Zhao Yue, preman jalanan abad 21 yang menguasai pasar malam, hidup dengan moto " Kalau mau aman, jangan macam-macam denganku." Jago berkelahi, lidah pedas, dan aura menakutkan adalah ciri khasnya.
Suatu malam, setelah menghabisi geng saingan, ia dikepung dan dipukul keras di kepala. Saat tersadar, ia berada di ranjang keemasan dan dipanggil “Yang Mulia Permaisuri.” Kini, Zhao Yue berada di tubuh Permaisuri Xian Rong dari Dinasti Wei—istri kaisar yang dikenal lemah dan sakit-sakitan. Namun sejak roh preman masuk, sang permaisuri berubah menjadi galak, blak-blakan, dan barbar.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ANWi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Racun
Tak lama setelah kepergian Selir Hua Qian, seorang wanita berbadan tipis datang. Wanita bergaun biru itu tersenyum tipis, lalu memberi hormat dengan gerakan anggun.
“Hamba, Selir Lian Fei, datang untuk menjenguk Yang Mulia Permaisuri.”
Xian Rong membalas senyum itu, meski matanya tetap dingin.
“Lian Fei… Nama yang indah. Sayang, aku tidak yakin niatmu seindah itu.”
Sekilas, kilatan terkejut muncul di mata Lian Fei, namun segera ia tutupi dengan senyum yang lebih lebar.
“Yang Mulia sungguh pandai bergurau. Hamba membawa sesuatu dari Tabib istana, Tabib Luo Sheng. Ia mengatakan ramuan ini akan memulihkan tenaga Anda.”
Dari balik hanfu birunya, Lian Fei mengeluarkan sebuah botol kecil dari porselen putih, dihiasi ukiran bunga plum. Cairan di dalamnya berwarna kehijauan, menguarkan aroma herbal yang tajam.
“Ramuan istimewa. Hanya Tabib Luo Sheng yang mampu meraciknya,” ujar Lian Fei sambil meletakkan botol itu di meja kecil di dekat ranjang. “Hamba harap Yang Mulia meminumnya segera.”
Xian Rong menatap botol itu lama, lalu menoleh pada Lian Fei dengan senyum tipis.
“Kau sendiri… sudah pernah meminumnya?”
Pertanyaan itu membuat Lian Fei terdiam sejenak.
“Ramuan ini khusus untuk Anda, Yang Mulia. Tentu saja—”
“Ah, tentu saja,” potong Xian Rong, nada suaranya datar namun penuh sindiran.
“Khusus untukku.”
Perutnya tiba-tiba berbunyi pelan. Lapar. Sangat lapar. Ia belum makan apa pun sejak kesadarannya berpindah ke tubuh permaisuri ini.
“Bawakan makanan,” perintahnya pada dayang yang sejak tadi menunduk.
Tak lama, sebuah nampan besar dibawa masuk: sup ayam ginseng, sepiring besar paha ayam panggang madu, dan kue kukus manis.
Xian Rong langsung meraih paha ayam terbesar, menggigitnya tanpa ragu. Daging empuk dan gurih memenuhi mulutnya, lemaknya meleleh di lidah.
“Hm… ini baru obat yang sebenarnya,” ucapnya di sela-sela kunyahan.
Lian Fei mengerutkan kening.
“Yang Mulia… ramuan dari Tabib Luo Sheng sebaiknya diminum sebelum makan, agar khasiatnya—”
“Aku sudah minum obat seumur hidup,” potong Xian Rong sambil meraih paha ayam kedua.
“Kalau ramuan itu benar-benar menyembuhkan, ia akan tetap bekerja walau diminum nanti. Benar begitu?”
Lian Fei tersenyum lagi, tapi senyum itu terasa kaku.
“Tentu saja…”
Selesai menghabiskan paha ayam ketiga, Xian Rong meletakkan tulang di piring dengan santai. Tangannya meraih cangkir teh, bukan botol ramuan.
“Kau benar-benar perhatian, Lian Fei. Aku… akan meminumnya nanti.”
Ia menatap botol porselen itu sekali lagi. Bau herbalnya terlalu tajam, dan dari pengalaman hidupnya yang keras, ia tahu: herbal yang terlalu wangi biasanya menyembunyikan sesuatu yang tidak seharusnya ada. Racun.
Di luar, suara langkah para pengawal terdengar lagi, kali ini lebih banyak dan berat. Xian Rong memiringkan kepala, senyumnya kembali muncul.
Di luar pintu, suara langkah berat semakin dekat, diiringi dentingan logam dari tombak para pengawal. Lian Fei melirik ke arah pintu, lalu kembali menatap Xian Rong dengan senyum samar. “Sepertinya, ada tamu lain yang hendak menemui Yang Mulia.”
Xian Rong menyandarkan punggungnya pada bantal sutra, jemarinya mengetuk pelan permukaan meja di samping ranjang. “Oh? Siapa lagi yang merasa dirinya cukup penting untuk datang tanpa diundang?”
Dayang yang berdiri di sudut ruangan bergegas memberi hormat. “Yang Mulia… yang datang adalah Kepala Kasim Istana, Eunuch Zhao.”
Begitu nama itu disebut, tatapan Lian Fei berubah sekilas. Xian Rong tak melewatkannya. “Bawa masuk,” perintahnya tenang.
Pintu geser terbuka, memperlihatkan seorang pria tua berwajah tirus dengan senyum licin yang terlalu dibuat-buat. Ia membungkuk rendah, namun matanya berkilat penuh perhitungan. “Hamba Eunuch Zhao, mengucapkan salam pada Yang Mulia Permaisuri.”
“Langsung saja,” ujar Xian Rong. “Aku tidak suka basa-basi.”
Eunuch Zhao melirik sekilas ke arah botol porselen di meja. “Hamba mendengar kabar Yang Mulia menerima ramuan khusus dari Tabib Luo Sheng… Ramuan itu sebaiknya diminum sekarang, demi kesehatan Anda.”
Suasana di ruangan panas. Lian Fei tetap tersenyum, namun tatapannya jelas menunggu reaksi.
Xian Rong mengangkat botol itu, memutar-mutar di tangannya, lalu menaruhnya kembali. “Lucu sekali. Mengapa semua orang di istana ini begitu… peduli pada kesehatanku? Padahal, saat aku terbaring lemah dulu, tak satu pun dari kalian yang repot-repot menemuiku.”
Eunuch Zhao menunduk lebih dalam, menyembunyikan ekspresinya. “Hamba hanya menjalankan perintah.”
Xian Rong menyipitkan mata. “Perintah siapa?”
Tak ada jawaban.
Keheningan menggantung di udara, hanya terdengar bunyi api dupa yang perlahan membakar. Xian Rong mengangkat cangkir teh, menyesapnya perlahan, seolah ia punya kendali penuh atas waktu.
“Tinggalkan ramuan itu di sini,” katanya akhirnya, suaranya rendah namun tegas. “Dan kalian… boleh pergi.”
Lian Fei dan Eunuch Zhao saling bertukar pandang sebelum memberi hormat. Namun sebelum Lian Fei berbalik, ia menunduk mendekat, berbisik di telinga Xian Rong, “Yang Mulia… jangan sampai terlambat meminumnya. Beberapa hal… tidak menunggu.”
Tatapan Xian Rong membeku.
Begitu mereka pergi, ia memandang botol porselen itu lama, jemarinya mengetuk meja lagi. Pandangannya berpindah ke arah pintu yang baru saja tertutup, lalu ke jendela tempat cahaya matahari sore masuk dengan redup.
" Hei! Dengar sini! Selain dayang bernama Mei, kalian boleh keluar!" Perintah Permaisuri. Ia menjilati jemari bekas makan ayam.
Setelah mendengar perintah dari permaisuri, dayang dayang lain keluar kamar.
Aku harus berhati hati, dalam ingatan Xian Rong, hanya Mei yang menemani nya dari kecil. Dayang dayang lain bisa saja adalah mata mata. Pikir Xian Rong.
****
Happy Reading. Mohon Dukungan untuk Like Komen dan Tambah Favorit ya ,terimakasih ❤️ yang mau promosi silahkan ❤️