Brakk
"Tidak becus! aku bilang teh hangat. Kenapa panas sekali? kamu mau membakar tanganku?"
Alisa tidak mengatakan apapun, hanya menatap ke arah suaminya yang bahkan memalingkan pandangan darinya.
"Tahunya cuma numpang makan dan tidur saja, dasar tidak berguna!"
Alisa menangis dalam hati, dia menikah sudah satu tahun. Dia pikir Mark, suaminya adalah malaikat yang berhati lembut dan sangat baik. Ternyata, pria itu benar-benar dingin dan tak berperasaan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon noerazzura, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27. Giliran Maria
Untung saja selama satu tahun lebih jadi Alisa, dia sudah belajar banyak pekerjaan rumah. Jika tidak, bagaimana bisa Paula Anna Helmith yang biasanya hanya berkutat dengan dokumen, dan pena belasan juta berkutat dengan penggorengan dan kompor.
Yang paling mudah di dalam hari, memang hanya membuatkan daging panggang dengan kentang panggang yang hanya tinggal ditaburi sedikit lada dan garam saja.
"Sudah jadi, aku mau tidur ya!" kata Paula meletakkan piring di atas meja di depan Mark.
"Temani aku!" kata Mark menahan tangan Paula yang hampir dia tarik kembali setelah meletakkan piring itu.
Kedua alis Paula nyaris bertaut.
'Astaga, aku mengantuk!' batin Paula.
Tapi Paula pada akhirnya menepis tangan Mark. Dan duduk di kursi dengan jarak dua kursi dari Mark.
Paula menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi dan melihat ke arah taplak meja yang menurutnya memang lebih enak di pandang dari Mark yang sedang makan itu.
Sementara Mark, pria itu juga makan dengan tidak bersemangat.
"Besok, tak perlu datang ke rumah sakit..."
"Siapa juga yang mau datang!" sela Paula.
Dan ucapan Paula itu membuat Mark meletakkan garpu yang ada di tangannya.
"Akhir-akhir ini, kamu senang sekali menyelaku saat bicara ya?" tanya Mark dengan tatapan tidak senang ke arah Paula.
Paula mengangkat wajahnya. Dan Mark merasa, kalau istrinya itu tidak sekumel biasanya. Wajah Paula sudah sedikit lebih cerah, dan terus terang terlihat lebih cantik.
Bagaimana tidak, dia memang sudah kembali membawa skincare mahalnya ke kamar itu. Sebelumnya, dia bahkan cuma mencuci wajahnya dengan sabun cair untuk mandi. Tidak punya lipstik, apalagi skincare. Sungguh kasihan kulitnya yang halus dan lembut itu selama satu tahun ini.
"Aku hanya mengatakan yang sebenarnya. Aku juga tidak mau datang ke rumah sakit. Tidak akan ada juga yang mengharapkan aku datang kesana!" ujar Paula lagi.
Mark merasa lelah, kalau harus berdebat dengan Paula sekarang. Dulu, istrinya itu sangat penurut. Kenapa sekarang jadi seperti itu.
"Apa yang salah denganmu, Alisa?" tanya Mark.
Dan suara pria itu saat mengatakan semua itu, seolah sangat menuntut penjelasan. Terdengar di ucapkan dengan kata-kata yang begitu dalam, cukup serius.
Paula melirik sekilas ke arah Mark.
'Apa dia mulia curiga? oh ya ampun. Kenapa tadi aku menyelanya. Alisa mana pernah melakukan semua itu. Harus cosplay jadi Alisa lagi ini!' batin Paula.
Dan dengan cepat, mata tegas Paula itu berubah menjadi sendu. Wajahnya di buat agak sedih, dan keningnya berkerut tipis.
"Suamiku, maksudmu apa? aku tidak paham?" tanyanya dengan suara yang terdengar pelan, bahkan ekspresi wajah Paula dia buat sepolos mungkin cenderung begoo malah.
Mark menarik bahunya sedikit. Kenapa bisa berubah drastis begini, pikirnya. Tadi, tatapan mata itu sangat tegas, kenapa sekarang jadi seperti orang yang tidak punya sandaran dan terlihat bingung.
"Sudahlah, sudah malam. Istirahatlah!" kata Mark yang meninggalkan meja makan itu dan pergi ke arah kamarnya.
Saat Mark pergi itu, dia juga keluar dari ruang makan. Kalau biasanya dia masih Alisa yang dulu. Dia tentu akan merapikan meja makan itu dan mencuci semua peralatan bekas makan dan bekas masaknya. Tapi itu Paula, siapa yang perduli dengan semua tugas pelayan itu.
Saat Paula akan ke belakang. Dia melihat Mark melewati kamar utama. Paula menghentikan langkahnya sejenak.
"Eh, kenapa dia labas. Apa dia sudah sangat mengantuk sampai lupa kamarnya dimana?" gumam Paula pelan.
Dan benar saja, Mark tidak pergi ke kamar utama yang ditempati oleh Karina. Pria itu membuka kamar tamu di sebelah ruangan kerjanya. Dan masuk ke dalam sana. Paula cukup lama diam di tempatnya.
Tapi beberapa saat kemudian, dia menggelengkan kepalanya sendiri dengan cepat.
"Idih, untuk apa juga aku masih disini. Kurang kerjaan" gumamnya lagi yang segera pergi ke halaman belakang, ke kamarnya yang ada disana.
Pagi menjelang...
Guyuran air dari selang, membuat mata seorang wanita dengan kemeja dan rok berwarna coklat tua terbuka lebar.
"Agkhh!" pekik wanita itu.
Sontak saja, Nurma yang memegang selang dan menyiram tanaman di halaman belakang berasa sangat terkejut.
Wanita itu menjatuhkan selangnya dan mundur beberapa langkah ke belakang.
"Loh! bibi Maria. Kenapa bibi Maria tidur di bawah kandang?" tanya Nurma keheranan.
Mata Maria melotot lebar, meskipun dia baru bangun, tapi apa yang terjadi padanya langsung membuat matanya membelalak lebar.
Dia mengingat kembali apa yang terjadi padanya semalam. Seseorang memukulnya dan membuatnya pingsan. Tapi kenapa dia bisa tidur di belakang kandang.
"Kamu yang memukulku ya?" tanya Maria pada Nurma.
"Ih jangan sembarangan bi. Jangan-jangan, bibi punya kebiasaan tidur sambil jalan ya. Ih muka bibi bentol-bentol tuh, sana mandi bi! bibi bau sekali!" kata Nurma memencet hidung dengan tangannya.
Karena memang aroma tubuh Maria, sudah seperti aroma kotoran burung yang ada di belakangnya.
Dan wajahnya juga, bentol-bentol semua. Mungkin seluruh tubuhnya juga. Karena di gigit nyamuk semalaman tidur di belakang kandang.
"Dasar kamu, awas saja!"
"Jangan sembarangan bi, semalam aku tidur cepat. Untuk apa memukul bibi, lagipula mana bisa aku bawa tubuh bibi ke tempat ini. Bibi Maria kan gendut!"
Mata Maria makin melotot.
"Awas saja, aku akan adukan pada nyonya besar!" kata Maria sambil berjalan menuju ke rumah utama.
Nurma hanya mendengus pelan.
"Adukan saja, kan memang bukan aku yang melakukannya. Lagipula masalah di rumah utama juga sudah banyak. Aku dengar nona Rena dan nona Tasya masuk rumah sakit. Memangnya akan ada yang mendengarkan keluhanmu bibi Maria" gumam Nurma, sambil mengambil kembali selang air dan melanjutkan pekerjaannya.
Setelah mandi, Maria bergegas ingin menemui Karina, Berta atau Tasya. Dia mau mengadu. Dia belum tahu, kalau Tasya juga masuk rumah sakit.
Tapi saat dia ke dapur, dia melihat Karina yang sedang memijat kepalanya sambil minum teh chamomile.
"Nona Karina..."
Melihat Maria yang sejak tadi dia panggil baru muncul. Karina malah kesal.
"Heh, kamu kemana saja bibi Maria? tidak dengar aku berteriak memanggilmu dari pagi. Ini kenapa wajahmu bentol semua. Kamu punya penyakit kulit ya?"
"Tidak nona, ini..."
Karina malah segera berdiri dan menjauh dari Maria.
"Hihh, jauh-jauh dariku. Pergi kamu! pokoknya kamu jangan keluar dari kamar sebelum bentol-bentol itu sembuh. Pergi sana!"
Maria merasa tidak puas, dia ingin mengadukan apa yang terjadi padanya. Tapi Karina yang melihat Maria mukanya bentol-bentol, malah mengira Maria punya penyakit kulit menular.
"Tapi nona!"
"Lusi! bawa bibi Maria ke kamarnya. Kurung! jangan biarkan dia keluar kalau belum sembuh!"
Lusi yang mendengar itu tentu saja langsung mencengkeram erat kedua lengan Maria.
"Heh, ngapain kamu?" tanya Maria pada Lusi.
"Ngapain lagi? tentu saja bawa kamu untuk di kurung di kamar!"
"Nona, tapi aku mau bilang..."
"Bawa pergi!" pekik Karina.
Lusi menarik Maria dengan kuat meninggalkan tempat itu.
Karina duduk kembali.
"Astaga, kenapa orang-orang di rumah ini bermasalah semua. Ck, Mark juga tidak mau menceraikan wanita kampungan itu. Aku harus pikirkan cara untuk mendapatkan Mark secepatnya!" gumamnya sangat ambisius.
***
Bersambung...