging ke dalam mangkuk dan menyajikannya. Namun sebelum mengangkat sendok, Boqin Changing menatapnya tajam.

“Kau sudah meminum pilnya?”

Gao Rui mengangguk mantap. “Sudah guru.”

“Hmmm.” Boqin Changing mengangguk ringan. “Baik. Setelah selesai makan, aku akan memberikanmu satu pil lagi. Mulai besok pagi, kita mulai latihan.” Gao Rui menegang, lalu tersenyum lebar. “Baik, Guru!”

Boqin Changing menatap murid barunya itu. Dalam hati ia bergumam.

“Ternyata… tidak buruk juga punya murid.”

Namun tentu saja, mulutnya tidak akan mengatakan sesuatu yang semanis itu.

“Dan satu lagi,” katanya datar.

“Ya, Guru?”

“Masakanmu… enak... tapi kurang lezat.”

Gao Rui terpaku, tidak tahu harus merasa senang atau malu. Ia mengira gurunya akan memujinya, tapi komentar itu… rasanya seperti ditampar dengan sarung tangan sutra, halus namun tetap menyakitkan.

“Ku-kurang lezat…?” Gao Rui mengulang lirih, seperti sedang memastikan apakah ia salah dengar.

Boqin Changing mengangguk ringan.

“Rasanya sudah benar. Tapi aromanya kurang dalam, kaldunya juga kurang kaya. Kau juga melakukan kesalahan dalam mengatur suhu mendidih sup itu.”

Gao Rui berkedip.

“Mengatur… suhu?”

“Ya.” Boqin Changing menunjuk panci. “Kau biarkan sup mendidih terus-menerus dengan besar api yang sama. Itu membuat sari daging justru pecah dan keluar terlalu cepat. Rasa kaldunya jadi dangkal.”

Gao Rui melongo. Guru macam apa yang bisa membahas teknik memasak sedetail ini?

“Selain itu,” lanjut Boqin Changing datar, “ada beberapa bahan yang seharusnya ditambah agar rasanya lengkap.”

Ia berdiri, berjalan ke arah persediaan bahan makanan, dan mulai mengambil beberapa rempah serta seikat kecil daun hijau.

“Lihat baik-baik.”

Dengan gerakan yang tenang dan terukur, ia menambahkan dua batang jahe yang dipipihkan, sedikit lada hitam tumbuk yang diambil dari kantong kecil, dan segenggam daun hijau wangi yang tadi diabaikan oleh Gao Rui.

“Daun ini harus dimasukkan. Aromanya lembut tapi hangat. Cocok untuk daging.” jelasnya.

Ia menurunkan suhu api, mengaduk pelan sup itu, lalu membiarkannya mendidih perlahan. Aroma lezat langsung memenuhi gua, lebih harum dan kaya dari sebelumnya. Dalam beberapa tarikan napas saja, kuah sup berubah warna menjadi lebih pekat.

Boqin Changing mengambil sendok, mencicipi sedikit, lalu mengangguk tipis.

“Hm. Begini baru disebut sup.”

Dengan santai ia menuangkan satu mangkuk besar dan memberikannya pada Gao Rui.

“Cobalah.”

Gao Rui menerima mangkuk itu dengan dua tangan. Ia meniup permukaan sup sebentar sebelum menyeruputnya. Begitu rasa sup menyentuh lidahnya, matanya langsung melebar.

“Ini…” ia kehilangan kata-kata sejenak. “Ini… luar biasa! Rasanya hangat, tapi ringan. Tidak terlalu amis, tapi tetap kuat! Bagaimana bisa rasanya seperti ini hanya dengan menambah tiga bahan?!”

Boqin Changing duduk kembali tanpa ekspresi berlebihan.

“Karena memasak itu sama seperti membangun fondasi kekuatan. Kau tidak bisa hanya mengandalkan bahan utama. Kau perlu penyeimbang untuk menguatkan rasa. Api harus dikendalikan. Proses harus dihormati. Kalau tidak, semuanya berantakan.”

Gao Rui terdiam. Ia menatap mangkuk di tangannya, lalu kembali memandang sosok gurunya dengan mata berbinar.

“…Guru,” katanya penuh kekaguman, “apa kau pernah menjadi seorang koki?”

Boqin Changing menatapnya datar.

“Tidak.” jawabnya singkat. “Aku hanya tidak suka makan makanan yang rasanya seperti air cucian beras.”

Keheningan kembali menyeruak. Namun kemudian, tanpa sadar, Gao Rui tertawa kecil. Tulus dan lepas. Untuk pertama kalinya sejak kemarin, gua yang sunyi itu terasa lebih hidup.

1
@ᴛᴇᴘᴀsᴀʟɪʀᴀ ✿◉●•◦
Tooooooops 🍌🍒🍅🍊🍏🍈🍇
Anonymous
makin seruuuu 😍
John Travolta
jangan kendor updatenya thor
hamdan
thanks updatenya thor
Duroh
josssss 💪
Joko
go go go
Wanfaa Budi
😍😍😍😍
Mulan
josssss
y@y@
🌟💥👍🏼💥🌟
Zainal Arifin
mantaaaaaaaappppp
y@y@
👍🏾⭐👍🏻⭐👍🏾
y@y@
👍🏿👍🏼💥👍🏼👍🏿
Rinaldi Sigar
lanjut
opik
terimakasih author
Xiao Han ୧⍤⃝🍌
berjaga
Xiao Han ୧⍤⃝🍌
Dialog tag kan ini? Diakhiri pake koma ya thor (bukan problem besar sih, pembaca lain juga banyaknya pada gak sadar 🤭)
A 170 RI
mereka binafang suci tapi mereka lemah..yg kuat adalah gurumu
Joko
super thor 🤣
Wanfaa Budi
lagiiiiii👍
Anonymous
lanjut thor ssruu
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!