Satu malam naas mengubah hidup Kinara Zhao Ying, dokter muda sekaligus pewaris keluarga taipan Hongkong. Rahasia kehamilan memaksanya meninggalkan Jakarta dan membesarkan anaknya seorang diri.
Enam tahun kemudian, takdir mempertemukannya kembali dengan Arvino Prasetya, CEO muda terkaya yang ternyata adalah pria dari malam itu. Rahasia lama terkuak, cinta diuji, dan pengkhianatan sahabat mengancam segalanya.
Akankah, Arvino mengetahui jika Kinara adalah wanita yang dia cari selama ini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aisyah Alfatih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
30. Lamaran
Oma Mei Lin menatap Mawar dengan sorot mata tajam namun penuh wibawa.
“Aku datang ke sini bukan tanpa alasan, Nyonya Mawar. Aku ingin memastikan cucuku ... Kinara ... baik-baik saja. Dia satu-satunya darah dagingku yang tersisa di negeri ini.”
Mawar sempat terpaku, lalu menegakkan tubuhnya. “Saya tahu, Nyonya. Sejak pertama kali Tuan Besar jatuh sakit, nama Dokter Zhao datang dari rekomendasi Anda langsung, bukan? Saat itu saya tidak tahu jika Dokter Zhao, ada hubungannya dengan kejadian enam tahun lalu.
Oma Mei Lin tersenyum tipis, mengangguk pelan. “Ya, aku memang yang mengirimnya. Kinara adalah cucuku, cucu kandung dari garis keluarga Mei Lin. Tapi sayangnya, anak itu terlalu rendah hati untuk mengaku. Ia memilih bekerja tanpa menuntut pengakuan apa pun.”
Mawar menghela napas dalam, matanya menatap lurus ke arah wanita tua itu. “Nyonya Mei Lin, jika begitu, izinkan saya mengatakan sesuatu yang sudah lama saya pikirkan.”
Ia berdiri, suaranya lantang, tegas, tanpa ragu sedikit pun.
“Kinara akan menjadi bagian resmi dari keluarga ini. Saya akan menikahkan Arvino dengan dia.”
Oma Mei Lin menatap Mawar lama, seolah memastikan apa yang baru saja didengarnya tidak salah.
“Maksudmu…?”
“Saya ingin Arvino bertanggung jawab sepenuhnya, bukan hanya sebagai ayah bagi Ethan, tapi juga sebagai suami bagi ibu dari anak itu. Kinara sudah terlalu banyak berkorban. Dia layak mendapatkan nama keluarga ini, layak mendapatkan tempat yang pantas.”
Nada suara Mawar tak bisa dibantah. “Saya akan jadikan dia menantu saya.” lanjutnya.
Seulas senyum perlahan terbit di wajah tua Oma Mei Lin, kali ini bukan senyum dingin, melainkan senyum penuh lega. “Akhirnya,” gumamnya, mata tuanya berkilat hangat. “Akhirnya cucuku mendapat status yang layak. Dan aku … sudah tahu sekarang siapa Daddy dari cicitku selama ini.” Dia melirik Ethan.
Dia menarik napas panjang, kemudian menatap Mawar dengan sorot mata yang tajam namun tulus.
“Kalau begitu, kita tidak akan menunggu lama. Aku hanya punya waktu tiga hari di Indonesia. Setelah itu, aku harus kembali ke Hongkong. Pernikahan itu harus terjadi sebelum aku pergi.”
Mawar menatapnya, lalu mengangguk mantap.
“Baik, Nyonya. Tiga hari, saya akan pastikan semuanya siap.”
Tanpa menunggu waktu, Mawar mengambil ponselnya, lalu menekan nomor Zaki. Suaranya terdengar tegas dan cepat.
“Zaki, segera siapkan semua dokumen dan keperluan untuk pernikahan Arvino dan Dokter Zhao. Aku ingin semuanya selesai sebelum tiga hari ke depan. Ini keputusan keluarga.”
Dari ujung telepon, Zaki sempat terdiam beberapa detik, nyaris tak percaya. “Baik, Nyonya … saya segera urus semuanya.”
Ketika panggilan ditutup, Oma Mei Lin menatap Mawar dengan bangga. “Kau perempuan yang berani, Nyonya Mawar. Tak banyak yang bisa mengambil keputusan secepat dan setegas itu.”
Mawar tersenyum. “Karena saya tahu, Nyonya, hanya Kinara yang bisa menenangkan hati Arvino … dan hanya dia yang bisa membuat rumah ini hidup kembali.”
Oma Mei Lin tersenyum puas, memejamkan mata sejenak sambil bergumam lirih,
“Baiklah … kalau begitu, aku akan tinggal cukup lama untuk menyaksikan cucuku menikah dan cicitku Ethan, akhirnya memiliki keluarga yang utuh.”
Suasana rumah sakit sore itu terasa tenang. Hujan yang sempat turun sejak pagi kini hanya menyisakan gerimis halus di balik jendela ruang perawatan Tuan Prasetya. Kinara masih duduk di tepi ranjang, memeriksa selang infus dan memastikan kondisi tekanan darah sang kakek stabil. Arvino berdiri di sisi lain, diam, namun matanya tak lepas dari perempuan itu, dari ketenangan tangannya, dari ketulusan yang sulit ia abaikan.
“Dia mulai membaik,” ucap Kinara pelan, menuliskan hasil pemeriksaan di catatan medisnya. “Tapi tetap butuh pemantauan intens. Tubuhnya belum sepenuhnya pulih.”
Arvino hanya mengangguk, menatap wajah lembut itu dalam diam.
“Terima kasih, Dokter Zhao,” katanya akhirnya.
Nada suaranya pelan, tapi ada sesuatu yang lain di sana, yang lebih dari sekadar ucapan formal. Kinara menoleh sedikit, tersenyum tipis. “Saya hanya melakukan tugas saya.”
Belum sempat suasana itu mencair lebih jauh, pintu ruang perawatan diketuk. Zaki masuk dengan langkah tergesa, wajahnya tampak tegang namun berusaha tenang. Ia menatap keduanya bergantian, lalu menarik napas panjang.
“Maaf, Tuan, Dokter,” katanya. “Saya membawa kabar penting … dan mendesak.”
Arvino berbalik sepenuhnya. “Kabar apa?”
Nada suaranya berubah serius. Zaki menatap mereka, lalu menurunkan nada suaranya. “Baru saja Nyonya Mawar menerima tamu dari Hongkong. Oma Mei Lin telah tiba di Indonesia.”
Tatapan Arvino langsung berubah. “Oma Mei Lin?” gumamnya tak percaya.
Kinara pun spontan menoleh. “Oma?” suaranya nyaris tak terdengar.
Zaki mengangguk cepat. “Beliau datang langsung ke kediaman Prasetya. Dan … beliau sudah tahu semuanya.”
Arvino mengerutkan alis. “Tahu semuanya … maksudmu apa?”
Zaki menelan ludah, lalu mengeluarkan amplop kecil dari map yang dibawanya. “Keputusan keluarga. Nyonya Mawar dan Oma Mei Lin telah menyepakati sesuatu yang berkaitan dengan Anda berdua.”
Kinara menatap Zaki dengan raut bingung. “Kami berdua?”
Zaki membuka amplop itu, menarik selembar dokumen sementara napasnya semakin berat. “Mereka memutuskan … pernikahan kalian akan dilangsungkan dalam tiga hari ke depan.”
Ucapan itu membuat ruangan seketika sunyi. Hanya suara mesin monitor jantung Tuan Prasetya yang berdetak pelan di latar. Kinara terpaku, wajahnya memucat.
“A… apa?”
Arvino menatap Zaki tajam, seolah ingin memastikan apakah ia tidak salah dengar. “Zaki, apa kau sadar apa yang baru saja kau katakan?”
Zaki mengangguk mantap. “Saya tahu ini mendadak, Tuan. Tapi keputusan itu datang langsung dari dua wanita yang paling berpengaruh di keluarga kita. Nyonya Mawar sudah menandatangani semua dokumen awal, dan Oma Mei Lin sendiri yang meminta agar pernikahan dilangsungkan sebelum beliau kembali ke Hongkong.”
Kinara perlahan menunduk, dadanya bergetar.
"Ini ... bagaimana dengan, Ethan? Oma terlalu terburu-buru," Kinara menunduk menyembunyikan wajah merahnya karena malu.
Arvino memotong dengan nada tegas, “Ini keputusan keluarga, Kinara. Tapi, aku ingin mendengar langsung dari Anda, Dokter Zhao. Apa Anda mau menikah dengan saya? Sejak saat pertama kali kita bertemu, sejak hari itu aku sadar mungkin sesuatu dalam hatiku telah berubah," ujarnya Kinara tak langsung menjawab tetapi menoleh ke arah Zaki.
“Mereka hanya ingin memberi status resmi. Agar Ethan mendapat nama ayah yang layak, dan Nyonya Kinara mendapat tempat yang semestinya.” Sela Zaki.
Mata Kinara mulai memanas, dia menatap Arvino, mencoba mencari sesuatu di wajah lelaki itu, tentang keraguan, atau sekadar alasan untuk menolak. Tapi yang ia lihat justru tatapan penuh pertentangan batin.
"Saya ... Saya mau, Tuan Arvino." jawab Dokter Zhao, sembari tersenyum. Arvino langsung memeluknya ketika mendengar jawaban itu. Keduanya lupa di dalam ruangan itu masih ada Zaki, dan keduanya langsung melepas pelukan itu.
Zaki menunduk sopan. “Pernikahan akan disiapkan di kediaman Prasetya. Nyonya Mawar sudah meminta saya mengurus semua administrasi. Dan … Oma Mei Lin akan hadir sebagai saksi utama.”
Setelah mengatakan itu, Zaki mundur dengan hormat dan meninggalkan ruangan, menyisakan keduanya dalam keheningan yang menyesakkan. Kinara berdiri terpaku, suaranya pelan nyaris seperti bisikan.
“Tiga hari…”
Arvino memandangnya lama, mata mereka saling bertaut dalam diam yang berat.
“ Meskipun ini mendadak, tapi saya berjanji … saya akan membuatmu tidak menyesal, Kinara.”
Kinara menoleh perlahan, air matanya menetes tanpa suara.
“Janji itu, Tuan … semoga bukan sekadar kata.” Arvino kembali memeluk tubuh Dokter Zhao, di depan Tuan Besar Prasetya yang masih setia berbaring di atas ranjang rumah sakit.
Mampir ke karya baru ini ya
selamat berbahagia keluarga besar Prasetya.
terima kasih untuk ceritanya thor😍
dm lanjut baca mahar 1 m sm jodoh 5 langkah
semangat othor dan sehat selalu untuk othor dan keluarga
lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍
ayo Thor lanjut baik n penasaran kasihan Kailla ya bingung jadinya....kasihan 😭