Menikah dulu... Cinta belakangan...
Apakah ini cinta? Atau hanya kebutuhan?
Rasa sakit dan kecewa yang Rea Raveena rasakan terhadap kekasihnya justru membuat ia memilih untuk menerima lamaran dari seorang pria buta yang memiliki usia jauh lebih tua darinya.
Kai Rylan. Pria buta yang menjadi target dari keserakahan Alec Maverick, pria yang menjadi kekasih Rea.
Kebenaran tanpa sengaja yang Rea dengar bahwa Kai adalah paman dari Alec, serta rencana yang Alec susun untuk Kai, membuat Rea menerima lamaran itu untuk membalik keadaan.
Disaat Rea menganggap pernikahan itu hanyalah sebuah kebutuhan hatinya untuk menyembuhkan luka, Kai justru mengikis luka itu dengan cinta yang Kai miliki, hingga rahasia di balik pernikahan itu terungkap.
Bisakah Rea mencintai Kai? Akankah pernikahan itu bertahan ketika rahasia itu terungkap? Apa yang akan terjadi jika Alec tidak melepaskan Rea begitu saja, dan ingin menarik Rea kembali?
Ikuti kisah mereka....!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon FT.Zira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
34.
Suasana kamar malam itu kembali terasa hening bagi Rea. Ia duduk di sisi tempat tidur seorang diri, berdiri, melangkah mondar-mandir dengan gelisah, lalu kembali duduk. Ia bahkan mengabaikan panggilan pelayan yang meminta dirinya untuk segera makan malam. Tidak berselera, itulah yang Rea rasakan selama suaminya terus mendiamkannya.
Waktu sudah menunjukkan lewat jam makan malam, tetapi suaminya tak kunjung kembali. Ingin menghubungi sang suami, tetapi urung ia lakukan saat mengingat ponsel miliknya mati setelah ia menghempaskan ponsel itu ke lantai.
Ingin pergi meninggalkan mansion dan datang ke kantor suaminya, tetapi teringat akan peringatan suaminya yang tidak mengijinkan dirinya pergi.
"Haahh..."
Rea mendesah lelah, lalu menghempaskan tubuhnya ke sofa dan menyandarkan kepalanya pada sandaran sofa, menatap langit-langit kamar dengan pertanyaan di mana suaminya saat ini berada.
Klek...
Suara pintu dibuka seketika membuat Rea segera menegakkan punggung, mendapati suaminya melangkah masuk dengan langkah pelan sembari menggerakkan tongkat penuntun di tangan setelah menutup pintu di belakangnya.
"Paman sudah pulang?" sambut Rea segera berdiri untuk membantu suaminya.
"Bisa siapkan air hangat untukku, Re?" pinta Kai saat istrinya membantu melepaskan jas yang ia kenakan.
"Baiklah," Rea tersenyum, melepaskan sepatu yang suaminya kenakan sebelum melangkah menuju kamar mandi. Dalam benaknya ia berharap suaminya tidak lagi marah padanya.
Begitu tugasnya selesai, Rea membiarkan suaminya membersihkan diri. Sementara dirinya menyiapkan piama yang akan suaminya kenakan nanti. Dan ketika pintu kamar mandi terbuka, Rea urung memberikan piama yang sudah ia siapkan ketika Kai justru berdiri dalam diam seakan tengah menatap dirinya.
"Paman..." Rea memanggil pelan, entah mengapa tiba-tiba ia merasa gugup dengan sikap suaminya yang tampak... Berbeda.
"Apakah tidak ada yang ingin kamu katakan, Re?" tanya Kai dengan suara rendah, lalu melangkah maju.
Atmosfer dalam kamar seketika berubah, insting Rea meminta kakinya untuk melangkah mundur seiring dengan langkah Kai yang terus mendekat ke arahnya.
"Aku tidak benar-benar mengambil dokumennya, Paman," Rea berkata gugup.
"Tapi dokumen itu ada di tanganmu, dan kamu berdiri di depan ruang kerjaku," sahut Kai terus melangkah maju.
"Aku memindahkannya," jawab Rea sembari menelan salivanya. "Dokumen asli masih ada di dalam brankas,"
"Mengapa?"
Rea tidak bisa berpaling dari suaminya, setiap langkah mundur yang Rea ambil membawa keduanya mendekat ke tempat tidur. Hingga, ketika belakang kaki Rea membentur tepi tempat tidur, wanita itu hilang keseimbangan dan jatuh terduduk.
Sebelum Rea memiliki kesempatan untuk mengatasi keterkejutannya, Kai mencondongkan tubuhnya, mengurung Rea di antara kedua tangan yang Kai gunakan untuk menopang tubuhnya sendiri. Rea bahkan sampai memundurkan tubuhnya saat Kai mendekatkan wajah.
Aroma mint dari shampo yang Kai gunakan menguar dalam indra penciuman Rea, piama yang sebelumnya berada di tangan, kini entah berada di mana. Suaminya yang berada dalam jarak sangat dekat hanya dengan handuk yang melilit di pinggang, serta bulir air yang berada di tubuh suaminya meningkatkan kegugupan yang ia rasakan.
"Aku ingin mendengar alasannya," ucap Kai, menggerakkan kepalanya secara alami seakan ingin menyelami apa yang Rea rasakan menggunakan indra pendengaran.
"Bukankah dia ibu dari seseorang yang kamu cinta?"
Rea menatap suaminya selama beberapa saat, meski pandangan sang suami tidak tertuju padanya, Rea justru merasakan Kai tengah menatap lekat dirinya.
"Aku tidak mencintainya," sanggah Rea.
"Lalu, siapa yang kau cinta?" balas Kai bertanya.
Rea diam. Benaknya juga bertanya-tanya apakah dirinya mencintai seseorang setelah hatinya terluka? Ia tidak yakin.
"Kenapa kamu memalsukan dokumen itu?" Kai kembali bertanya, mengalihkan perhatian Rea dari pertanyaan sebelumnya. Pada kenyataannya, Kai tidak bisa menghilangkan apa yang Jim katakan di kantor dari pikirannya.
"Aku... Tidak ingin Nyonya Freya memanfaatkan Paman lagi," Rea menjawab tulus. "Aku tahu aku salah karena mengambil dokumen itu tanpa ijin, tapi tidak akan mengkhianati, Paman."
Kai terdiam sejenak, urung mengatakan bahwa dirinya sudah mengetahui apa yang istrinya lakukan sejak awal, lalu tersenyum samar.
"Kalau begitu, buktikan! Apakah benar kamu berada dipihakku atau tidak!"
"Paman ingin aku melakukan apa agar Paman percaya padaku?" tanya Rea.
Senyum di bibir Kai kian terlihat, satu tangannya menelusuri tangan sang istri, bergerak naik hingga mencapai wajah, merabanya, dan berhenti di dagu sang istri sementara jemarinya mengusap bibir Rea yang selembut sutera.
"Apakah memakai gaun tidur malam ini adalah usahamu dalam menggodaku, Re?" tanya Kai semakin mendekatkan wajahnya.
"Apa maksudnya? Aku memakai ini karena Paman sendiri yang menyiapkannya untukku. Aku bahkan sudah mengenakan gaun tidur sejak tiga hari terakhir," sanggah Rea bingung.
"Lagipula, apa bedanya aku memakai gaun atau piama...?"
Rea terkesiap ketika tiba-tiba wajah Kai bergerak maju, mengikis jarak hingga bibir mereka bertemu dalam ciuman lembut, dalam dan lama.
Kedua mata Rea terpejam entah sejak kapan, hal yang justru membuat Rea merasakan seluruh indranya bekerja dua kali lipat lebih sensitif terhadap setiap sentuhan yang ia terima.
Rea bisa merasakan suaminya menurunkan gaun tidur yang ia kenakan, mendorong tubuhnya perlahan, hingga ia terbaring di atas tempat tidur tanpa melepaskan ciuman mereka.
Kai melepaskan ciumannya sesaat, bergerak turun dengan meninggalkan jejak hangat di kulit istrinya yang terbuka, menyapukan bibir dan lidahnya di bawah garis leher. Sementara jemarinya bergerak ke celah bawah tubuh Rea yang basah.
"Eghhh..."
Lenguhan halus keluar dari mulut Rea saat suaminya memainkan jemari di titik sensitifnya, tubuhnya menggeliat saat getaran aneh itu kembali datang.
"P-Paman..."
Kai tersenyum, menggenggam tangan sang istri saat penyatuan itu terjadi. Malam yang sebelumnya sunyi dan dingin, kini terasa panas bagi keduanya seiring dengan suara deru napas mereka yang saling beradu dalam aktivitas malam mereka.
.
.
.
Entah sudah berapa lama Kai tertidur, ia terbangun saat langit masih terlihat gelap. Pandanganya turun pada Rea yang kini terlelap di dalam dekapannya, menatap lekat wanitanya, lalu tersenyum. Jemari tangannya bergerak lembut menyingkirkan helaian rambut yang menutupi wajah sang istri.
Namun tiba-tiba, Rea membuka kedua matanya, pandangan mereka bertemu, dahi Rea berkerut tipis.
"Paman menatapku?"
. . . .
. . . .
To be continued...
duhh sotoy deh gue
musuh terbesarmu, ya... orang terdekat mu sendiri.