NovelToon NovelToon
Sukma Dukun Santet, Dalam Tubuh Detektif Tampan.

Sukma Dukun Santet, Dalam Tubuh Detektif Tampan.

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Timur / Mata-mata/Agen / Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan / Roh Supernatural / Trauma masa lalu / Bullying dan Balas Dendam
Popularitas:1.4k
Nilai: 5
Nama Author: Yuni_Hasibuan

Tentang Dukun Santet Legendaris — yang berjaya dalam Mengusir Belanda, Tiga Abad Silam.
Tapi nasibnya berakhir tragis: dibakar hidup-hidup hingga arwahnya gentayangan

Sampai tahun 2025..
Jiwa LANANG JAGAD SEGARA:
tiba-tiba tersedot ke dalam tubuh ADAM SUKMA TANTRA, seorang INTERPOL Jenius, Muda dan Tampan.
Syarat tinggal di tubuh itu: cari dalang di balik pembunuhan Adam.

Maka dimulailah petualangannya menyelidiki kasus-kasus kriminal dengan cara aneh: Lewat Santet, Jimat Ghoib, dan Mantra Terlarang yang tak sesuai zaman. Tapi, justru cara kuno ini paling ampuh dan bikin partnernya cuma bisa terpana.

“Lho, kok jimatku lebih nendang daripada granat?!” — ujar Lanang, si Dukun Gaptek yang kini terjebak dalam lumpur misteri masa lalu.

Sanggupkah ia mewujudkan keinginan Jiwa asli sang pemilik tubuh?
Atau jangan-jangan justru terhantui rasa bersalah karena ternyata, penyebab Matinya Adam masih....

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yuni_Hasibuan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

21. Luka Ratusan Tahun...

...*** ...

Ternyata, Bryan berhasil kabur dari rumah sakit.

Loh, kok bisa? Bukannya itu rumah sakit militer yang seharusnya di jaga ketat?

Jangan lupa, Bryan adalah penyidik Interpol. Seni menyamar dan menyusup adalah keahlian sehari-harinya. Selain itu, rumah sakit militer itu sudah seperti rumah kedua bagi Adam. Sebagai sahabat karibnya, Bryan juga terlalu sering datang ke sana hingga hapal betul denah lokasinya, termasuk titik-titik blind spot yang jarang diawasi penjaga. Baginya, keluar dari sana bukanlah hal yang sulit.

Lalu, ke mana tujuannya? Ke rumah Adam.

Untuk apa? Untuk menyendiri, merenung, dan mengenang sahabatnya yang ia yakin kini telah tiada.

Bagi orang biasa, mengalami apa yang dialami Bryan saat ini mungkin sudah membuatnya gila.

Bayangkan saja, ia hidup selama ratusan tahun hanya untuk menanggung beban rasa bersalah. Menjadi saksi kematian orang-orang terdekatnya satu per satu, sementara ia sendiri terjebak dalam siklus kehidupan yang tak berujung, dan dipaksa merasakan pedihnya kehilangan berulang kali.

Seperti sekarang.

Dia sedang berada di kamar Adam, yang dipenuhi dengan lukisan-lukisan karya asli sahabatnya itu. Dia duduk termenung, mengenang kembali suka dan duka yang mereka lalui bersama sejak masa akademi Interpol. Mereka bukan hanya berasal dari negara yang sama, tetapi juga menjalani pendidikan di waktu yang sama. Di akademi, foto mereka bahkan terpajang sebagai duo legendaris lulusan terbaik.

Bagi Bryan, gelar itu mungkin mudah ia raih berkat pengalamannya hidup selama ratusan tahun, dan memiliki terlalu banyak pengetahuan berkaitan sejarah kejahatan dunia kriminal.

Tapi tidak bagi Adam. Pemuda Blasteran Jawa-Papua itu memang terlahir dengan segudang bakat alami, yang membuat Bryan sendiri terkagum-kagum akan kejeniusannya. Meski Bryan tahu ambisi Adam menjadi Interpol didorong oleh keinginan membalas dendam atas kematian orang tuanya, ia tetap merasa salut.

Sayangnya, sahabatnya yang begitu mengagumkan itu kini telah tiada sebelum mewujudkan keinginannya.

Awalnya Bryan masih berusaha menyangkal dan menolak percaya. Namun, setelah sekali lagi terseret ke dalam ingatan masa lalunya dari sudut pandang Lanang, ia harus percaya seratus persen, sahabatnya Adam, benar-benar sudah tiada.

Dan kini, Bryan merasakan kehancuran yang berlipat ganda. Ia menatap hampa ke arah kanvas yang belum selesai di sudut ruangan, dan bermonolog seorang diri.

... "Harusnya...aku yang mati," bisiknya parau pada kesunyian. "Aku yang sudah seharusnya jadi debu ratusan tahun lalu. Bukan kau, Adam. Kau masih punya misi. Masih punya adik yang harus kau lindungi..."

Dia menarik napas dalam-dalam, tapi seakan udara di ruangan itu terasa tipis, dan menyiksa.

"Sebenarnya, aku ini apa, Lanang? Aku ini monster yang egois." desis Bryan lirih, suaranya parau dan getir. "Di tengah semua kesedihan karena kehilangan Adam... ternyata ada bagian kecil diriku yang... merasa lega. Lega karena akhirnya kita bertemu lagi." ucap Bryan, sambil menatap kalung peninggalan Lanang yang masih ia simpan sampai sekarang.

"Bagaimana mungkin aku bisa merasa sedikit bahagia, ketika kebahagiaan itu dibayar dengan nyawa sahabatku yang lain?"

Setitik air mata yang selama ia tahan akhirnya menetes, membasahi bajunya. Tangannya mengepal begitu kuat menggenggam kalung itu, hingga buku-buku jarinya memutih.

"Saloka... kau memang pantas menderita. Pantas hidup dengan rasa bersalah ini. Kau membiarkan sahabatmu mati di masa lalu, dan sekarang kau mengorbankan sahabatmu yang lain hanya untuk bertemu teman lama mu. Kau tidak berubah. Kau tetap orang yang lemah dan menyedihkan!"

.

.

Sementara Bryan tenggelam dalam lubang kesedihan dan kebencian pada dirinya sendiri, keadaan di rumah sakit justru ricuh. Lanang, yang baru terbangun dan menyadari Bryan telah menghilang dari kasurnya, langsung heboh. Ia marah-marah, mengamuk kepada semua orang yang dianggapnya lalai menjaga orang sakit.

"Hei, hei... Tenang dong. Pelankan suaramu, ini kan rumah sakit," bujuk Suster Mikha berusaha menenangkan Lanang.

"Bagaimana kalau dia hilang? Atau diculik... seperti Adam?" gerutu Lanang, tapi langsung menyadari dirinya salah ucap. "Maksudku, bagaimana kalau dia diculik seperti aku kemarin? Memangnya kalian mau bertanggung jawab?" Lanang berkacak pinggang dengan wajah ngotot, berusaha menutupi kekeliruannya tadi.

"Tak mungkin ada yang bisa menculik Bryan di rumah sakitku, anak bandel," sahut Dokter Elibrech dengan nada kesal. Ingin sekali rasanya menjewer telinga anak Baptisnya itu.

"Aku sudah periksa CCTV. Dia pergi sendiri, diam-diam menyelinap dan menghilang di blind spot. Itu semua karena dulu kau yang mengajarinya cara pakai elevator rahasia itu," tambah dokter itu, matanya menyipit menahan jengkel.

Mendengar penjelasan itu, amarah Lanang langsung mereda. Ternyata Bryan pergi atas kehendaknya sendiri. Meski begitu, raut cemberutnya masih belum sepenuhnya hilang, karena Bryan pergi tidak mengajaknya.

"Sekarang... karena Bryan sudah pergi, satu-satunya orang yang bisa menjelaskan semua ini cuma kau," kata Dokter Elibrech tiba-tiba, menatap Lanang tajam.

"Jelaskan apa? Jelaskan kenapa dia pergi diam-diam? Mana aku tahu. Dia kan sudah dewasa, tubuhnya sudah sebesar Gandarwa, dia bisa pergi ke mana saja sesukanya," jawab Lanang sambil menggerakkan tangannya seenaknya.

"Nah, sekarang kau sadar kalau partner-mu itu sudah dewasa? Tadi khawatir berlebihan sekali, seolah yang hilang itu adikmu sendiri," sela Suster Mikha melempar sindiran halus.

Lanang pun tersentak. Dia baru menyadari kalau reaksinya tadi memang berlebihan dan hampir membongkar identitasnya. Mau bagaimana lagi, tuntutan Adam terlalu mengerikan, dia meminta Lanang untuk melindungi Bryan bagaimana pun caranya.

"Sudah puas kalian berdua berdebat?" sela Dokter Elibrech dengan nada datar.

"Kalau begitu, sekarang kamu harus jelaskan semuanya. Tentang bagaimana bisa kalian mengalami pendarahan parah, lalu tiba-tiba sembuh total. Apa yang sebenarnya terjadi?" tanya dokter itu langsung menukik.

Lanang langsung membeku. Mulutnya terkunci rapat, pikirannya berputar mencari cara untuk menghindari pertanyaan itu.

"Kenapa diam? Mau cari alasan lagi? Apa harus ku pakai alat poligraph untuk membuatmu jujur?" ancam Dokter Elibrech yang mulai kehilangan kesabaran.

"Apa itu Poli Garam?" tanya Lanang dengan wajah bingung, salah menyebutkan nama bendanya.

Salah ucapnya itu membuat Suster Mikha tidak bisa menahan tawa. Dan dari situlah, sebuah ide muncul di kepalanya untuk sedikit meneror Lanang.

"Alat itu di sebut juga kursi listrik. Fungsinya untuk menyetrum orang dengan tegangan tinggi buat menguji apakah dia bohong atau tidak," jelas Suster Mikha, pura-pura serius padahal jelas berbohong.

Tapi reaksi Lanang justru di luar dugaan.

"Oh, maksudnya di setrum kalau ketahuan bohong? Silakan saja... aku tidak takut," jawab Lanang santai, malah terlihat sedikit cuek.

Bagaimana reaksi Dokter Elibrech dan Suster Mikha? Mereka cuma bisa ternganga, lalu saling memandang dan geleng-geleng kepala, merasa jengah. Mereka benar-benar kehabisan akal menghadapi sikap keras kepala Adam, atau siapa pun yang sedang ada di dalam tubuhnya itu.

"Baik. Kalau kau memang bersikeras tidak mau bicara, jangan salahkan aku nanti. Kau akan kukunci di sini. Kau tidak akan bisa keluar dari ruangan ini sampai mau menjelaskan semuanya dengan jujur. Dan ingat, aku tidak suka dibohongi. Jangan coba-coba mengarang cerita," ancam Dokter Elibrech dengan nada final, sebelum berbalik dan mengunci pintu ruang isolasi dari luar.

Sekarang giliran Lanang yang ternganga. Dia menggerutu kesal.

"Dasar Bryan kurang ajar. Kabur sendiri tidak mengajakku. Sekarang aku yang terjebak di sini sendirian."

Dia sudah sangat bosan berada di tempat itu. Belum lagi, kasus Adam harus segera diselesaikan untuk memenuhi permintaan terakhir pemilik tubuh yang asli. Mestinya dia tidak boleh terkungkung di sini.

"Apa aku jujur saja, ya? Tapi gimana kalau mereka tidak percaya kalau aku ini dukun santet? Seperti Bryan waktu itu... aku sampai harus bikin tubuhnya jungkir balik dan melayang agar dia mau percaya."

Lanang terus bermonolog sendiri. Dia tidak tau, bahwa ruang isolasi itu sudah dilengkapi dengan CCTV dan perekam suara. Setiap kata yang dia ucapkan, terdengar jelas oleh Dokter Elibrech dan Suster Mikha yang sedang memantau tindak tanduknya dari ruang kendali monitor.

"Astaga, Dokter... Apa maksudnya semua ini? Sejak kapan anak baptismu jadi dukun santet?" Suster Mikha berbisik terkejut, hampir tidak percaya dengan apa yang barusan didengarnya.

"Dia sudah benar-benar kehilangan akal sehat," gumam Dokter Elibrech, suaranya berisi campuran kekesalan dan kekhawatiran.

...*** ...

1
Nana Colen
lanjut thooooor aku suka 😍😍😍😍😍
Yuni_Hasibuan: Sabar kakak...
OTW... Bruuummmmm...
total 1 replies
Nana Colen
lanjut thooooor❤❤❤❤🥰🥰
Yuni_Hasibuan: Terimakasih udah mau mampir kakak 🥰🥰🥰
total 1 replies
Maulana Alfauzi
Belanda memang licik
Yuni_Hasibuan: Liciknya kebangetan Bang.
total 1 replies
Maulana Alfauzi
hmm...
seru dan menyeramkan.
tapi suka
Maulana Alfauzi
Aku suka aja sama novel fantasi begini.
Maulana Alfauzi
Makasih up nya Thor.
semakin seru ceritanya
Yuni_Hasibuan: Makasih udah Mampir Bag.../Pray/
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!