Naomi harus menjalani hari-harinya sebagai sekretaris di perusahaan ternama. Tugasnya tak hanya mengurus jadwal dan keperluan sang CEO yang terkenal dingin dan arogan yang disegani sekaligus ditakuti seantero kantor.
Xander Federick. Nama itu bagai mantra yang menggetarkan Naomi. Ketampanan, tatapan matanya yang tajam, dan aura kekuasaan yang menguar darinya mampu membuat Naomi gugup sekaligus penasaran.
Naomi berusaha keras untuk bersikap profesional, menepis debaran aneh yang selalu muncul setiap kali berinteraksi dengan bosnya itu.
Sementara bagi Xander sendiri, kehadiran Naomi di setiap harinya perlahan menjadi candu yang sulit dihindari.
Akan seperti apa kisah mereka selanjutnya? Mari langsung baca!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 25 Jatuh Cinta
“Nomor yang Anda tuju sedang berada di luar jangkauan, cobalah beberapa saat lagi."
Begitulah kira-kira ucapan operator saat Nicholas sedang menghubungi adiknya, Xander.
Nicholas mematikan ponselnya dengan kesal, lalu mengusap wajahnya frustrasi. Ia mondar-mandir tidak jelas di apartemen mewahnya, pikirannya dipenuhi pertanyaan.
“Kemana dia? Kenapa nomornya tidak aktif?” gumam Nicholas pada dirinya sendiri, nada suaranya penuh kekhawatiran.
Nicholas tahu Xander bukan tipe orang yang mudah dihubungi, tapi ini aneh.
Ting tung!
Bel pintu apartemennya berbunyi nyaring, memecah kesunyian.
“Nah itu pasti dia,” gumam Nicholas, senyum tipis mengembang di bibirnya. Ia buru-buru berjalan ke arah pintu, berharap melihat wajah adiknya yang seringkali menyebalkan itu.
Namun, senyum Nicholas langsung pudar, terganti dengan ekspresi kecewa saat wajah yang dia lihat bukanlah Xander, melainkan James.
Pria itu berdiri di ambang pintu dengan senyum lebarnya yang menyebalkan.
“Hai, Nick. Aku—”
Belum sempat James menyelesaikan ucapannya, Nicholas sudah kembali menutup pintunya dengan cepat.
Sebuah tanda jelas bahwa ia sedang tidak ingin diganggu.
James terkejut, namun dengan sigap ia menahan pintu itu dengan kakinya, mencegah Nicholas menutupnya sepenuhnya.
“Hei, tunggu! Aku belum selesai bicara,” kata James, nadanya sedikit kesal.
Nicholas mendengus. “Aku bosan melihat wajahmu, pergi sana!” usirnya, tanpa basa-basi. Matanya menatap James dengan jengkel.
James menyeringai, tidak terpengaruh sedikit pun. “Benarkan kamu bosan padaku?” tanyanya menyenggol bahu Nicholas dengan sikunya, seolah sedang menggoda.
“Ya, maka dari itu pergilah!” Nicholas membalas, rahangnya mengeras. Ia tidak punya waktu untuk lelucon James yang memang tidak lucu.
“Baiklah jika itu maumu. Dengan senang hati aku akan pergi,” kata James, pura-pura pasrah sambil berbalik, seolah benar-benar akan meninggalkan apartemen itu. “Padahal aku ingin memberikan informasi penting mengenai adik kesayanganmu itu, tapi karena kamu mengusirku, aku memilih keluar.” James menggumamkan kalimat terakhirnya dengan suara yang sengaja dibuat cukup keras agar Nicholas mendengarnya.
Mendengar gumaman James, Nicholas menghentikan langkahnya. Informasi penting tentang Xander? Ini pasti bukan hal main-main.
Nicholas terpaksa menahan pria menyebalkan ini di apartemen miliknya.
“Informasi apa yang ingin kamu berikan padaku?” tanya Nicholas tak sabar.
James berbalik, senyum liciknya kembali mengembang. Ia tahu Nicholas sudah terpancing.
“Lima ratus juta. Aku mau itu segera ditransfer ke rekeningku dalam waktu sepuluh menit, bagaimana?” ucap James memberikan penawaran yang terang-terangan adalah pemerasan.
Mata Nicholas membelalak.
“Apa kamu bilang lima ratus juta?! Apa kamu sedang memeras ku, James?!” geram Nicholas, wajahnya memerah padam menahan amarah.
Ini adalah bentuk pemerasan yang paling berani yang pernah ia alami.
“Tidak, tidak! Aku hanya bosan dengan apartemenku yang bobrok itu dan aku berniat pindah,” kata James dengan santai, ia berjalan masuk tanpa diundang, lalu duduk nyaman di sofa empuk Nicholas.
James bahkan menyilangkan kedua kakinya, seolah-olah apartemen itu miliknya.
Nicholas menahan amarah, urat di pelipisnya sedikit menonjol mendengar penuturan James yang seenaknya. Ia ingin sekali melemparkan sesuatu ke kepala pria ini.
“Aku lihat mobilmu terlihat bagus juga, Nick,” lanjut James, matanya melirik ke arah kunci mobil yang tergeletak di meja kopi. “Bagaimana jika kamu berikan padaku sebagai upah? Aku butuh kendaraan baru yang nyaman.”
“Brengsek! Apa sudah selesai ocehan mu yang tidak berbobot ini, hah?!” Nicholas tidak tahan lagi. Ia melangkah mendekat ke laci meja, lalu membukanya dengan kasar.
Tangannya mengambil pistol kesayangannya yang selalu ia simpan di sana. Senjata itu berkilat di bawah cahaya lampu.
“Sekarang kamu tinggal pilih, bagian jantung atau itu?” imbuh Nicholas, menunjuk ke arah selangkangan James dengan ujung pistolnya. Wajahnya serius, tidak ada tanda-tanda bercanda. “Dengan senang hati aku akan membuat milikmu itu tidak akan bangun untuk selamanya!”
James menelan ludah. Wajahnya yang semula menyeringai kini pucat pasi. Ia melihat wajah Nicholas yang begitu serius, penuh amarah.
Niatnya hanya bercanda, tapi Nicholas tampaknya tidak punya selera humor.
“Hei, tenanglah, aku tidak serius, brother,” James segera mencoba menenangkan, mengulurkan tangan untuk merapikan kemeja Nicholas yang sedikit berantakan.”Anggap saja tadi orang gila yang sedang berbicara.” Tawa James terdengar sumbang dan menyebalkan di telinga Nicholas, sebuah tawa yang dipaksakan.
“Ya, kamu memang gila! Sekarang katakan informasi apa yang mau kamu sampaikan!” desak Nicholas, pistolnya masih tergenggam erat.
James mengangkat kedua tangannya menyerah. “Baiklah, baiklah. Aku akan memberitahumu. Tapi kamu harus janji tidak akan menghabisiku.”
“Katakan saja!”
“Aku pikir saudaramu itu tidak menyukai wanita,” James memulai, menatap Nicholas dengan tatapan serius. “Karena selama ini aku selalu memancingnya dengan berbagai jenis wanita cantik, dan sama sekali tidak ada yang berhasil menaklukkan Xander. Dia selalu menolak.”
“Lalu?” Nicholas menaikkan alis, sedikit penasaran dengan arah pembicaraan ini.
“Sekarang, dia sedang jatuh cinta dan mengalami demam bucin.” James mendekati Nicholas, merendahkan suaranya, lalu berbisik pelan di telinga Nicholas, “Xander demam bucin parah sama sekretarisnya sendiri. Bahkan semalam mereka tidur seranjang.”
Nicholas membelalak mendengar bisikan dari James itu. Wajahnya menunjukkan ekspresi antara terkejut, tak percaya, dan sedikit syok.
Xander? Jatuh cinta? Pada bawahannya di kantor?
Lemessss amat mulut James wkwk,