Aura Mejalani hubungan dengan kekasihnya selama dua tahun, dan mereka sudah merencanakan sebuah pertunangan, namun siapa sangka jika Aura justru melihat sang kekasih sedang berciuman di bandara dengan sahabatnya sendiri. Aura yang marah memiliki dendam, gadis 23 tahun itu memilih menggunakan calon ayah mertuanya untuk membalaskan dendamnya. Lalu apakah Aura akan terjebak dengan permainannya sendiri?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Al-Humaira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31
Haikal mengecup punggung putih yang sudah tak mulus lagi, hampir seluruh jengkal tubuh Aura memiliki stempel kepemilikan yang sangat indah Dimata Haikal.
Aura menggeliat saat merasakan sentuhan dikulit tubuhnya, matanya terasa berat karena lelah yang mendera. Hingga ia merasakan sapuan hangat diarea sensitifnya yang mana membuat tubuhnya kembali merinding.
Ah
Desahan kecil lolos begitu saja dari bibirnya dengan mata terpejam, perlahan justru kedua kakinya melebar membuat tersangka dibawah sana tersenyum menyeringai.
"Umm..shh Massss..." lirihnya saat Haikal justru memainkan miliknya membuat Aura seketika membuka matanya yang sudah tampak sayu lagi.
"Apa seperti ini nikmat?" Haikal mendongak dan menatap wajah sayu Aura yang baru membuka matanya.
Kepala wanita itu mengangguk dengan bibir yang digigit, begitu menggoda dan seksi.
"Kau sangat menggoda sayang, hanya aku yang bisa melihat wajah menggoda mu ini,"
Aura memejamkan matanya dengan tubuh menggeliat kecil saat satu tangan Haikal meramas melon sekal Aura.
"Umm, kamu gak ada puasanya Mas.." Katanya sambil menatap suaminya yang asik meremas kedua dadanya.
Aura mengigit bibir bawahnya sedangkan Haikal tampak betah menatap dua gunung kenyal yang seperti squisi itu. Dia seperti menemukan mainan baru yang sangat menyenangkan.
"Tidak akan puas, jika itu milikmu my wife,"
Aura tentu saja tersenyum senang, baginya memuaskan hasrat sang suami adalah sebuah kewajiban.
"Ummhh...enak Mas, aku suka kamu pijit seperti ini," Gumam Aura sambil menatap wajah tampan suaminya itu.
Tangannya bergerak untuk mengusap wajah suaminya, senyuman hangat selalu Aura berikan untuk pria ini.
"Em, aku akan melakukanya setiap hari baby." Haikal memajukan wajahnya dan meraup bibir Aura.
Keduanya kembali melakukan perang bibir dari yang mengecup melumat mengusap dan menbelitkan lidah. Hingga saat napas Aura hampir habis, barulah Haikal melepaskannya.
"Aku capek Mas," Ucap Aura dengan tatapan sayu dan bibir tersenyum. Rasanya mendapat remasan di payudara seperti mendapat perawatan spa terbaik dan ternyaman.
"Istirahatlah, aku akan membuat tidur mu nyenyak."
Cup
Haikal mengecup bibir Aura sekilas dan menurunkan sedikit tubuhnya agar wajahnya bisa sejajar dengan dada Aura.
"Ah, Mas..Umm."
Aura memejamkan matanya dengan bibir terbuka sedikit, merasakan sensasi geli namun sangat nikmat saat mulut Haikal yang hangat menyusu padanya.
Dengan rasa ngantuk yang mendera Aura memilih menekankan matanya, jemarinya bergerak memainkan rambut Haikal yang sangat tenang menyusu, Aura sudah seperti seorang ibu yang menyusui bayinya.
Mata Haikal melirik ke atas, melihat mata sang istri yang sudah terpejam dengan deru napas yang teratur.
"Kenapa menjadi bayi besar seperti ini enak sekali," Gumamnya sambil memainkan pucuk dada Aura dengan lidahnya.
Haikal benar-benar tak melewatkan kesempatan bermain dengan dada Aura yang membuatnya candu, meskipun di bawah sana rudalnya sudah menegang tapi Haikal menekan hasratnya agar tak kembali memakan Aura, wanita itu sudah sangat kelelahan melayani gairahnya yang tak ada habisnya.
*
*
*
"Han, tadi ada orang kesini ngak?" Beni mengambilkan buah apel yang ada di meja, sedangkan Hani berdiri didepan microwave membuat kue.
"Ngak tau Mas, aku ngak ada keluar rumah, memangnya kenapa?" Tanya Hani sambil menatap Beni yang berdiri di pinggiran meja dengan bo*kong bersandar di sisi meja.
Tangannya memegang buah apel kemudian menggigitnya.
"Ngak apa," Jawab Beni singkat.
"Apa Nyonya akan lama pergi?" Tanya Hani lagi.
Pandangan keduanya bertemu namun Hani lebih dulu memutusnya dan fokus dengan kue.
"Kenapa?" tanya Beni yang tak mengalihkan tatapannya pada Hani meskipun tangannya terus bergerak untuk memegang apel yang dia gigit.
"Aku rasa aku sudah tidak dibutuhkan, lagi pula nyonya kan sudah sembuh." Ucap Hani tanpa melihat lawan bicaranya.
Hani mengeluarkan nampan berisi kue yang sudah makan, dia ingat jika majikannya suka dengan kue yang dia buat, jadi Hani sengaja membutakan untuk majikannya yang baik itu.
"Kalau aku yang membutuhkan bagaimana?"
Deg
Tubuh Hani tersentak saat sebuah tangan melingkar di perutnya, Hani bisa merasakan hembusan napas hangat di ceruk leher nya yang terekspose.
"M-Mas, jangan seperti ini," Cicit Hani dengan bibir ia gigit.
Namun Beni seperti pria tuli yang tidak bisa di beri peringatan, pria itu justru menyusuri leher jenjang Hani yang mulus dan memberikan jejak di sana.
"Mas.." Hani terus mencoba menghindar, tapi tenaganya tak seberapa dengan tenaga Beni.
"Berapa yang kau dapatkan darinya, aku akan memberinya asalkan kau berada di bawah kendaliku."
Mata Hani terpejam dengan lelehan air mata yang meleleh, tak menyangka waktu tiga tahun lalu tak membuat keduanya bisa terlepas begitu saja.
Tubuhnya bergetar dan Isak tangis mulai terdengar, Beni yang masih memeluk dan sibuk menciumi leher Hani akhirnya berhenti.
"Kau jahat Mas, aku tidak seperti yang kau pikirkan!" Hani menyentak tangan Beni yang memeluknya, hingga kini keduanya bisa saling berhadapan dengan sorot mata berbeda.
Jika Hani dengan tatapan kecewa dan putus asa, lain dengan Beni yang menatapnya dengan penuh kebencian.
"Lalu seperti apa seharunya aku berpikir, hah!" Sorot mata Beni begitu tajam dengan aura kemarahan yang terpancar.
"Kau tak lebih wanita jal*ang yang rela mejual tubuh hanya karena uang!"
Air mata Hani semakin luruh tak terbendung, tubuhnya bergetar hebat, harga dirinya memang sudah tak ada lagi didepan pria berwajah dingin ini, tapi Hani selalu merasakan sakit setiap kali pria yang namanya masih tersimpan baik mencari makinya.
Awalnya Hani tak menyangka jika takdir akan mempertemukan mereka kembali setelah tiga tahun lalu. Hani sebisa mungkin menguasai dirinya dengan baik dan seolah tak mengenal pria yang mengisi hatinya ini. Namun siapa sangka jika hatinya tak sekuat itu, Hani tak bisa bersandiwara didepan Beni.
"Lebih baik kau segara pergi dari rumah ini, aku akan mengurusnya dengan Tuan Haikal."
Setelah mengatakan itu Beni berlalu pergi dengan wajah muram.
Sedangkan Hani, tubuhnya luruh dengan tangisan yang memilukan.
*
*
Lisa terbangun saat merasakan udara dingin disekujur tubuhnya, wanita itu terlihat menyedihkan sangat-sangat menyedihkan.
Hiks...hiks...
Isak tangis terdengar di dalam kamar itu, Lisa meringkuk di atas kasur yang berantakan tanpa sehelai benangpun yang menempel di tubuhnya, bahkan dia seperti wanita yang bernasib naas, setelah digunakan di tinggal begitu saja dengan keadaan yang sangat memperhatikan.
Lisa meringkuk memeluk tubuhnya sendiri yang merasa kedinginan.
"Mario, kau bajin*gan!" Makinya dengan suara lemah.
Lisa merasakan sakit luar biasa di seluruh tubuhnya, bahkan bagian intinya terasa sangat sakit dan ngilu.
Seerr
Lisa tertegun, matanya bengkak dengan rambut yang berantakan, tangannya yang gemetar perlahan menyentuh bagian intinya, dan saat melihat warna merah di tangannya, seketika tubuhnya lemas dan matanya terpejam.
Lisa pingsan.
Mario mengembuskan kepulan asap rokok keudara, pria itu berada di salah satu bar yang tampak ramai dengan orang-orang mencari kesenangan. Setelah membuat Lisa kesakitan Mario justru meninggalkan wanita itu setelah menggunakannya, tak memperdulikan bagaimana keadaan Lisa yang sudah dia buat mengenaskan.
Glek
Mario menenggak alkohol langsung dari botolnya, tak peduli sudah berapa banyak yang dia minum, yang jelas wajah Aura masih terus berputar di kepalanya.
"Bodoh! Apa hebatnya pria tua itu dengan ku Aura, sampai kau lebih memilihnya dari pada aku." rancau Mario yang sudah mulai mabuk.
Mario tertawa dengan wajah sendu, "Kau tidak akan puas dengannya Aura, kau pasti akan kembali padaku suatu saat nanti."
Cekrek
Beni menghela napas, lalu mengirim foto yang baru saja dia ambil lalu mengirimnya pada Haikal.
Di vila
Haikal baru saja melepaskan pucuk dada Aura saat mendengar ada pesan di ponselnya, bibirnya mengulas senyum saat melihat pucuk dada Aura sangat-sangat menggemaskan disaat sedang tegang seperti ini.
Haikal menarik selimut sampai di dada Aura, jika tadi hanya menutupi sampai bagian pinggul, kini selimut itu sudah menutupi tubuh polos Aura yang terlelap.
"Siang tadi Mario mendatangi rumah, seperti yang anda duga, tapi dia kembali ke apartemen kekasihnya dan saat ini Mario berada di bar sedang mabuk."
Pesan yang ditulis Beni beserta foto Mario yang sudah mabuk di meja bar.
"Anjing yang baik tidak akan mengigit majikanya, jika dia punya rasa kemanusiaan." Gumam Beni dengan seringai tipis di sudut bibirnya.