Aisya Humaira gadis berjilbab dengan sejuta pesona, harus menelan pil pahit karena tiba-tiba calon suaminya memutuskan untuk membatalkan pernikahan mereka yang sudah di depan mata.
Hanya karena ia di nyatakan mandul, dan ternyata semua ini ulah dari Riska sahabat masa kecil dari calon suaminya sendiri.
Setelah mencampakkan Aisya, Adriansyah Camat muda yang tampan itu malah melanjutkan pernikahannya dengan Riska.
Aisya akhirnya memutuskan untuk kembali ke kota, karena tidak sanggup menahan malu setelah pernikahannya batal.
Hingga membawa Aisya pada sosok Satria Pratama Dirgantara. Seorang Komandan Elita yang sedang dalam penyamaran sebagai Kakek-kakek karena satu alasan.
Satria melamar Aisya dengan tetep menyamar sebagai seorang Kakek.
Apakah Aisya akan menerima si Kakek menjadi jodohnya di saat seorang Camat baru saja mencampakkan durinya?
Bagaimana Perjuangan Satria dalam mengejar cinta Aisya?
Bagaimana kisah mereka selanjutnya langsung baca aja ya kakak. Happy reading semua
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon riniasyifa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7
Malam harinya, Aisya gelisah. Ia tak bisa tidur. Tantangan yang ia berikan pada si kakek terus berputar-putar di kepalanya, seperti setrikaan yang lupa dimatikan. Ia berharap si kakek akan menyerah dan membatalkan niatnya untuk menikahinya.
Segala kemungkinan ia pikirkan, mulai dari si kakek yang ternyata punya ilmu ajian sampai si kakek yang ternyata titisan Spiderman. Akhirnya, ia bangkit dan duduk di teras rumah, mencoba mencari udara segar, siapa tahu bisa dapat ilham pikirnya.
Tatapannya tertuju pada lapangan yang kini sudah kosong, tak seperti pikirannya yang selalu penuh dengan masalah yang tak pernah ada habisnya.
Dari di tinggal nikah, di vonis mandul dan sekarang kejar Kakek-kakek.
"Pengen nangis tapi lupa liriknya!" keluh Aisya meratapi nasibnya yang malang.
"Udah tahu cobaan kenapa malah aku cobain!" gumamnya pada diri sendiri sambil menatap bintang-bintang dan bulan yang mengintipnya malu-malu.
Tiba-tiba, Seorang pemuda berhenti di depan pagar rumah dan menyapanya dengan wajah gusar.
"Aisya, tahu di mana bidan terdekat, gak ?" tanyanya tergesa-gesa.
"Untuk apa, Bang? Kan bidan desa kita ada?" tanya Aisya penasaran.
"Ini, Pak Camat sama istrinya sejak sore tadi perutnya mules terus gak henti-henti. Bidan desa kita lagi pergi ngantar ibu hamil ke kabupaten, nih aku mau ke kampung sebelah siapa tahu ada," jawab pemuda itu panik, lalu langsung pergi.
"Ya bang, hati-hati, ya!" ujarnya.
Aisya mengerutkan kening. Kok bisa sakit bersamaan begitu? Tapi sedetik kemudian, ia tersenyum puas.
"Baru kali ini dengar orang dapat musibah aku senang Bangat," gumamnya pelan.
"Boleh gak sih, sakitnya yang lama biar gak bisa malam pertama," doa Aisya, lalu tiba-tiba ia merasa mengantuk setelah mendengar penderitaan pengantin baru.
"Mungkin karma baik karena sudah mendoakan orang susah." pikirnya lalu gegas kembali ke kamarnya dan tidur dengan nyenyak.
**
**
Pagi harinya setelah sarapan ia sudah duduk santai di ruang tamu, menikmati udara pagi sambil menatap keluar, sampai saat ini belum ada tanda-tanda si kakek muncul.
Umi Ella menghampiri Aisya dengan membawa sepiring pisang goreng yang baru saja siap digoreng. Aromanya langsung menusuk hidung Aisya, membuatnya tak sabar mencicipinya.
"Umi, kok tenda di lapangan sudah dibongkar? Apa Pak Camat tidak melanjutkan pestanya?" tanya Aisya penasaran dan enggan menyebut nama Adrian. Ia masih kesal sama pria itu.
"Umi juga gak tahu," balas Umi Ella, yang memang sama penasarannya dengan Aisya.
Lalu, Aisya teringat jika semalam Pak Camat dan istrinya lagi sakit. Ia menebak-nebak apakah Adrian dan Riska sudah baikan sekarang. Pandangannya lurus ke arah lapangan yang sepi, mencoba mencari tanda-tanda kehidupan.
"Aku yakin si kakek pasti tak berani muncul lagi," gumamnya yakin. Ia yakin seratus persen si kakek pasti sudah ciut nyalinya setelah mendengar tantangan maut darinya.
Tapi tak lama kemudian suara deru helikopter terdengar di atas atap rumahnya, yang pelan-pelan merendah menuju arah lapangan. Aisya tersentak kaget. Matanya membulat sempurna.
'Itu ... itu suara helikopter, kan? Gak mungkin si kakek beneran dateng, kan? Ah, palingan juga helikopter nyasar," batin Aisya mencoba menenangkan diri, meskipun jantungnya sudah berdegup kencang seperti genderang mau perang.
Umi Ella juga ikut penasaran. Ia berjalan ke arah jendela, mencoba melihat apa yang terjadi di luar.
"Aisya, itu ... itu helikopter siapa? Kok mendarat di lapangan?" tanya Umi Ella dengan nada bingung.
Aisya menelan ludah. Ia tahu betul siapa pemilik helikopter itu. Pasti si kakek sinting itu.
"Gawat! Gawat! Gawat! Ini! Si kakek ternyata bukan kaleng-kaleng! Aduh, gimana ini? Apa aku kabur aja ya? Tapi kalau kabur, nanti dikira pengecut. Tapi kalau gak kabur, aku harus nikah sama kakek-kakek? Ya ampun, hidup ini sungguh rumit!" batin Aisya menjerit histeris.
Umi Ella sudah berjalan keluar rumah, diikuti oleh Aisya dengan langkah gontai. Para tetangga juga ikut penasaran dan berkumpul di sekitar lapangan. Aisya merasa seperti tahanan yang akan dieksekusi mati hari ini.
Sesampainya di lapangan, Aisya melihat helikopter sudah mendarat dengan sempurna. Di dekat helikopter, berdiri seorang kakek-kakek dengan pakaian pilot lengkap. "Sayang udah Kakek-kakek," lirih Aisya pelan.
Satria tersenyum lebar ke arah Aisya yang sedang mendekat. Aisya membelalakkan matanya tak percaya.
"Dia gak takut mati apa? Atau jangan-jangan dia emang udah gak punya urat takut?" batin Aisya semakin panik.
"Selamat pagi, Aisya Humaira," sapa si kakek semangat.
Aisya menelan ludah. "Kakek ... apa Kakek yakin? Ini helikopter, beda sama odong-odong, Kek? Berbahaya, Kakek bisa celaka," cegah Aisya dengan nada khawatir, meskipun dalam hatinya ia berharap si kakek akan menyerah dan membatalkan niat gilanya.
Satria rasanya ingi tertawa melihat ekspresi wajah Aisya yang panik sangat menggemaskan baginya.
"Tenang calon istriku, aku akan baik-baik saja" ucap Satria melangkah yakin naik kembali ke atas helikopter. Di dalamnya ada dua pria berpakaian serba hitam yang bertugas untuk mengambil alih kemudi saat ia hendak melakukan aksinya yang kedua.
"Idih! Mual aku dengarnya," sungut Aisya merasa geli mendengarnya.
Para warga sudah berkumpul di lapangan mereka terlihat antusias apa lagi anak-anak sudah jingkrak-jingkrak memberi tahu orang tuanya masing-masing, menunjuk antusias ke helikopter di lapangan bola sambil melompat-lompat kecil dengan antuasias.
Kehadiran Satria dengan helikopter menjadi pusat perhatian warga desa saat ini, tak terkecuali Riska meskipun dalam keadaan sakit ia masih sempat-sempatnya menonton dari jarak jauh dengan tersenyum mengejek ke arah Aisya. Ingin Rasanya Aisya melempar sandal jepit tapi dengan gantungan gembok sebesar gajah, biar remuk tuh tulang-tulang sekalian.
Baling-baling helikopter mulai berputar membuat jantung Aisya semakin tak karuan. Hingga helikopter perlahan tapi pasti mengudara ke angkasa.
"Aduh kok bisa sih! Si Kakek menerbangkan pesawat!" pekiknya cemas.
Seorang anak kecil menunjukkan ke udara di mana dari dalam helikopter terbentang selembar kain dengan bertuliskan "Aisya Humaira maukah kamu menikah denganku?"
"Wah keren bangat Aisya dilamar romantis sama Kakek?" teriak orang-orang.
Aisyah mendongak ke atas, saat itulah ribuan kelompok bunga mawar berhamburan di udara menambah kesan romantis.
"Terima ... terima ...," seru para warga dengan antusias.
"Siapapun tolong, aku gak mau nikah sama opa-opa, aku maunya oppa-oppa!" gumamnya panik.
Tak berapa lama warga kembali heboh saat melihat aksi si kakek melompat dari helikopter dengan beraninya, Aisya hanya bisa melongo dengan tatapan kosong ia udah kehabisan kata-kata saat ini.
Satria mendarat dengan sempurna tepat di samping Aisya yang terduduk pasrah di rerumputan.
Satria melepas parasutnya menghampiri Aisya, "ayok! Kita lanjut tantangan selanjutnya!" ujarnya dengan0 semangat empat lima.
Bersambung ....
🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹
jangan lupa like, coment, vote dan review ya jika kalian suka terima kasih semoga menghibur 🤗😘