Kau Rebut Pacarku, Kunikahi Papamu

"Perusak rumah tangga orang—keluar kau!"

Clara menggebu-gebu mengambil batu dan melemparkan ke arah rumah Beby.

"Mami aku hampir mati gara-gara kamu!"

 Masih belum puas, Clara mengambil pot kecil yang berisi tanaman hias kemudian dilemparkan ke teras rumah hingga rumah sangat berantakan dan kacau.

"Beby, keluar kau!"

Teriakan Clara membuat beberapa tetangga yang sebagian besar libur pada hari minggu seperti sekarang, keluar rumah untuk melihat keributan yang terjadi.

"Beby!" panggil Clara sekali lagi.

"Ya ampun, berisik banget sih?" Beby keluar. Meski ia cuek, tapi ia waspada. Terlebih melihat kaca depan dan pot berantakan, ia lebih berhati-hati.

"Apa?!" tantang Beby saat ia berada di jarak yang cukup untuk menerima makian Clara.

Clara pun tak segan mendekat, menampar Beby sangat keras hingga Beby terhuyung.

"Ini nggak sebanding dengan apa yang Mami aku dan keluargaku rasakan!" ucapnya penuh amarah.

Beby tertawa satir, berusaha berdiri dengan benar. "Nggak sebanding?"

Beby maju untuk membalas tamparan Beby dengan tamparan yang sama. Jauh lebih kuat karena kemarahan yang terakumulasi cukup lama.

"Akh!" Clara bahkan tersungkur nyaris membentur cor beton yang menjadi batas antara carport dan taman.

"Memang nggak sebanding, Clara, karena keluarga kamu belum hancur dan kamu masih baik-baik saja! Karena itu yang aku inginkan dari kamu dan keluarga kamu! Lagian semua ini kamu yang mulai, Clara ... aku hanya membalas apa yang sudah kamu lakukan padaku! Jadi jangan sok bertingkah seolah kamu adalah korban!"

Clara berusaha berdiri, matanya kian penuh oleh amarah. "Kamu nggak akan bisa sentuh keluargaku, Beby! Aku akan buat kamu jadi janda dan dicampakkan oleh papiku! Aku akan pastikan kamu hidup dalam penderitaan yang panjang!"

Beby sedikit menarik bibirnya untuk memberi Clara senyum meremehkan. "Jika kamu bisa, lakukan saja! Separuh hidupku udah kamu buat menderita, jadi ini nggak akan terasa!"

Clara menggeram marah, lalu tepuk tangan dua kali, sehingga beberapa orang yang sedari tadi bersembunyi, keluar semua membawa pentungan besar.

"Dia nantangin aku, jadi kalian boleh hancurkan rumah ini hingga jadi abu! Kalau perlu, hajar wanita ini sampai babak belur, kalau perlu sampai mati!"

Beby kaget melihat lima orang yang muncul dari rumah sebelah. Mereka berbadan kekar dan bertampang seram. Beby mundur. Ia khawatir temannya di dalam mendapat masalah.

"Kalau kalian berani macam-macam, aku akan lapor polisi! Kejadian hari ini aku rekam dari dalam! Kalian bisa ditangkap dengan mudah!" ancam Beby seraya terus mundur.

Orang-orang itu sejenak melihat ke arah Clara, lalu anggukan dari Clara membuat mereka segera maju dan mengayunkan pentungan yang mereka bawa ke sembarang arah.

"Dia hanya asal bicara! Jika dia benar pasti dia tidak akan mundur ketakutan begitu!"

Beby berlari ke dalam rumah, meminta temannya keluar dari pagar belakang secepat yang ia bisa. Dalam perjalanan kaburnya, Beby masih sempat mengambil ponsel lalu menghubungi Danu, tetapi tidak dijawab.

Saat Beby hendak memanjat pagar belakang mengikuti temannya, salah seorang preman berhasil mengejarnya. Beby di tarik jatuh dan dipukul di wajahnya.

Beruntung saat itu para tetangga berteriak untuk mengusir perusuh tersebut, sehingga kerusakan dan luka yang dialami Beby tidaklah parah.

...

"Beby ...."

Beby mendongak saat ke empat temannya kembali lagi ke rumah untuk melihat kondisi Beby. Mereka semua dalam keadaan penuh lumpur karena kabur lewat sawah yang ada di belakang rumah Beby.

"Kalian baik-baik saja?" tanya Beby seraya berusaha berdiri setelah diberi pertolongan pertama dari warga sekitar.

"Harusnya kami yang tanya, Beby!" Zizah maju untuk melihat keadaan Beby yang memar-memar wajahnya. "Ini nggak sakit?"

"Sakitlah, apaan tidak sakit itu?" Beby sedikit manyun. "Motor kamu rusak, nanti aku perbaiki ya, maaf aku udah bikin kalian begini."

"Ya ampun, Beb ...." Zizah memeluk Beby, diikuti oleh yang lain, yang menatap Beby penuh simpati. Anak ini malang sekali.

"Nggak usah pikirin kami, pikirin keadaan kamu sendiri aja, Beb! Kami hanya harus ke bengkel untuk benerin motor, sementara kamu? pasti warga sekitar sekarang pada gosipin kamu." Moa sendu mengusap kepala Beby.

Beby menatap kosong ruang tamunya yang benar-benar berantakan karena Beby larang semua orang menyentuhnya. Biarkan ini seperti ini saja dulu. Dia punya rencana.

...

Mila telah membaik dan mulai bisa diajak bicara meski masih cadel. Wajahnya juga sedikit miring efek stroke, tapi secara umum, Mila dalam kondisi stabil. Setelah mengkonsumsi obat, Mila kini terbaring dalam keadaan tertidur.

Hasan dan istrinya yang menemani, sementara Cakra keluar untuk makan. Danu tiba usai acara kampanye berakhir. Meski ini Danu tidak lagi menganggap Mila, tapi janjinya untuk tetap bersikap baik dan bertanggungjawab ia penuhi sekarang.

"Mas ...," sapa Danu santun. "Udah lama?"

Hasan mengangguk. Rasanya dan tidak punya alasan untuk membenci Danu. Laki-laki sebaik ini pun tidak bisa membuat adiknya luluh hati dan menerima pernikahan yang sejatinya bisa menjadi pernikahan yang bahagia.

"Danu, mumpung di sini, saya hanya menyampaikan kalau pernikahan Clara hanya bisa disahkan setelah Clara melahirkan." Hasan tampak tertekan. "Saya baru tau kalau Clara hamil, soalnya Mila tidak mengatakan apapun saat itu." (koreksi kalau saya lupa bagian apa hasan sudah tahu kalau Clara hamil, nanti saya revisi)

"Selain itu, kendala administrasi juga membuat urusan ini jadi makin kacau."

Hasan mengambil sebuah map berisi beberapa lembaran kertas dari meja sebelah Mila tertidur.

"Mas baru tau kalau bahkan Kartu keluarga kalian tidak jadi satu. Pun dengan alamat rumah kalian!"

Danu menunduk untuk melihat map yang diserahkan padanya.

"Apalgi yang kakakmu ini tidak ketahui, Danu ...?" tanya Hasan dengan suara dalam dan berat. "Sebenarnya, kalian anggap saya ini apa?"