Terpaksa Menikah Bos Muda Lumpuh

"Lalu, apa yang bisa aku lakukan? Dia sudah menikah dan sudah menjadi milik dari orang lain. Andai saja kamu mengatakannya lebih awal, mungkin semuanya masih bisa aku kejar. Tapi, sekarang sudah terlambat."

"Tidak. Semuanya masih belum terlambat Dimas. Tidak ada kata terlambat untuk cinta sejati. Kamu harus tahu kalau Chacha sangat amat mencintai kamu. Dia sering nanyain kamu sama aku."

"Benarkah?"

"Iya. Chacha juga sering berencana kabur dari rumah suaminya. Dia sangat tersiksa di sana. Suaminya memperlakukan dia dengan sangat tidak baik."

"Mengapa kalian diam saja setelah tahu apa yang Chacha alami? Apa kalian tidak sayang sama dia?"

"Kami bisa apa? Bukan tidak sayang. Tapi Chacha yang tidak ingin kami ikut campur urusan rumah tangganya. Apa kamu tahu? Chacha itu perempuan yang sangat keras kepala. Apa yang ia katakan, sulit untuk di tentang. Di tambah, suaminya orang yang punya segalanya. Kami paham kalau Chacha mungkin sayang untuk meninggalkan laki-laki itu karena kekayaan laki-laki tersebut yang berlimpah.

"Benarkah? Tapi, selama pacaran dengan aku, dia tidak seperti itu. Dia malahan bersikap sebaliknya. Sederhana, lembut, sangat menyenangkan," kata Dimas sambil mengingat waktu mereka bersama. Dia tersenyum perlahan tanpa menghiraukan Keke yang melihat apa yang ia lakukan.

"𝘋𝘢𝘴𝘢𝘳 𝘮𝘦𝘯𝘺𝘦𝘣𝘢𝘭𝘬𝘢𝘯. 𝘗𝘢𝘴𝘵𝘪 𝘥𝘪𝘢 𝘴𝘦𝘥𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘢𝘺𝘢𝘯𝘨𝘬𝘢𝘯 𝘢𝘱𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘵𝘦𝘭𝘢𝘩 𝘪𝘢 𝘭𝘢𝘭𝘶𝘪 𝘣𝘦𝘳𝘴𝘢𝘮𝘢 𝘊𝘩𝘢𝘤𝘩𝘢," kata Keke dalam hati saat melihat Dimas senyum-senyum sendiri.

"Kamu gak tahu aja gimana adikku yang sebenarnya. Di depan orang, dia selalu bersikap manis. Tapi, sebenarnya, Chacha adalah anak yang sangat manja dan sulit diatur."

"Oh, benarkah begitu?"

Keke terdiam sejenak. Ia memikirkan apa yang telah dia katakan pada Dimas.

"𝘈𝘥𝘶𝘩, 𝘬𝘰𝘬 𝘢𝘬𝘶 𝘣𝘦𝘨𝘰 𝘣𝘢𝘯𝘨𝘦𝘵 𝘺𝘢. 𝘔𝘢𝘴𝘢 𝘢𝘬𝘶 𝘮𝘢𝘭𝘢𝘩 𝘫𝘢𝘥𝘪 𝘯𝘨𝘦𝘫𝘦𝘭𝘦𝘬𝘪𝘯 𝘊𝘩𝘢𝘤𝘩𝘢 𝘥𝘪 𝘥𝘦𝘱𝘢𝘯 𝘋𝘪𝘮𝘢𝘴. 𝘉𝘢𝘨𝘢𝘪𝘮𝘢𝘯𝘢 𝘬𝘢𝘭𝘢𝘶 𝘋𝘪𝘮𝘢𝘴 𝘮𝘦𝘯𝘫𝘢𝘥𝘪 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘴𝘶𝘬𝘢 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘊𝘩𝘢𝘤𝘩𝘢 𝘬𝘢𝘳𝘦𝘯𝘢 𝘢𝘱𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘢𝘬𝘶 𝘬𝘢𝘵𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘣𝘢𝘳𝘶𝘴𝘢𝘯?" tanya Keke dalam hati pada dirinya sendiri.

"Dimas. Jujur sama aku, apa kamu masih suka sama Chacha?" tanya Keke dengan wajah serius. Dia berusaha mengalihkan pembicaraan.

"Adikku memang tidak sempurna. Tapi, dia memiliki hati dan cinta yang benar-benar tulus buat kamu. Aku sebenarnya sangat berharap, kamu mau merubah pikiran Chacha. Bantu dia buat keluar dari pernikahan paksa yang sedang ia jalani saat ini. Aku tidak ingin melihat Chacha terus-terus tersiksa karena ego yang ia miliki."

"Kamu tenang aja. Sejujurnya, hati ini masih sangat mengharapkan Chacha kembali menjadi milikku."

"Benarkah?" tanya Keke agak senang. Tapi, juga ada rasa kesal dalam hatinya. Ia senang karena apa yang ia rencanakan sedikit lagi berhasil. Sedangkan, hatinya merasa kesal karena ia tahu kalau selama ini dirinya hanyalah sebuah pelampiasan.

"Tapi .... "

"Tapi apa?" tanya Keke cepat.

"Tapi, bagaimana aku bisa bertemu Chacha?"

"Oh, itu soal gampang. Nanti aku kirim nomor Chacha. Kamu bisa telpon dia nanti."

"Oke," kata Dimas begitu bahagia.

Sementara itu, Chacha dan Danu sedang berada di perjalanan menuju mansion keluarga Hutama. Seperti yang telah mereka sepakati, Chacha akan menginap di mansion malam ini.

"Nona muda kayaknya senang banget sekarang," kata Danu sambil melihat Chacha dari kaca.

"Apa karena mau ke mansion keluarga Hutama?" tanya Danu lagi.

"Iya. Aku senang banget Danu. Ternyata, mama sama papanya Bastian itu orangnya asik juga. Aku merasa kayak punya keluarga saat bersama mereka."

"Iya nona bos. Nyonya sama bos besar memang orang yang asik. Dulu aja saat bos muda masih tinggal di mansion, mereka anggap saya anak, bukan pekerja yang makan gaji sama mereka."

"Oh ya? Enak dong, Danu. Tapi ... Bastian beda ya dengan orang tuanya."

"Sebenarnya, bos muda gak ada bedanya sama bos besar, nona bos. Bahkan, bos muda itu orang yang lebih hangat dan asik dari kedua orang tuanya. Hanya saja .... " Danu tidak melanjutkan kata-katanya.

"Iya, aku tahu."

Tak terasa, mereka sudah berada di depan gerbang mansion. Chacha dan Danu menghentikan obrolan mereka.

"Kita sudah sampai nona bos. Saya langsung pamit aja ya," kata Danu saat mobil sudah berhenti di depan mansion.

"Iya. Titip salam buat, Bastian," kata Chacha sambil tersenyum karena dia sedang bercanda.

"Baik nona bos," ucap Danu sambil memberi hormat.

"Aku bercanda."

"Benar juga gak papa. Bahkan, lebih bagus, nona bos."

"Danu ... aku hanya bercanda."

"Iya nona bos, saya tahu."

Setelah Chacha keluar, Danu tidak menunggu lagi. Ia langsung saja menjalankan mobilnya meninggalkan mansion segera.

"Sayang ... akhirnya menantu mama datang juga," kata Merlin dengan bahagia menyambut kedatangan Chacha di depan pintu mansion.

"Mama ngapain malah jemput aku sampai depan pintu, Ma?"

"Mama itu udah gak sabar lagi mau ajak kamu keliling mansion. Mama ingin tujukin sama kamu, taman mawar kesukaan Bastian."

"Bastian suka mawar?"

"Iya sayang. Bastian itu sangat suka mawar. Apalagi, mawar putih yang mekar saat pagi hari."

"Benarkah?" tanya Chacha sangat tak percaya.

"Iya. Ayo ikut mama."

"Iya, Ma."