"Aku tidak bisa mencintainya, karena sejak awal hatiku tidak memilihnya. Semua berjalan karena paksaan, surat wasiat ayah, janji ayah yang harus aku penuhi."
"Semua yang terjadi bukan atas kemaunku sendiri!"
"Dengarkan aku, Roselyn... hanya kamu yang mampu membuatku merasakan cinta."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Qireikharisma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
9. Apa mungkin sudah menikah?
Sementara itu di kantornya, Jayden sudah benar-benar tidak fokus. Semua laporan di meja tak di sentuhnya sama sekali. Pikirannya yang ada hanya tertuju pada Roselyn, gadis itu sudah membuatnya kehilangan kendali.
Tangannya meraih ponsel, mengetik pesan dengan penuh emosi.
"Roselyn, saya tunggu kamu di tempat saat pertama saya anterin kamu pulang. Jika kamu tidak datang, besok pagi saya akan menyatakan perasaan saya di hadapan teman-teman kamu. Pastikan kamu siap akan hal itu.”
Jayden masih menatap layar ponselnya setelah mengirim pesan itu pada Roselyn. Senyum tipis muncul di wajahnya, senyum penuh ancaman.
Di kamarnya, Roselyn menatap layar ponselnya yang baru saja bergetar. Saat membuka pesan itu ternyata dari Jayden, tangannya langsung gemetar, wajahnya pucat bercampur dengan rasa takut, marah, dan bingung menghantamnya secara bersamaan.
"Terserah, Pak Jayden. Aku tidak peduli."
Roselyn mengirim kembali balasan pesan itu dengan cepat.
Jayden membaca balasan pesan Roselyn, ia merasa tertantang olehnya, sambil menyunggingkan senyumnya, jemarinya kembali bergerak di atas layar ponsel dan kembali mengirim pesan.
"Baik, jika itu mau kamu, saya akan lakukan besok. Saya tidak pernah main-main dengan ucapan saya."
Balasnya singkat, namun penuh tantangan.
Roselyn yang baru saja mencoba menenangkan dirinya langsung terperanjat kembali melihat pesan baru itu. Ia tahu Jayden bukan tipe lelaki yang hanya sekedar mengancam tapi ia, akan membuktikan ucapannya.
Roselyn terdiam, lalu menarik napasnya gusar. Ia sadar harus menyerah dan berhati-hati dengan sikapnya, jangan sampai tingkah dosen itu menjadikannya bahan gosip di kampus.
"Aku harus menemuinya, kalau tidak, besok pagi, akan heboh." Dengan malas Roselyn bangkit dari kasurnya dan mulai bersiap.
"Aku sedang bersiap, Pak." Mengirim pesan balasan.
Setelah melihat pesan baru masuk dari Roselyn. Jayden tersenyum penuh semangat. Akhirnya Roselyn kalah, sekarang ia tahu titik lemahnya. Ia lebih peduli reputasi dan teman-temannya daripada perasaannya sendiri.
Roselyn berdiri di depan cermin. Ia mengenakan kemeja putih dan celana jeans, rambutnya diurai panjang, meskipun dengan pakaian sederhana, ia tetap cantik dan menawan.
"Aku hanya ingin semuanya cepat selesai,” gumamnya lirih. langkahnya berat, ia mengambil tas kecil, lalu keluar kamar. Udara malam langsung menyambutnya, rambutnya terkibas angin dan kakinya melangkah pada seseorang yang tidak bisa ia hindari.
Sementara itu, Jayden sudah menunggu di dalam mobil hitamnya. Dari kejauhan ia melihat Roselyn berjalan mendekat. Jayden tersenyum penuh kemenangan, Ia menyalakan mesin mobil, lalu menurunkan sedikit kaca mobilnya.
“Naiklah.” Suaranya tenang, matanya mengarah pada Roselyn, dengan tatapan terpesona.
Roselyn terhenti sejenak, menatap Jayden dengan sorot mata penuh keraguan. Dalam hatinya, bergumam, "Kenapa aku harus menuruti dia? Kenapa aku tidak bisa menolak?"
“Akhirnya kamu datang juga, Roselyn," ucap Jayden tersenyum, suaranya dalam dan tenang. Namun justru ketenangan itu membuat Roselyn gelisah.
Roselyn menelan ludah, berusaha menyembunyikan kegugupannya. “Saya tidak punya pilihan lagi, Pak Jayden, jika tidak, Bapak pasti akan benar-benar melakukannya besok pagi," ucapnya dengan menampakan wajah tidak suka.
Namun dalam hatinya yang paling dalam, Roselyn mengakui bahwa dirinya juga senang bertemu dengan Jaysen, tapi logikanya dengan cepat menepis perasaan itu.
"Saya memang tidak pernah main-main dengan apa yang saya ucapkan Roselyn, sebesar apapun resikonya, Saya lakukan," jawabnya tenang dan datar, sedangkan Roselyn memalingkan wajahnya ke jendela.
Jayden, yang sedang fokus menyetir, menyunggingkan senyum tipis. Ia bisa membaca bahasa tubuh Roselyn, meskipun terpaksa, gadis itu nyatanya terlihat nyaman berada di dekatnya, setidaknya ia merasa menang untuk malam ini.
Mobil melaju perlahan. Membawa mereka ke sebuah restoran mewah di pusat kota.
Roselyn mengernyit." Kenapa kita ke sini?"
"Saya laper, temani saya makan," jawabnya santai.
Mobil berhenti tepat di depan restoran mewah, dengan lampu-lampu kristal berkilauan, seolah menyambut kedatangan mereka. Jayden dan Roselyn turun dari mobil.
"Pak Jayden, kita akan makan di sini? Ini terlalu mewah," ucap Roselyn, setengah menolak.
Jayden hanya tersenyum tipis, matanya menatap lurus ke arahnya. “Kita sudah terlanjur berada di sini, ayo masuk."
Dengan berat hati, Roselyn mengikuti langkahnya masuk ke dalam restoran itu, kedatangan mereka seketika menarik perhatian. Roselyn merasa tak nyaman sedangkan Jayden terlihat santai dan tenang, seolah tak peduli pada semua orang yang menatapnya.
"Pak, sadar gak sih, mereka menatap ke arah kita?" bisik Roselyn gelisah.
Jayden menoleh sambil tersenyum tipis menatap Roselyn. "Mereka menatap kamu, terlalu cantik," jawabnya menggoda, wajah Roselyn langsung merona, ia memalingkan wajahnya dengan cepat.
Tiba-tiba seorang pelayan datang ke arah mereka dengan sopan, mengarahkan ke meja sudut yang sudah di siapkan. Jayden duduk dengan tenang, sementara Roselyn gelisah memainkan jari-jari tangannya.
Terlihat banyak pasangan tampak menikmati makan malam romantis, membuat Roselyn semakin salah tingkah, dan memilih menundukan pandangannya.
“Pesan apa saja yang kamu suka,” ucap Jayden datar, sambil menyodorkan buku menu, namun sorot matanya tidak lepas dari Roselyn.
Roselyn menelan ludah. “ Aku terserah Bapak saja, yang penting jangan pedas."
Jayden kembali tersenyum, "Kamu juga nggak suka pedas? Cocok dong kita. Sama-sama nggak suka pedas," timpalnya sambil tersenyum.
Roselyn mendelik, "Cuman kebetulan Pak."
Beberapa menit kemudian, kedua pelayan wanita datang dengan membawa makanan mereka, namun jumlahnya cukup banyak sehingga Roselyn mengernyit.
"Pak, kita cuma berdua, kenapa bapak pesen makanan sebanyak ini?"
"Gak masalah, saya habiskan." Jayden langsung menyantap makanan dengan lahap, tanpa sadar Roselyn tersenyum tipis memperhatikannya. "Enak banget, Pak? Atau emang lagi laper?"
Jayden menoleh, sambil mengunyah makanan, ia menjawab santai, "Laper, saking lapernya, Saya juga ingin menerkam kamu, Roselyn," Jayden menahan tawa.
Sedangkan Roselyn berdecak sebal pipinya bersemu merah. Ingatannya melayang pada waktu lalu, di kelas soal takut di terkam. Jayden dengan jelas sengaja mengulanginya untuk mengingatkan.
"Cepat makan, habiskan," perintah Jayden tersenyum sambil mengunyah.
Meski kesal, Roselyn menuruti perintahnya, sesekali pandangannya melirik Jayden dengan pandangan terpesona, ia menunjukan pribadinya yang beda ketika saat berdua dengannya dan saat menjadi dosen di kelas, dan entah kenapa hatinya terasa hangat. Tapi logikanya dengan cepat menepis perasaan itu. Ia menarik napas mengendalikan dirinya.
Jayden menatapnya sambil berkata datar, "Saya belum pernah makan seselera ini. Mungkin karena makannya samu kamu kali ya, Roselyn."
Roselyn terdiam, hatinya berdesir lalu mengangkat bahunya acuh, namun tanpa sadar, ia tiba-tiba bertanya, sambil memperhatikan Jayden.
"Pak Jayden, beneran belum menikah?" pertanyaan itu dengan polosnya terucap dari mulut Roselyn.
Mendengar pertanyaan itu Jayden langsung terbatuk, ia tersedak makanan, dengan sigap Roselyn menyodorkan gelas, memberinya minum, tubuhnya sedikit condong kearah Jayden dengan wajah cemas, sambil menepuk punggungnya pelan.
Jayden tersenyum lebar, melihat kepedulian Roselyn terhadap dirinya, setelah sadar sikapnya di perhatikan, Roselyn dengan cepat kembali duduk, menutupi kegugupannya.
"Makannya pelan-pelan Pak," ucapnya memecahkan suasana hening, Jayden hanya mengangguk.
Roselyn kembali bertanya, kini dengan penasaran menatap Jayden curiga, "Jangan-jangan, bapak beneran sudah punya istri, ya?"
Jayden menghentikan kegiatan makannya, ia terdiam tenang, menatap Roselyn dengan tatapan dingin. "Ya, Kamu istrinya, sebentar lagi kamu akan jadi istri Saya. Roselyn."
Roselyn terbelalak, jantungnya kembali berdetak cepat, Ia mendengus kesal, wajahnya kini makin memerah, tersipu malu mendengar ucapan itu. "Pak Jangan bercanda yang aneh-aneh, deh!" jawabnya sambil memalingkan wajah dan fokus kembali pada makanannya.
Lanjut Part 10》