NovelToon NovelToon
REINKARNASI SANG DEWA KEKAYAAN

REINKARNASI SANG DEWA KEKAYAAN

Status: sedang berlangsung
Genre:Identitas Tersembunyi / Menjadi Pengusaha / Anak Lelaki/Pria Miskin / Romansa / Mengubah Takdir
Popularitas:3.1k
Nilai: 5
Nama Author: Khusus Game

Sinopsis

Arta, Dewa Kekayaan semesta, muak hanya dipuja karena harta dan kekuasaannya. Merasa dirinya hanya 'pelayan pembawa nampan emas', ia memutuskan menanggalkan keilahiannya dan menjatuhkan diri ke dunia fana.

Ia terperangkap dalam tubuh Bima, seorang pemuda miskin yang dibebani utang dan rasa lapar. Di tengah gubuk reot itu, Arta menemukan satu-satunya harta sejati yang tak terhitung: kasih sayang tulus adiknya, Dinda.

Kekuatan dewa Arta telah sirna. Bima kini hanya mengandalkan pikiran jeniusnya yang tajam dalam menganalisis nilai. Misinya adalah melindungi Dinda, melunasi utang, dan membuktikan bahwa kecerdasan adalah mata uang yang paling abadi.

Sanggupkah Dewa Kekayaan yang jatuh ini membangun kerajaan dari debu hanya dengan otaknya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Khusus Game, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

EPISODE 6

Bima berdiri di depan toko Elektronik Seken Jaya. Tangannya menggenggam seratus sepuluh ribu Rupiah yang baru ia terima dari Pak Jojo. Ditambah uang awal Rp 19.500, total modalnya kini mencapai Rp 129.500. Jantung fana Bima tidak menunjukkan reaksi, tetapi naluri Arta mendesak. Uang tunai ini tidak boleh diam, ia harus diubah menjadi investasi yang menghasilkan pertumbuhan.

{Uang ini stagnan jika hanya disimpan. Target pelunasan Rp 3.000.000 menuntut waktu kerja yang terus berkurang secara drastis. Ponsel Nokia 3310 hanya alat komunikasi sederhana. Aku butuh perangkat yang mampu mengakses data, membandingkan harga komponen, dan mengelola pesanan. Aku harus mengubah surplus modal ini menjadi tuas eksponensial.}

Ia melirik jam tangannya, sudah pukul enam sore. Ia harus bergerak cepat. Meninggalkan area perbaikan, Bima berjalan menyusuri lorong pasar loak yang mulai lengang. Tujuannya adalah sebuah kios kecil yang menjual aneka ponsel pintar bekas.

"Mencari apa, Nak?" sapa seorang pemuda penjaga kios yang sibuk bermain gim.

"Saya cari ponsel Android bekas, yang paling sederhana. Tidak perlu bagus, asal layarnya utuh, bisa akses internet, dan punya ruang memori untuk beberapa aplikasi kalkulator dan (browser)," jawab Bima.

Penjual itu meletakkan ponselnya, menatap penampilan Bima yang jauh dari meyakinkan. "Harga pasnya seratus dua puluh sembilan ribu Rupiah. Modal kamu pas sekali." Ia menunjuk ke sebuah ponsel merek lokal dengan layar retak samar di sudutnya. "Ini bisa WhatsApp, bisa Google Search. Harganya Rp 90.000 net. Tidak ada garansi."

Bima segera mengambil ponsel itu. Layarnya menyala, sistem operasinya lambat, tetapi fungsi utama untuk mengakses data sudah tercapai.

{Risiko retak layar rendah. Fungsionalitas akses data tercapai. Harga Rp 90.000 menghabiskan 70% modal tunai. Investasi ini bernilai lebih besar daripada membiarkan modal menganggur.}

"Saya ambil," kata Bima, menghitung sembilan lembar uang sepuluh ribuan.

"Nih, bonus kartu perdana dengan kuota data malam 1 GB," ujar penjual itu sambil menyeringai.

Bima hanya mengangguk, lalu beranjak pergi. Dengan telepon pintar bekas di satu tangan dan ponsel Nokia di tangan lain, ia merasa seperti pengusaha yang baru saja mengakuisisi alat krusial untuk pekerjaannya.

Ia kembali ke gubuknya. Setelah mengganti pakaian Bima yang lusuh, ia menyalakan ponsel barunya di bawah cahaya lampu 5 watt. Kecepatan Arta bukan hanya soal fisik, tetapi juga kecepatan pemrosesan informasi.

{Mencari data komponen dengan presisi, menghitung probabilitas kegagalan, dan menemukan pemasok suku cadang termurah adalah kunci. Pak Jojo adalah saluran yang baik, tetapi profit bersih per unit masih harus ditingkatkan.}

Di layar ponsel yang buram, Bima membuka aplikasi kalkulator. Ia memetakan kondisi finansialnya dengan detail yang tak pernah terpikirkan oleh Bima yang asli. Utang pokoknya masih Rp 3.000.000. Setelah membeli ponsel pintar seharga Rp 90.000, modal tunainya kini tersisa Rp 39.500.

Ia menghitung target pendapatan. Jika ia berhasil memperbaiki sepuluh unit per hari dengan komisi Rp 25.000 per unit, penghasilan hariannya akan mencapai Rp 250.000. Dengan biaya hidup minimum harian sekitar Rp 15.000, utang tersebut akan lunas dalam waktu dua belas hari kerja.

{Dua belas hari itu terlalu lama. Aku harus mencari saluran pendapatan yang lebih besar. Servis elektronik hanya solusi likuiditas. Aku harus menggunakan toko Pak Jojo untuk membiayai percepatan bisnis kurirku.}

Malam itu, Arta menyusun rencana detail. Ia akan mendedikasikan waktu siang untuk servis kilat di toko Pak Jojo. Pendapatan tersebut akan ia gunakan untuk meningkatkan modal kerja. Kemudian, di malam hari, ia akan menginvestasikan modal ke dalam bisnis jasa kurir, model yang menjanjikan pertumbuhan ganda.

Bima memandang ke luar jendela, tempat penagih utang pernah mengancam. Ancaman itu nyata, dan Dinda masih dalam pengasingan yang sementara.

{Prioritas: Lunasi utang dalam lima hari. Ini adalah waktu maksimum yang kuizinkan sebelum aku menjemput Dinda kembali. Lima hari untuk Rp 3.000.000. Aku membutuhkan (leverage) yang jauh lebih tinggi daripada sekadar menjual waktu.}

Rencana baru telah lahir di benak Arta. Bisnis servis elektronik akan menjadi bank pribadinya, dan jasa kurir akan menjadi tuas ganda pertamanya. Bima menekan tombol daya di ponsel barunya, bersiap untuk hari esok yang akan menuntut kecepatan lebih gila.

Keesokan paginya, Bima kembali ke toko Pak Jojo. Hari itu, ia bekerja tanpa henti.

{Aku harus menghasilkan modal tunai untuk membiayai operasi kurir malam ini. Servis elektronik adalah mesin uang tunai yang paling andal saat ini.}

Dalam delapan jam kerja, Bima menyelesaikan sepuluh unit perbaikan, mulai dari setrika yang korslet hingga (remote control) yang gagal berfungsi. Kecepatannya yang gila membuat Pak Jojo hanya bisa terdiam, sesekali tertawa gembira melihat keuntungan harian tokonya melonjak.

Ketika jarum jam menunjukkan pukul lima sore, Bima menagih pembayarannya. Total Rp 250.000 dari sepuluh unit, dikurangi perkiraan biaya komponen Rp 15.000, menyisakan Rp 235.000 bersih. Ditambah sisa modal semalam, uang tunai Bima kini menjadi Rp 274.500.

Bima segera menuju persimpangan padat. Ia mencabut Nokia 3310 yang ia gunakan untuk janji kurir sebelumnya, lalu menuliskan janji baru di dinding kapur dengan nomor ponsel pintarnya.

JASA KURIR KILAT 24 JAM. Radius 1 KM. 10 Menit Sampai. Jaminan Uang Kembali. (Layanan Pesan Antar Multi-Titik Tersedia). Hubungi (Nomor Bima): XXXXXXXXXX (SMS/WA)

Lima belas menit kemudian, saat matahari hampir terbenam, ponsel pintar di saku Bima bergetar. Sebuah pesan masuk, bukan dari pedagang kaki lima, melainkan dari seorang pemilik warung makan besar di pinggir radius.

Pesan: Tolong ambil tiga kotak makan malam dari Warung Padang 'Sederhana' dan antarkan ke tiga alamat berbeda (alamat A, B, dan C). Ketiganya masih di dalam radius 1 KM. Saya bayar tiga kali lipat biaya kurir biasa, asal selesai dalam total 20 menit.

{Peluang eksponensial. Tiga kali lipat biaya berarti Rp 9.000 untuk sekali jalan, tetapi janji waktu 20 menit untuk tiga lokasi menuntut efisiensi pergerakan yang absolut. Aku harus mengoptimalkan rute. Margin keuntungan tinggi.}

Bima segera membalas, "Tujuh belas menit. Deal."

Ia berlari menuju Warung Padang. Sambil menunggu tiga bungkus makanan disiapkan, Bima membuka aplikasi peta di ponsel pintarnya. Arta segera memasukkan tiga koordinat pengantaran. Secara (real-time), peta menunjukkan rute tercepat dan urutan pengantaran yang paling efisien, menghindari lampu merah yang baru saja ia lihat.

{Urutan optimal: A-C-B. Perlu mempertahankan kecepatan lari 8 km/jam konstan. Ponsel ini adalah alat navigasi yang memotong waktu perencanaan sepuluh menit menjadi nol detik.}

Begitu tiga kotak makanan berpindah ke tangannya, Bima segera berlari. Ia tidak ragu di persimpangan, tidak perlu berhenti untuk berpikir. Setiap langkahnya adalah bagian dari rute yang sudah dioptimalkan oleh sistem navigasi di saku celananya.

Sepuluh menit berlalu, alamat pertama dan kedua sudah selesai. Bima tiba di alamat B dengan napas yang stabil pada menit keenam belas. Pemilik warung makan, yang menunggu di depan, menatapnya dengan tak percaya.

"Astaga. Tujuh belas menit. Kamu gila! Ini, Nak," kata pemilik warung, menyerahkan dua lembar uang lima ribuan. Total Rp 10.000, lebih dari yang ia janjikan.

"Terima kasih, Pak. Janji saya terlampaui," kata Bima, mengatur napas.

Bima segera mengaktifkan kalkulator di ponselnya. Malam ini, ia berhasil melipatgandakan penghasilan kurir hariannya hanya dalam satu kali pengantaran.

{Pendapatan malam ini sudah melampaui biaya hidup minimum dua hari. Total pendapatan hari ini (servis + kurir) sekitar Rp 285.000. Jika aku mempertahankan laju ini, Rp 3.000.000 akan lunas dalam... 10.5 hari.}

Bima menggeleng. Waktu pelunasan harus lima hari.

{Aku masih terlalu lambat. Aku butuh lompatan skala. Aku harus mengubah bisnis servis dari komisi pasif menjadi penjualan aset aktif. Aku harus membeli barang rusak, memperbaikinya, dan menjualnya sendiri. Itu adalah Tuas Skala yang sesungguhnya.}

Dengan modal tunai Rp 284.500 dan janji lima hari, Bima tahu ia harus mengambil risiko yang jauh lebih besar dari sekadar berlari. Ia harus menjadi pedagang, bukan hanya teknisi.

Keesokan harinya, Bima tidak langsung menuju toko Pak Jojo. Uang Rp 284.500 di sakunya harus segera diubah menjadi aset yang dapat diperdagangkan. Ia kembali ke pasar loak, tempatnya membeli ponsel kemarin, tetapi kali ini ia mencari barang yang benar-benar rusak.

Tujuannya adalah meja besar di sudut pasar yang dijaga oleh seorang pria tua pemarah, Tuan Banu, yang menjual elektronik bekas dengan kondisi "apa adanya".

"Ada barang untuk dibongkar, Tuan?" sapa Bima sopan.

Tuan Banu menatapnya dengan curiga. "Anak tukang servis dari Jojo, ya? Mau cari rongsokan?"

"Saya mencari aset yang nilainya tersembunyi," balas Bima. Matanya menyapu tumpukan perangkat. Ia melihat sebuah (speaker) Bluetooth bermerek, bodi luarnya mulus, tetapi indikator dayanya mati total. Tumpukan lain terdapat kamera digital saku lama dengan baterai yang menggelembung dan layar LCD yang tampak mati.

{Speaker: Kerusakan daya 90% disebabkan oleh kapasitor elektrolitik yang melemah atau regulator tegangan yang hangus. Biaya perbaikan maksimum Rp 5.000. Nilai jual kembali Rp 150.000. Margin potensi 3.000%. Kamera: Masalah baterai sederhana. Nilai jual Rp 250.000. Harga beli harus dikendalikan.}

Bima menunjuk (speaker) dan kamera saku tersebut. "Berapa untuk dua barang ini, Tuan? Kondisi mati total."

"Yang kecil lima puluh ribu. Yang kamera ini, delapan puluh ribu. Total seratus tiga puluh ribu rupiah," jawab Tuan Banu tanpa minat.

"Speaker tidak ada suara, kamera tidak menyala. Saya berani bayar seratus ribu Rupiah untuk keduanya. Saya tidak butuh komponennya, hanya bodi utuhnya. Jika saya tidak bisa memperbaikinya, itu hanya sampah," tawar Bima dingin.

Tuan Banu berdecak, tetapi setelah menimbang-nimbang, ia mengangguk. "Ambil. Ambil saja! Tapi jangan datang lagi untuk tawar-menawar harga sampahku."

Bima menyerahkan seratus ribu Rupiah. Modal tunainya kini tersisa Rp 184.500.

{Investasi Rp 100.000 pada dua aset. Dengan perbaikan sederhana, total nilai jual kembali adalah Rp 400.000. Margin kotor 300%. Ini adalah lompatan yang kucari.}

Ia segera membawa aset barunya ke gubuk. Bima mengeluarkan obeng kecil dan (multimeter). Ia memprioritaskan (speaker) karena potensinya lebih tinggi dan perbaikan lebih cepat.

Seperti yang ia duga, (speaker) mati karena satu kapasitor elektrolitik seharga Rp 1.500 yang gagal menahan tegangan. Dengan cepat, ia mengganti kapasitor, menyolder kembali, dan menutup casing. Tombol daya ditekan, dan lampu biru menyala stabil. Perbaikan selesai dalam sepuluh menit.

{Aset pertama berhasil direstorasi. Biaya modal Rp 50.000, biaya perbaikan Rp 1.500. Nilai jual Rp 150.000. Untung bersih Rp 98.500. Sekarang kamera.}

Kamera digital itu hanya memerlukan baterai baru. Bima segera mencari data baterai di ponsel pintarnya dan menemukan toko daring yang menawarkan baterai seharga Rp 25.000 dengan janji kirim instan satu jam. Ia memesan satu, lalu mencantumkan (speaker) Bluetooth itu di lapak daring bekas.

DIJUAL CEPAT: Speaker Bluetooth Merek X. Suara Jernih. Baterai Tahan Lama. Siap COD. Rp 150.000 Nego Tipis.

Dua puluh menit kemudian, ponselnya berdering. Pembeli pertama. Arta tersenyum. Roda kekayaan sudah berputar lebih cepat.

1
Dewiendahsetiowati
ceritanya bikin nagih baca terus
Dewiendahsetiowati
hadir thor
Khusus Game: halo, ka. selamat membaca, sorry ya baru cek komen🙏😄
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!