Karena dosa yang Serein perbuat, ia dijatuhi hukuman mati. Serein di eksekusi oleh pedang suaminya sendiri, Pangeran Hector yang tak berperasaan. Alih-alih menuju alam baka, Serein justru terperangkap dalam ruang gelap tak berujung, ditemani sebuah sistem yang menawarkan kesempatan hidup baru. Merasa hidupnya tak lagi berharga, Serein awalnya menolak tawaran tersebut.
Namun, keraguannya sirna saat ia melihat kembali saat di mana Pangeran Hector, setelah menghabisi nyawanya, menusukkan pedang yang sama ke dirinya sendiri. Suaminya, yang selama ini Serein anggap selalu tak acuh, ternyata memilih mengakhiri hidupnya setelah kematian Serein.
Tapi Kenapa? Apakah Pangeran Hector menyesal? Mungkinkah selama ini Hector mencintainya?
Untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu, Serein memutuskan untuk menerima tawaran sistem dan kembali mengulang kehidupannya. Sekaligus, ia bersumpah akan membalaskan dendam kepada mereka yang telah menyebabkan penderitaannya.
—
Pict from : Pinterest
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Salvador, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22 : Flashback
...****************...
Undangan itu datang untuk pesta teh yang akan diadakan dua minggu lagi. Dalam kurun waktu tersebut, para Lady yang menerima undangan diberi cukup waktu untuk mempersiapkan diri dengan sebaik mungkin—baik dari segi penampilan, etiket, maupun pembawaan diri di hadapan Yang Mulia Ratu.
Namun bagi Serein, waktu dua minggu bukan sekadar untuk memilih gaun atau berlatih senyum anggun. Pesta itu membuka kembali kenangan yang lebih berat dari sekadar teh dan kue manis.
Jika mengingat Ratu Seramona, Serein tidak bisa untuk bersikap biasa-biasa saja setelah semua yang terjadi.
Perbuatan tercela Serein di masa lalu, yang mana meracuni Lady Aurel karena saat itu adalah tunangan Heiden, bisa dibilang di pelopori oleh Ratu Seramona dan Heiden sendiri. Ratu Seramona lah, yang menyarankan Serein untuk berbuat demikian.
“Raja menyukai Putri Duke Cavendral itu untuk menjadi pasangan Heiden,” ucap Ratu waktu itu, sambil memainkan cangkir tehnya dengan jari-jari panjangnya yang anggun. “Yah, latar belakangnya memang sangat baik.”
Kemudian tatapan tajam Ratu beralih ke arah Serein, yang saat itu duduk kaku menahan perasaan kecewa dan tak berdaya.
“Tapi, seperti yang kau tahu, Tuan Putri… aku sangat menyayangkan pernikahanmu dengan Pangeran Pertama terjadi. Padahal, kau dan Heiden akan sangat serasi. Malang sekali nasibmu harus berakhir dengan anak terkutuk itu,” tambahnya dengan nada mengasihani, seolah-olah benar-benar peduli pada Serein.
Serein mengepalkan tangannya waktu itu. Ucapan seperti itu… bukan satu atau dua kali ia dengar. Bahkan bukan hanya dari segelintir orang. Hampir semua yang mengenalnya akan mengucapkan kalimat serupa. Kalimat yang menyayat harga dirinya sedikit demi sedikit.
Betapa malangnya Serein yang dulunya begitu percaya diri memperkenalkan diri sebagai kekasih Pangeran Heiden, tapi berakhir sebagai istri dari Pangeran Pertama yang dijuluki ‘anak terkutuk’—seseorang yang tidak memiliki kekuasaan apa pun, tak mendapat dukungan, dan tidak memiliki masa depan di mata siapa pun.
Orang-orang mengasihaninya, tapi tak sedikit pula yang menertawakannya. Mereka menyebutnya sebagai karma. Karma dari bagaimana dulu Serein gemar merendahkan bangsawan lain, merasa dirinya selalu lebih tinggi, lebih layak, lebih hebat. Hal itulah yang membuat Serein tak memiliki teman satu pun. Bahkan setelah mendapati nasib menyedihkan ini, Serein masih tetap mempertahankan sikap angkuh walaupun tahu ia bisa dijatuhkan kapan saja.
“Raja memang menyukai Putri Duke Cavendral, tetapi aku tidak,” ucap Ratu suatu hari, dengan suara lembut namun dingin. “Bagiku, kau masih pendamping terbaik untuk putraku, Serein.”
Mendengar itu, mata Serein berkilat penuh harapan. Hatinya bergetar. Ia tidak salah dengar, kan? Ratu masih mendukungnya untuk bersama Heiden?
“Apa kau masih tertarik pada Heiden?” tanya Ratu Seramona kala itu.
Serein mengangguk cepat, nyaris tanpa berpikir, “Saya sangat mencintai Heiden, Yang Mulia,” jawabnya penuh keyakinan.
“Aku yakin Heiden pun demikian. Sudah kukatakan, kalian adalah pasangan paling serasi,” ujar Ratu, suaranya terdengar menyayangkan takdir yang tidak memihak.
Saat itu, Serein merasa bahwa harapannya kembali hidup. Tapi di sisi lain, statusnya yang sekarang membuatnya sangat goyah.
“Tapi, saya tidak mungkin bisa bersama Heiden lagi,” lirihnya pelan. Bibirnya bergetar saat mengatakannya.
“Siapa yang mengatakannya?” sahut Ratu cepat.
Serein menatapnya dengan wajah putus asa. “Yang Mulia… saya tidak akan bisa lepas dari pernikahan ini.” Sebab ia tahu, pernikahan yang diatur oleh Raja adalah ikatan mutlak. Mustahil diceraikan. Tidak ada jalan keluar.
Namun Ratu Seramona hanya tersenyum kecil. Senyum yang terlihat manis di permukaan, tapi menyimpan niat mengerikan di baliknya.
“Dengarkan aku, Putriku…” ucap Ratu pelan, membelai wajah Serein agar menatapnya lurus. “Anak terkutuk itu… dia bukan halangan besar. Apa mungkin ia akan tetap hidup jika menghabiskan sisa hidupnya di medan perang? Itu mustahil.”
Serein tertegun.
“Dia bisa mati kapan saja. Kita bisa mengabaikannya,” lanjut Ratu, kali ini suaranya sangat tenang, bahkan hampir terdengar biasa. “Tapi tunangan Heiden ini… dia dipilih langsung oleh Raja. Bahkan mungkin sebentar lagi Raja akan menetapkan pernikahan mereka.”
Ratu mengetukkan jarinya di meja, berpura-pura tengah berpikir dalam, sebelum kembali menatap Serein.
“Satu-satunya halangan agar kau bisa bersama Heiden… adalah dia. Dan anak itu harus menghilang. Kau bisa melakukannya?”
Serein termangu mendengar itu, di sisi yang sama juga tak menyangka Ratu menawarkan hal ini.
Jika dia tiada… saya dan Heiden bisa bersatu?” tanyanya memastikan, suaranya nyaris berbisik.
Ratu Seramona mengangguk mantap. “Benar. Jika dia tiada, hanya tersisa suamimu yang bukan siapa-siapa itu. Aku bisa menjanjikan, kau akan berakhir dengan putraku…”
Ia mengangkat dagunya sedikit, sorot matanya penuh ambisi.
“…dan menjadi pasangan masa depan yang akan memimpin seluruh Aethermere.”
Seharusnya, Serein bisa berpikir rasional. Harusnya ia menyadari bahwa Ratu tidak mungkin tiba-tiba membenci Lady Cavendral begitu saja. Tapi waktu itu, ia terlalu berputus asa. Terlalu haus akan harapan dan keinginan untuk kembali pada masa lalu yang manis. Dan karena itulah… ia menghalalkan segala cara untuk mendapatkan Heiden kembali, termasuk menerima semua saran dari Ratu Seramona—tanpa mempertimbangkan apa pun selain keinginannya sendiri.
Tok tok tok...
Suara ketukan itu membuyarkan lamunan panjang Serein. Ia menarik napas, menyimpan kembali amplop berstempel kerajaan ke dalam laci, lalu berdiri dan berjalan ke arah pintu. Begitu membukanya, Ia menemukan Rara dan salah seorang dayang Duchess Valencia di sana.
“Nona, saya sudah melarangnya untuk menerobos masuk, tapi dia tidak mendengarkan.” Ujar Rara lebih dulu.
Rana, yang merupakan salah seorang pelayan Duchess menatap Rara dengan sinis, “Perbuatanmu itu benar-benar tidak sopan, sudah aku bilang Duchess yang menyuruhku ke mari!”
“Saya bisa menyampaikannya tanpa perlu Anda ke sini.” Jawab Rara berusaha berani, bagaimana pun Rana ini merupakan pelayan senior yang merasa paling berkuasa karena dia adalah pelayan nyonya besar.
Serein mengisyaratkan Rara agar diam tanpa perlu membalas ucapan wanita ini. Ia kemudian menatapnya, “Ada apa?” Serein bertanya dengan dagu terangkat tinggi, berusaha mengalahkan Pelayan Duchess yang juga bersikap demikian.
Wanita itu seperti biasa, tidak menunduk. Ia menatap lurus pada seseorang yang sejatinya adalah bangsawan lebih tinggi darinya, seolah tidak melihat perbedaan derajat di antara mereka.
“Nyonya Duchess meminta Nona untuk ikut makan malam kali ini,” ujarnya tanpa basa-basi.
Serein tidak menjawab seketika. Matanya mengerjap sekali, lalu berkata dengan jelas, “Aku tidak bisa.”
Namun Rana langsung membalas dengan suara yang seolah sudah disiapkan sejak awal.
“Nona tidak bisa menolak permintaan Duchess. Beliau mengatakan jika Anda harus ikut serta, maka Anda harus melakukannya.”
Nada suaranya terdengar menggurui. Bukan permintaan, melainkan perintah. Dan Serein tidak suka diperlakukan seperti itu, apalagi oleh seorang pelayan yang bahkan tak tahu bagaimana caranya berbicara pada seorang bangsawan.
“Lancang sekali, kau tahu dengan siapa kau berbicara?!” Rara akhirnya tak bisa menahan emosinya. Suaranya naik satu oktaf, wajahnya tampak hendak menerjang Rana kapan saja.
“Saya tahu,” jawab Rana santai, seolah ucapan Rara itu hanya semilir angin.
Ia lalu menoleh kembali ke Serein dengan tatapan mengintimidasi, “Anda ingin ke meja makan sendiri, atau saya panggilkan pengawal untuk membawa Anda ke hadapan Duchess?”
Kalimat itu, disertai dengan nada datarnya yang sok berkuasa, benar-benar membuat darah Rara mendidih. Jika saja Serein tidak segera menahan lengan pelayannya itu, mungkin Rana sudah ditarik rambutnya dan ia lempar ke luar kamar.
“Kau!” seru Rara dengan rahang mengeras. Ia benar-benar tak sabar melihat nonanya dipermalukan seperti itu.
"Aku akan ke sana," jawab Serein datar, "jadi pergilah kembali pada Duchess mu itu, pe.la.yan." Jawab Serein menekankan kata terakhirnya. Serein masih cukup bersabar tidak mengeluarkan sikap angkuhnya yang sudah terpendam.
Wanita itu kemudian berlalu begitu saja, tak hanya Rara, Serein juga menatapnya jengkel. Sayang sekali, orang milik Valencia bukanlah orang yang bisa Serein hukum begitu saja. Sekalipun ia mengadu pada ayahnya, wanita ular itu akan berusaha memojokkannya seolah Serein lah yang tidak bersikap sopan pada wanita-wanita tua pengikut Valencia itu.
...****************...
tbc.
Maaf ya, author menghilang tanpa kabar, ada keperluan di real life yang tiba-tiba dan kurang mengenakkan.
Jadi, author mau buat jadwal up, minimal satu episode per hari akan author atur agar tidak ada bolong update per harinya.
Ga janji juga, tapi author usahain, jangan lupa jejaknya ya♡♡♡