“Dikhianati suami, ditikam ibu sendiri… masihkah ada tempat bagi Andin untuk bahagia?”
Andin, seorang wanita sederhana, menikah dengan Raka—pria miskin yang dulu ia tolong di jalan. Hidup mereka memang pas-pasan, namun Andin bahagia.
Namun kebahagiaan itu berubah menjadi neraka saat ibunya, Ratna—mantan wanita malam—datang dan tinggal bersama mereka. Andin menerima ibunya dengan hati terbuka, tak tahu bahwa kehadiran itu adalah awal dari kehancurannya sendiri.
Saat Andin mengandung anak pertamanya, Raka dan Ratna diam-diam berselingkuh.
Mampukah Andin menghadapi kenyataan di depannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rafizqi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27
Beberapa hari setelah konferensi pers itu, seluruh media nasional dipenuhi satu nama — Raka Wicaksono.
Namun kali ini bukan sebagai sosok “mantan kekasih yang menyesal,” melainkan penipu emosional yang mempermainkan citra publik demi keuntungan pribadi.
Video yang ditayangkan Andin menyebar di seluruh platform sosial media.
Rekaman itu jadi viral, disertai ribuan komentar pedas.
“Selama ini dia cuma main sandiwara!”
“Kasihan Andin, tapi salut banget! Perempuan kuat! Diselingkuhi, diambil semua hartanya dan kini Raka malah memanipulasi berita tentang dirinya memanfaatkan ketenaran Andin demi keuntungan sendiri”
“Raka dan ibunya harus malu, mereka pikir dunia bisa dibohongi!”
Dalam hitungan hari, proyek kerja sama yang dimiliki Raka dibatalkan satu per satu.
Investor menarik dana, rekan bisnis menjauh, dan kontrak dengan perusahaan besar langsung dibekukan.
Rumah mereka disita bank karena gagal bayar pinjaman.
Ratna — yang terbiasa hidup dengan kemewahan dan gengsi — kini harus menanggung malu di depan para sosialita yang dulu ia banggakan.
“Semua ini karena perempuan itu!” Ratna berteriak histeris sambil menendang vas bunga.
“Kau bodoh, Raka! Kenapa tidak kau hentikan videonya sebelum semuanya terlambat?”
Raka hanya diam di sudut ruang tamu yang kini kosong tanpa furnitur.
Ia menatap layar ponsel yang menampilkan berita dirinya — wajahnya terpampang dengan judul besar:
“RAKA WICAKSONO DIBOIKOT, PENIPUAN CITRA TERBONGKAR!”
Tubuhnya gemetar.
Semua yang dulu dia banggakan — kini hilang dalam sekejap mata.
Dan yang paling menyakitkan, dunia kini memuji Andin, perempuan yang dulu ia anggap lemah dan mudah dikendalikan.
Nama Raka menjadi perbincangan hangat. Bukan lagi tentang rasa simpati karena kebaikan pura-pura yang dia lakukan, melainkan semua orang kini menghujatnya karena terkuat kebenaran yang sebenarnya.
Ratna menenteng tas besar ditangannya dengan wajah kesal. Raka berjalan disampingnya dengan wajah putus asa.
Semuanya. Tidak ada yang tersisa. Bisnis, rumah, uang, semuanya lenyap dalam sekejap.
Kini, seluruh dunia tau kehidupannya. Perselingkuhannya. Bahkan niat buruknya tersebar keseluruh dunia.
Raka malu. Ratna juga mendecah kesal karena namanya juga ikut di hina oleh semua netijen.
Semua rekan menjauh. Hingga teman tidak ada yang ingin membantu walaupun berulang kali dia ingin menghubungi.
"Ini semua salahmu Raka" Cerca Ratna ditengah jalan. Wajahnya kesal hingga merah padam.
"Jangan salahkan aku terus. Aku juga pusing. Jangan cuma bisa menyalahkan. Pikirkan solusi" Balas Raka ikut kesal.
"kalau kamu tidak mengusik hidup Andin lagi. Semua ini tidak akan terjadi. Kini semua orang tau bagaimana masalah kita bersama Andin. Sekarang aku menyesal menikah dengan mu" Jawab Ratna tajam.
Raka menatap Ratna dengan suara meninggi, "Sekarang setelah aku bangkrut baru kamu mengatakan menyesal?" Sahut Raka cepat.
"Jika dipikir, aku lebih menyesal karena aku memilih wanita seperti mu dan mebuang wanita sehebat Andin" Lanjutnya tajam membuat Ratna naik pitam.
Plak....
"Dasar laki-laki b3jat. Dulu.... Kamu yang menginginkan tubuhku. Sekarang kamu membuang ku?" Geramnya.
Raka memegang pipinya yang panas akibat tamparan Ratna.
"Ini salahmu karena tidak sehebat Andin. Andin pandai mengelola apapun. Dia mengurusku sebaik mungkin. Tidak seperti mu yang hanya bisa menghabiskan uang" Sahut Raka.
"Baiklah. Mulai sekarang kita akan berpisah disini. Aku masih bisa mencari laki-laki yang lebih kaya dari kamu" Ratna pergi begitu saja setelah mengatakan itu. Sementara Raka masih mematung di tempat nya dengan wajah memerah kesal.
---
Sementara itu, di sisi lain kota, Andin justru berada di puncak kariernya.
Kontrak kerja barunya dengan perusahaan media internasional resmi ditandatangani.
Namanya kini dikenal sebagai jurnalis cerdas dan berani — perempuan yang menegakkan kebenaran bahkan saat itu melawan masa lalunya sendiri.
Namun di balik senyum yang ia tunjukkan di depan publik, Andin menyimpan kegelisahan yang tak bisa ia jelaskan.
Malam itu, ia berdiri di balkon apartemen barunya, menatap cahaya kota yang berkilauan.
Angin malam meniup lembut rambutnya, tapi hati Andin terasa berat.
Hans datang membawa dua cangkir teh.
Ia menyerahkan satu pada Andin, lalu berdiri di sisinya.
“Semua orang bangga padamu. Kamu hebat,” katanya pelan.
Andin tersenyum samar. “Aku hanya melakukan apa yang harus kulakukan.”
“Tapi… kamu terlihat tidak bahagia,” kata Hans hati-hati.
“Kenapa?”
Andin menatap cangkir di tangannya.
“Aku kira saat kebenaran terungkap, aku akan merasa bebas. Tapi ternyata… tidak sesederhana itu, Hans. Aku masih takut.”
“Takut pada apa?”
“Takut aku jadi seperti mereka. Takut aku kehilangan sisi manusiawiku karena terlalu terbiasa melawan.”
Hans terdiam sejenak, lalu menatapnya lembut.
“Kamu bukan mereka, Andin. Kamu berbeda. Kamu berani tapi tetap punya hati.”
Andin menatap wajah Hans, matanya mulai bergetar oleh emosi yang ia tahan.
“Dan aku takut satu hal lagi…” suaranya melemah.
“Aku takut mempercayai seseorang lagi. Termasuk kamu.”
Ucapan itu membuat Hans membeku.
Namun ia tidak tersinggung, justru mendekat sedikit dan berkata tenang,
“Kalau kamu butuh waktu, aku akan menunggu. Aku tidak akan memaksa kamu percaya, tapi aku akan terus ada di sini sampai kamu siap.”
Andin terdiam.
Matanya mulai berkaca-kaca, tapi ia menahan agar tidak menangis.
Dalam hatinya, ia tahu Hans berbeda. Tapi luka dari masa lalunya terlalu dalam, dan ketakutannya tentang kehilangan terlalu nyata untuk diabaikan.
Dari jauh, lampu-lampu kota seperti berkelip mengikuti denyut jantungnya yang resah.
Dia telah mengalahkan Raka.
Dia telah menegakkan kebenaran.
Namun perang sesungguhnya baru dimulai — perang untuk menyembuhkan dirinya sendiri.
.
.
.
Bersambung.