"Saingan? Lawanku Janda aja, aku udah MENANG!"
.
.
.
Gladys, merutuk habis kekasihnya yang ketahuan sedang berselingkuh di sebuah kamar hotel dengan seorang Janda beranak tiga.
Hati wanita mana yang tak sakit, terlebih ia sudah menerima pria itu sepaket dengan putrinya yang selama dua tahun ini selalau berusaha agar bisa diterima dengan baik sebagai ibu sambung.
.
.
.
"Dasar DUDA gak tahu diri. Lihat saja, akan ku pastikan penggantimu adalah BERONDONG TAJIR"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nenengsusanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 26
🍂🍂🍂🍂🍂
"Udah curhatnya?"
Sebuah pertanyaan yang terlontar dari suara seorang laki-laki di sebrang sana membuat Erica kaget, ia sampai menghentikan isak tangisnya sendiri lalu melihat kembali layar ponsel.
Yang tertera di layar benda pipihnya adalah deretan angka sama seperti penelpon pertama, "Kok beda ya?" gumam Erica pelan.
"Apa yang beda, Mbak?"
"Hem--, enggak! gak ada kok, kamu siapa?" tanya balik Erica yang sebenarnya hanya ingin memastikan jika tebakannya benar.
"Menurut Mbak, Siapa?" bukan menjawab, manusia satu itu malah kembali bertanya.
Tuuuut...
Erica langsung mengakhiri panggilan teleponnya yang baru dua menit, dari suara dan juga nama panggilan untuknya jelas jika itu Kaivandra.
Ya, Erica semakin yakin juga ketika ka membandingkan dua nomer baru yang barusan meneleponnya dan itu jelas berbeda.
"Yang pertama si Duda, yang barusan berarti si Berondong," gumam Erica yang kemudian menghela napas panjang.
Triiiing..
Suara notifikasi pesan masuk ke dalam ponsel Erica, mau tak mau ia melihatnya meski dengan perasaan berdebar.
+6282234578910 [ Kok, teleponnya mati? ]
Erica menelan salivanya kuat kuat, ia sungguh malu karna sudah salah beranggapan. Ia melupakan isi hatinya yang sedih pada orang yang salah, yang artinya ia salah target.
Ia letakkan kembali ponselnya itu, bersikap tak terjadi apa-apa dengan cara mengabaikan pesan dari Kai sebab ia tak punya alasan masuk akal untuk menjawab selain Malu.
.
.
.
Suasana hati yang masih berantakan, di tambah mata merah dan sembab membuat Erica memilih tetap diam di kamarnya, tentu karna ia tak ingin mendapat pertanyaan dari Mama, wanita paruh baya itu tak boleh punya beban pikiran atas segala masalahnya, cukup dua tahun belakangan kemarin saja Erica banyak membebani sang Mama dengan segala bentuk keras kepalanya itu.
Hingga ketukan pintu kamar yang membuatnya pasrah turun dari ranjang " Ada apa?" tanya Erica setelah pintu berwarna putih itu sudah ia buka.
"Makan dulu di suruh Mama. Udah nunggu di bawah," Jawab si Bungsu.
Erica hanya menganggukkan kepala, mau tak mau ia harus keluar padahal niat hati ingin tetap menghindar setidaknya sampai besok pagi, ia akan jauh lebih siap bertemu keluarganya terutama Mama ketika sarapan nanti.
"Tunggu, aku cuci muka dulu sebentar," balas Erica yang kemudian menutup kembali pintu kamarnya.
Tak langsung ke kamar mandi, Erica malah duduk lagi di tepi ranjang, ia meraih ponselnya yang tergeletak di dekat bantal, " Gak ada chat dan telepon lagi," gumam Erica, ada perasaan kecewa yang ia tutup dengan senyum tipisnya.
Erica kembali bangun dari duduknya, ia melangkah gontai ke arah kamar mandi. Ia basuh wajah cantiknya itu berkali-kali hingga ia rasa tak seberantakan tadi meski kedua matanya tetap terlihat jelas usai menangis.
Di depan cermin, Erica belajar tersenyum. Ia gerakan bibirnya yang sudah ia poles dengan liptint, "Tinggal alihin aja nanti kalau Mama tanya," ucap nya pasrah.
Kini, Erica sudah keluar dari kamar di lantai dua, Ia berjalan menuju tangga lalu turun dengan perlahan. Telinganya yang mendengar sesuatu membuat ia mengernyit kan dahi nya, semakin dekat malah semakin keras dan penasaran hingga mempercepat langkah kaki nya menuju ruang makan yang bersebelahan dengan dapur. Sudah ada, Mama, Kak Cita, si bungsu, dan..
.
.
.
Loh, kamu ngapain disini?