Setelah ditolak oleh gadis pujaan kampus, Rizky Pratama tiba-tiba membangkitkan sebuah sistem ajaib: setiap kali ia mendapat satu pengikut di siaran langsung, ia langsung memperoleh sepuluh juta rupiah.
Awalnya, semua orang mengira Rizky hanya bercanda.
Namun seiring waktu, ia melesat di dunia live streaming—dan tanpa ada yang menyadari, ia sudah menjelma menjadi miliarder muda Indonesia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon apa aja 39, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22: Aku Tidak Akan Melakukannya Lagi Untukmu
Rizky menutup siaran langsungnya malam itu. Ia merapikan barang-barangnya, mengambil tas, lalu berjalan keluar dari kafe internet dengan langkah santai.
Melihatnya keluar, Ayu dan Rani yang sedari tadi ikut menonton merasa tak tega lagi hanya duduk berselancar. Mereka buru-buru bangkit dan mengejarnya.
“Rizky…” panggil Ayu setengah berlari.
Rizky berhenti dan menoleh. “Ada apa?” tanyanya datar.
Ayu mengeluarkan iPhone merah mudanya, tersenyum manis. “Rizky, ayo kita tukeran kontak. Kan kita sama-sama alumni SMA, siapa tahu nanti bisa main game bareng.”
Rizky hanya tersenyum tipis. “Oke, nggak masalah.”
Ia tidak menolak. Meski tahu maksud tersirat Ayu, ia tetap mengangkat ponselnya dan memindai kode QR. Sekejap, keduanya sudah berteman di aplikasi.
“Kalau begitu, aku duluan, ya.” Rizky mengangguk sopan lalu bersiap melangkah.
Namun Ayu kembali menahannya, kali ini dengan suara yang lebih lembut. “Rizky, sudah larut… aku agak takut pulang sendirian. Bisa tolong antar aku pulang?”
Udara malam terasa lengang. Jalanan sempit dengan lampu yang redup seakan menciptakan suasana ambigu. Siapa pun tahu, ajakan seperti itu sulit ditolak pria normal.
Namun Rizky hanya mengangkat bahu. “Kalau aku nganterin kamu, bukankah malah lebih bahaya buat aku pulang sendirian?”
Ayu terdiam, tak menyangka jawabannya.
“Kalau takut, kamu bisa pesan taksi online,” lanjut Rizky santai. “Aku jalan dulu.”
Setelah itu, ia benar-benar pergi, tanpa menoleh ke belakang.
Lucu sekali… pikirnya dalam hati. Aku pernah jatuh tersungkur karena Dinda. Mana mungkin aku ulangi kesalahan yang sama?
Pengalaman mengejar Dinda membuatnya sadar: jika ingin tetap unggul, jangan pernah terburu-buru. Biarkan orang lain yang gelisah, sementara dirinya tetap tenang.
---
Ayu hanya bisa terpaku melihat punggung Rizky menjauh. “Kok dia segitu cueknya, ya…” gumamnya pelan.
Rani, yang berdiri di samping, ikut berkomentar sinis. “Dia pelit banget, Yu. Aku kira dia bakal kasih kamu hadiah, eh malah dikasih ke orang lain. Buang-buang waktu.”
Ayu menggeleng pelan, matanya tetap menatap arah Rizky pergi. “Kamu nggak ngerti, Ran. Pria kayak Rizky itu jarang banget. Masih muda, tapi sudah sekaya itu. Kalau ketemu orang kayak dia, kita nggak boleh lepasin begitu aja.”
Rani mendengus. “Tapi dia jelas-jelas ngabisin uang buat streamer lain. Menurutku dia tipe cowok plin-plan.”
Ayu tersenyum penuh percaya diri. “Streamer itu cuma modal filter cantik. Aku ini asli. Kalau dia bisa buang uang buat mereka, apalagi untuk aku.”
Rani hanya bisa diam, sedikit jengkel melihat keyakinan sahabatnya.
---
Malam itu, Rizky akhirnya tiba di rumah. Orang tuanya masih terjaga, tapi ia buru-buru masuk kamar, menyalakan lampu belajar, dan berpura-pura menekuni buku.
Namun semakin lama menatap angka-angka rumit, kepalanya semakin pusing. Ia menyerah, meletakkan pulpen, lalu meraih ponselnya untuk bersantai.
Begitu layar menyala, deretan pesan masuk sudah menunggunya. Semua dari Nita.
> “Kak Rizky, kamu suka main League of Legends? Aku juga bisa kok.”
“Aku jago main game lain juga, serius.”
“Kenapa sih Kak nggak pernah balas? Aku jadi penasaran banget sama kamu.”
Pesan itu ada sembilan belas, dikirim berturut-turut. Rizky sempat menghela napas. Awalnya cuma mau tarik penggemar, eh ini anak beneran nempel banget.
Akhirnya ia membalas singkat.
> “Sabtu ini keluar sama aku.”
Balasan Nita datang hampir seketika.
> “Iya, Kak! Aku siap!”
“Kak Rizky, kamu tidur? Aku nggak bisa tidur nih, kepikiran terus sama kamu…”
Rizky tidak menanggapi lagi. Ia membuka pesan pribadi lain, kali ini dari Bu Sari.
> “Bos Rizky, terima kasih banyak atas hadiah yang tadi. Tapi tolong jangan kirim lagi ya, aku sungguh merasa tidak pantas.”
“Aku akan berusaha mengembangkan bakatku lebih baik lagi, supaya tidak mengecewakanmu.”
Rizky mengernyit kecil. Kalimat itu rapi, penuh sopan santun, tapi tetap menyisakan ruang imajinasi. Pintar juga ibu ini…
Ia menimbang sebentar, lalu mengetik jawaban dingin:
> “Baiklah, aku tidak akan melakukannya lagi untukmu.”
Di apartemennya, Bu Sari yang sedang mengetik langsung terkejut membaca balasan itu. “Hah?!” serunya, tak menyangka skema halusnya malah dimentahkan begitu saja.
---
Rizky menutup aplikasi, lalu menelusuri feed media sosialnya.
Postingan Dinda muncul paling atas.
> “Galaksi di matamu adalah apa yang aku dambakan seumur hidup.”
Ia bahkan menyertakan foto dirinya bersandar di dinding, wajahnya murung. Rizky mendecih. Kutipan puitis apalagi ini…
Scroll berikutnya, postingan dari sahabat lain.
> “Cinta diam-diam adalah bentuk kesopanan, seperti membangun istana dalam sunyi.”
Rizky tak tertarik. Ia malah merasa pusing. “Ya Tuhan, kenapa hari ini isinya beginian semua?”
Ia buru-buru menutup aplikasi.
---
Keesokan paginya, Rizky datang ke sekolah dengan tas di punggung. Di depan gerbang, ia melihat Sinta berdiri seakan menunggu seseorang.
“Ketua kelas, lagi nunggu siapa?” Rizky menyapanya ramah.
Sinta terlihat gugup. “N-nggak, nggak nunggu siapa-siapa kok. Oh iya, tadi aku mampir ke toko roti, sekalian beliin kamu dua roti. Makan ya, masih hangat.”
Ia langsung menyodorkan kantung roti ke tangan Rizky, lalu buru-buru lari masuk gedung.
Rizky menatap roti itu sambil tersenyum kecil. “Kebetulan, aku memang belum sarapan.” Ia menghabiskan roti itu dengan cepat.
Tiba-tiba sebuah tangan menepuk pundaknya dari belakang. Rizky menoleh, dan mendapati sosok Dinda berdiri di sana.
Namun kali ini, penampilannya berbeda. Dinda tidak lagi bergaya manja seperti kemarin. Ia memakai kaus biru sederhana dan celana jeans ketat yang menonjolkan lekuk tubuhnya. Wajahnya kembali datar, dingin, tanpa senyum.
Rizky mengangkat alis. “Oh, jadi kembali ke versi ‘dingin’ lagi, ya?”
--