NovelToon NovelToon
If I Life Again

If I Life Again

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Romantis / Mafia / CEO / Time Travel / Fantasi Wanita
Popularitas:868
Nilai: 5
Nama Author: Ws. Glo

Apakah kamu pernah mengalami hal terburuk hingga membuatmu ingin sekali memutar-balik waktu? Jika kamu diberikan kesempatan kedua untuk hidup kembali di masa lalu setelah sempat di sapa oleh maut, apa yang akan kamu lakukan terlebih dahulu?

Wislay Antika sangat mengidolakan Gustro anggota boy band terkenal di negaranya, bernama BLUE. Moment dimana ia akhirnya bisa datang ke konser idolanya tersebut setelah mati-matian menabung, ternyata menjadi hari yang paling membuatnya hancur.

Wislay mendapat kabar bahwa ibunya yang berada di kampung halaman, tiba-tiba meninggal dunia. Sementara di hari yang sama, konser BLUE mendadak dibatalkan karena Gustro mengalami kecelakaan tragis di perjalanan saat menuju tempat konser dilaksanakan, hingga ia pun meregang nyawanya!

Wislay yang dihantam bertubi-tubi oleh kabar mencengangkan itu pun, memilih untuk mengakhiri hidup dengan melompat dari gedung. Namun yang terjadi justru diluar dugaannya!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ws. Glo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

IILA 03

Sore hari perlahan menyapa Thorns City dengan cahaya jingga yang menelusup melalui celah-celah gedung pencakar langit. Di sebuah perumahan elit kawasan selatan kota, berdirilah sebuah rumah minimalis dua lantai dengan desain arsitektur yang modern namun tetap menghadirkan kesan hangat. Lantai kayu berwarna coklat tua, jendela besar dengan kaca bening, serta taman kecil yang terawat rapi membuat rumah itu tampak hidup namun tak kehilangan sisi elegannya.

Di ruang tamu yang luas, terdapat sebuah sofa panjang berbahan kulit coklat gelap. Di sanalah seorang pemuda terbaring santai. Bersinglet hitam dan celana pendek abu-abu, tubuhnya tegap dengan otot yang terlihat jelas meskipun ia sedang dalam posisi santai.

Ia adalah Gustro.

Tangannya memegang sebuah buku, halaman demi halaman dibolak-balik perlahan. Namun, pandangannya tampak kosong. Sesekali, matanya hanya menatap satu halaman tanpa membacanya sama sekali. Bukan karena isinya tidak menarik, justru buku itu cukup menggugah pikirannya—tapi ada hal lain yang jauh lebih mengganggu pikirannya saat ini.

Wajah itu.

Wajah gadis penjaga toko buku yang menangis saat dirinya membeli buku. Gadis itu... Entah siapa dia?

“Gadis aneh itu,” gumamnya perlahan.

Gustro mencoba mengingat kembali, bahwa sebelum air mata gadis itu jatuh, Gustro merasa yakin bahwa sang gadis menyerukan namanya. Seolah mereka saling mengenal.

Tapi itu mustahil.

Ia tak pernah bertemu dengannya. Tak pernah merasa mengenalnya, apalagi dekat.

Tapi sorot mata itu...

“Apa aku melewatkan sesuatu?" Gustro menutup buku tersebut lalu meletakkannya di atas meja kopi.

Ia menyandarkan kepalanya di sandaran sofa, menatap langit-langit putih polos sambil mengembuskan napas berat. Gadis yang bahkan tak ia ketahui namanya itupun tak lepas dari benaknya. Bahkan ekspresi sedihnya masih terbayang jelas.

"Kenapa dia menangis seperti itu saat melihatku?"

Ia serasa tak tahan. Rasa penasaran membelenggungi dirinya. Dalam waktu dekat, mungkin ia akan kembali ke toko itu, hanya untuk bertanya atau memastikan bahwa reaksi gadis itu bukan sekadar ilusi sesaat.

Namun lamunan itu segera terganggu.

Dari arah pintu depan, langkah sepatu terdengar mendekat. Ketukan ringan di dinding ruang tamu membuat Gustro menoleh.

Seorang pria gagah dengan tubuh tegap dan mengenakan setelan jas abu-abu rapi berdiri dengan ekspresi formal. Tubuhnya mengesankan wibawa dan disiplin. Dialah Andrew.

Andrew membungkukkan sedikit badannya, lalu bersuara tegas namun tetap sopan, “Tuan muda, bos besar ingin Anda segera menghadap ke kediaman utama.”

Gustro mengerutkan kening. “Sekarang?”

Andrew mengangguk. “Ya, Tuan. Ini penting.”

Gustro mendesah pelan. Ia berdiri, mengambil kaus tipis di samping sofa dan menyarungkannya ke tubuh.

“Ada masalah lagi?”

“Bos besar tidak menjelaskan, Tuan. Hanya mengatakan bahwa ini berkaitan dengan masa depan anda.”

Mendengar penjelasan demikian, Gustro diam sejenak.

"Tck, lagi-lagi soal masa depan. Apa dia akan tetap bersikeras untuk membuatku mewarisi organisasi itu walau harus mengesampingkan impianku menjadi idol?" Gustro memijit kening, terlihat frustasi.

“Baiklah. Ayo.”

Setengah jam kemudian, sebuah mobil sedan hitam melaju mulus di jalanan kota, menembus lalu lintas sore yang mulai padat. Di dalamnya, Gustro duduk di kursi belakang sambil terus menatap keluar jendela. Tapi pikirannya bukan pada 'masa depan' Justru wajah gadis itu terus mengganggu benaknya.

Ia lantas memejamkan mata.

Gadis aneh... siapa kamu sebenarnya?

Di waktu yang bersamaan, di sebuah kamar kost sederhana yang belum genap sebulan ditinggali, Wislay duduk bersila di atas kasur tipis miliknya. Di hadapannya terbuka sebuah buku catatan kecil berwarna krem dengan sampul bergambar bunga matahari yang sudah sedikit lusuh. Cahaya matahari sore menembus jendela kecil kamarnya, menyorot lembut ke halaman-halaman kosong buku tersebut.

Dengan pulpen di tangan dan raut wajah yang penuh kesungguhan, Wislay mulai menulis.

Ia menulis bukan sembarang menulis. Buku itu kini menjadi tempat ia menuliskan apa yang disebutnya sebagai 'wishlist kehidupan kedua'—daftar hal-hal yang ingin ia lakukan, perjuangkan, dan capai setelah Tuhan memberinya kesempatan untuk hidup kembali.

Halaman pertama ia buka dan ia beri judul dengan tulisan rapi:

MISI HIDUP BARU WISLAY ANTIKA

Lalu, dengan pulpen hitam yang sudah mulai menipis tintanya, ia menuliskan daftar:

Membahagiakan ibu dan ayah, tanpa menyusahkan mereka dalam dana.

Membantu ibu dan ayah untuk menunjang ekonomi yang lebih baik.

Membuka usaha kecil-kecilan sebagai uang tambahan.

Membagi gaji sesuai dengan rincian yang telah direncanakan.

Membuat kedua adikku bangga.

Menjaga kesehatan fisik dan mental keluargaku.

Mendekati lalu berteman baik dengan Gustro.

Menjaga dan memperhatikan keselamatan Gustro.

Setelah menulis nomor tujuh dan delapan, Wislay berhenti sejenak. Tatapannya menghangat, namun sekaligus penuh tekad. Ia lalu mengeluarkan pulpen berwarna biru dari tempat pensilnya, dan dengan hati-hati ia melingkari dua poin terakhir itu.

Nomor 7 dan 8: Mendekati lalu berteman baik dengan Gustro serta Menjaga dan memperhatikan keselamatan Gustro.

“Ini misi utama,” bisiknya sambil menatap bulatan tinta biru itu.

Air mata bening menetes pelan di sudut matanya. Bukan karena sedih, tapi karena semangat dan harapan yang mulai tumbuh. Ia merasa memiliki tujuan hidup yang besar. Tuhan telah mengabulkan permohonannya. Maka sekarang, ia tak boleh menyia-nyiakan kesempatan kedua ini.

“Ma, Pa... mulai sekarang, aku akan berusaha sekuat tenaga. Keluarga kita nggak boleh menderita lagi. Mama nggak boleh sakit gara-gara mikirin uang, dan Gustro... dia harus selamat. Apapun yang terjadi.”

Ia mengusap air matanya dan menutup buku catatan itu perlahan, lalu menatap langit senja dari balik jendela. Dalam hatinya, Wislay bersumpah: kehidupan kali ini tidak akan gagal.

...****************...

...****************...

Malam mulai merambat dan langit kota tampak bertabur bintang, seolah menyembunyikan rahasia-rahasia yang menggantung di antara bayang-bayang gelapnya. Di pinggiran kota, berdiri mansion mewah yang dikelilingi pagar besi tinggi dan sistem keamanan ketat. Lampu-lampu taman menyala hangat, menyinari jalan setapak yang mengarah ke pintu utama yang menjulang tinggi.

Sebuah mobil hitam berhenti perlahan di depan tangga utama. Pintu terbuka, dan Gustro melangkah keluar dengan langkah mantap. Ia mengenakan jaket hitam panjang yang membuat tubuh tegapnya tampak lebih berwibawa. Tak ada senyum di wajahnya malam ini, hanya ketegasan dan sedikit rasa jengah.

Beberapa pria berbadan besar yang berjaga di depan pintu langsung menundukkan kepala, memberi salam hormat.

“Selamat malam, Tuan Muda.”

Gustro tak menjawab, hanya mengangguk tipis lalu melangkah masuk. Ia sudah terlalu biasa dengan suasana seperti ini—terlalu megah, terlalu formal, terlalu penuh tekanan.

Menyusuri lorong panjang dengan lantai marmer mengilap, akhirnya ia sampai di depan sebuah pintu ganda berukir emas. Dua penjaga membukanya bersamaan, memperlihatkan ruang kerja mewah dengan lampu gantung kristal dan lukisan klasik di dinding.

Di balik meja besar dari kayu jati, duduklah seorang pria paruh baya dengan sorot mata tajam yang memancarkan wibawa dan bahaya sekaligus. Rambutnya mulai memutih, namun tubuhnya masih tegap dan kuat. Dialah Edward Velgrant, ayah Gustro—bos besar dari organisasi bawah tanah paling berpengaruh di negeri ini: Black Heart.

“Masuklah,” ucap Edward dengan suara berat.

Gustro berjalan tanpa ragu, lalu duduk di kursi depan meja sang ayah.

“Ayah lagi-lagi memanggilku untuk memaksa jadi penerus organisasi, kan?” katanya to the point.

Edward mengangkat alis. “Anak macam apa yang menolak takdir sebesar ini?”

“Anak yang ingin menentukan hidupnya sendiri.”

“Tentu saja hidupmu bisa kau tentukan, selama itu tak bertentangan dengan garis darahmu. Kau satu-satunya anakku, Gustro. Kepada siapa lagi aku akan wariskan kekuasaan, jaringan, dan seluruh kejayaan Black Heart ini?”

“Dan kau pikir, aku bisa hidup sebagai pemimpin organisasi gelap sekaligus menjadi idol?”

"Sudah berapa kali ayah katakan, berhenti bermimpi untuk menjadi idol. Di mataku, idol hanya kumpulan orang-orang yang memalsukan karakteristik asli mereka dengan bersembunyi dibalik nyanyian serta tingkah laku menggelikan. Itu tidak cocok padamu. Tidak artinya."

"Tapi sedari kecil, aku sangat suka bernyanyi. Dan menjadi idol, adalah impianku sejak kecil. Jadi aku harap, ayah nggak ada niatan buat menghalangi."

Edward mendengus kasar, "lalu ayah harus kemana lagi untuk mempercayakan semua yang telah kudapatkan lewat perjuangan kerasku selama ini? Tidakkah kau pernah berpikir, bahwa tiada tempatku kembali selain kepadamu, Gustro. Kau satu-satunya keluargaku, orang yang paling aku percaya di dunia. Pertimbangkan lah kehendak ayahmu yang sudah menua ini."

Hening sejenak, tanpa suara.

Tidak lama, Edward mencoba memberi cela dengan melanjutkan jika, "Ayah pikir kau bisa melakukan apa pun yang kau mau, asal kalau dirimu cukup cerdas dan disiplin.”

Gustro menghela napas. “Ya, aku rasa juga begitu. Aku hanya ingin mengatakan satu hal.”

Edward memiringkan kepalanya sedikit, menatap putranya dengan penasaran.

“Aku akan terima... jadi penerus Black Heart.”

Mata Edward menajam, namun tidak menunjukkan keterkejutan. “Akhirnya kau sadar.”

“Tapi dengan satu syarat.”

Edward diam, memberi isyarat untuk melanjutkan.

“Aku akan tetap menjalani masa trainee-ku mulai tahun depan dan debut sebagai idol. Aku ingin tetap berada di panggung. Di bawah sorotan lampu, bukan hanya bayang-bayang.”

Edward mendengus. “Itu konyol.”

“Tidak. Itu pilihanku. Dan kau tahu, aku tidak akan menyerah pada dua hal ini. Jika kau tetap ingin aku memimpin Black Heart suatu saat nanti, maka biarkan aku tetap menjalani jalanku.”

Sunyi mencengkeram ruangan selama beberapa detik. Lalu, perlahan, Edward bersandar di kursinya.

“Jika kau bisa menyeimbangkan keduanya, aku akan biarkan.”

Gustro mengangkat dagu, menatap lurus ke arah ayahnya. “Aku bisa.”

“Kita lihat saja. Tapi ingat, dunia ini tak seindah panggung. Di organisasi, satu kesalahan bisa membuatmu lenyap.”

“Aku mengerti.”

Edward tersenyum tipis. Bukan senyum bahagia, tapi senyum puas. Mewariskan organisasi bukan soal keinginan, tapi tentang garis darah. Dan malam ini, dia berhasil mengunci takdir putranya.

Gustro bangkit dari kursinya, lalu membungkuk sedikit dengan penuh hormat sebelum berbalik pergi.

Dalam hati, ia tahu… kini hidupnya tak lagi sama.

~

1
Anonymous
ceritanya keren ih .....bagus/Bye-Bye/
Y A D O N G 🐳: Makasih lohh🥰
total 1 replies
😘cha cchy 💞
kak visual x dong juga. ..👉👈😩
😘cha cchy 💞
ini tentang lizkook kan...??
😘cha cchy 💞
kak kalo bisa ada fotonya kak biar gampang ber imajinasi...😁
😘cha cchy 💞: minta foto visual x juga nanti kak..😁🙏🙏
harus lizkook ya KK..😅😃
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!