"Aku tidak butuh uangmu, Pak. Aku hanya butuh tanggung jawabmu sebagai ayah dari bayi yang aku kandung!" tekan wanita itu dengan buliran air mata jatuh di kedua pipinya.
"Maaf, aku tidak bisa!" Lelaki itu tak kalah tegas dengan pendiriannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewi Risnawati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sindy terhenyak
"Lepas!" Axel mengibaskan tangan sindy yang memegang lengannya.
"Mas, kamu kenapa? Apakah kamu sedang menjaga perasaan wanita itu?" tanya sindy merasa aneh dengan sikap Axel yang mendadak kasar padanya.
"Mulai sekarang aku tidak mau lagi kenal denganmu. Kamu pergilah dari kehidupanku!" bentak Axel membuat sindy terjingkat.
"Kamu apa-apaan sih, Mas? Kamu aneh banget. Kamu pasti sedang bersandiwara di depan wanita itu kan?" sindy menunjuk Sofia dengan tatapan tajam.
"Kamu jangan pernah bawa-bawa dia. Karena ini semua tidak ada sangkut pautnya dengannya. Aku memang tidak mau lagi berhubungan dengan wanita murahan seperti dirimu!" tekan Axel sangat lantang.
Sindy membeku dengan wajah memerah menahan malu. Kenapa Axel bisa tahu? Apakah Axel sengaja mencari tahu dari dokter obgyn yang menanganinya? Jika tidak, mana mungkin Axel tahu dan bisa semarah ini.
"Mas, apa maksud kamu bicara seperti ini?Ayo kita bicara dulu, Mas. Ini pasti ada yang salah," ucap sindy berlagak bodoh dan sok polos.
Axel tersenyum senjang. "Sudahlah sindy, kamu tidak perlu sok polos seperti itu. Aku tahu kamu itu perempuan seperti apa. sekarang pergilah, dan jangan lagi muncul di hadapanku!"
Sindy kembali membeku. Sial sekali hidupnya, belum juga berhasil menjebak Axel, eh malah ketahuan duluan. Ia yakin pasti dokter Seno yang membuka rahasianya pada Axel. Apa jangan-jangan Axel sengaja memberi ancaman terhadap dokter itu? Secara Axel adalah seorang polisi, pasti dia menggunakan kekuasaan untuk mencari suatu kebenaran. Tapi seharusnya dokter itu tidak boleh membuka rahasia pasiennya, karena mereka sudah terikat oleh sumpah.
Sindy berdecak kesal seraya berlalu dari hadapan Axel. Perempuan itu kembali menyambangi ruangan dokter obgyn yang tadi memeriksanya.
Seno yang tengah melayani pasiennya, ia melihat kedatangan sindy dengan eksperesi wajah tak mengenakkan. sepertinya ada sesuatu yang ingin di bicarakan oleh wanita itu. Ah, palingan mau protes kenapa Axel bisa tahu mengenai pemeriksaannya.
Seno tetap santai dan fokus dengan pasien yang tengah ia periksa.
"Maaf Bu, ada keperluan apa ya? Apakah ada yang bisa saya bantu?" tanya perawat pendamping Seno.
"Saya ingin bicara penting dengan dokter Seno," jawab sindy masih menatap tajam ke arah Seno.
"Kalau begitu ibu tunggu di luar saja dulu ya. Dokter Seno masih banyak pasien," jelas perawat itu memberi arahan.
"Saya tidak mau! Saya ingin bicara penting!" bantah sindy membuat Seno dan pasiennya menatap ke arahnya.
Perawat itu menatap Seno bingung. Seno hanya mengangguk pelan agar membiarkan saja wanita itu tetap di sana.
"Alhamdulillah bayi dan ibunya sehat. Nanti bulan depan kontrol lagi ya," ucap Seno pada ibu muda yang baru saja memasuki trimester kedua.
"Baik Dok, terimakasih."
"Sama-sama, nanti vitamin dan kalsiumnya rutin di minum ya."
"Baik, dok. Kalau begitu saya permisi."
"Ya silahkan."
Setelah pasien itu keluar, Seno menatap sindy yang sedari tadi berdiri di samping pintu.
"Silahkan duduk. Apakah ada yang bisa saya bantu?" ujar Seno berusaha tetap menjaga kesopanannya. Sebenarnya ia sangat malas sekali melihat wajah wanita yang telah membuat otak abangnya error.
Sindy tak menjawab, ia menarik kursi yang bersebrangan dengan dokter kandungan itu, lalu menjatuhkan bokongnya di sana.
"Saya mau menanyakan apakah dokter memberitahu mengenai riwayat penyakit saya pada seseorang?"
"Ya benar," jawab Seno jujur.
"Kenapa dok? Bukankah dokter sudah di sumpah untuk menjaga rahasia semua penyakit pasien yang dokter tangani? Saya bisa laporkan dokter karena telah melanggar sumpah dan kode etik sebagai seorang dokter!" tegas sindy.
Seno tersenyum tipis menanggapi ucapan sindy yang menggebu-gebu.
"Kamu mau lapor? Silahkan buat laporannya terlebih dahulu. Kamu kira aku takut dengan ancamanmu? Apa yang aku lakukan sudah benar, karna aku berusaha menyelamatkan seseorang agar tak tertipu olehmu," jawab Seno santai.
"Apa urusannya sama kamu sih? Kenapa kamu yang repot? Bukankah selama ini banyak pasien yang memiliki kasus yang sama denganku? Jadi nggak usah usil jadi orang ya. Lakukan saja tugasmu sebagai seorang dokter!"
"Ya kamu benar. Banyak sekali pasien aku yang memiliki kasus yang sama denganmu. Tapi aku tidak pernah mengusik ataupun ikut campur dengan urusan mereka, aku juga menyimpan rapi rahasia mereka. Tapi tidak denganmu, sindy!" tegas Seno membuat sindy terjingkat.
"Apa maksud kamu?" tanya sindy tidak paham.
"Kamu tahu Axel itu siapa? Dia adalah kakakku. Sebagai seorang saudara, maka aku harus menyelamatkannya dari perempuan busuk sepertimu!"
Sindy terhenyak mendengar penuturan Seno. Sungguh otaknya terlalu bodoh dalam bertindak, kenapa ia tidak mencari tahu terlebih dahulu tentang keluarga Axel. Kenapa ia bisa tidak ingat jika Axel memiliki saudara yang berprofesi sebagai dokter.
Bersambung....