Di tengah hiruk pikuk kota modern Silverhaven, Jay Valerius menjalani hidupnya sebagai seorang menantu yang dipandang sebelah mata. Bagi keluarga Tremaine, ia adalah suami tak berguna bagi putri mereka Elara. Seorang pria tanpa pekerjaan dan ambisi yang nasibnya hanya menumpang hidup.
Namun, di balik penampilannya yang biasa, Jay menyimpan rahasia warisan keluarganya yang telah berusia ribuan tahun: Cincin Valerius. Artefak misterius ini bukanlah benda sihir, melainkan sebuah arsip kuno yang memberinya akses instan ke seluruh pengetahuan dan keahlian para leluhurnya mulai dari tabib jenius, ahli strategi perang, hingga pakar keuangan ulung.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sang_Imajinasi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23: Gema dari Masa Lalu
Di dalam menara gadingnya yang kini terasa seperti penjara, Suryo Wijoyo menatap reruntuhan kerajaannya di layar monitor. Angka-angka merah itu menari-nari seperti api, membakar hasil kerja seumur hidupnya menjadi abu. Panggilan telepon dari Jay yang singkat dan dingin itu terus terngiang di telinganya: "Ini baru permulaan."
Kepanikan yang murni dan primal akhirnya mengalahkan kesombongannya. Ia tahu ia tidak bisa melawan. Lawan yang bisa melumpuhkan pembunuh bayaran terbaik dan menghancurkan pasar saham sesuka hati bukanlah lawan yang bisa ia hadapi.
Dalam keputusasaannya, ia melakukan satu hal yang ia bersumpah tidak akan pernah ia lakukan. Ia membuka brankas tersembunyi di dindingnya dan mengambil sebuah telepon satelit yang berbeda, yang hanya memiliki satu nomor di dalamnya. Nomor ini adalah penghubungnya ke bayang-bayang, ke orang-orang yang jauh lebih berkuasa darinya, orang-orang yang menjadi mitranya dalam dosa di Lembah Seroja. Ia menelepon sang arsitek utama di balik tragedi itu, seorang pria yang hanya ia kenal sebagai "Sang Pelindung".
"Ada masalah," desis Suryo saat panggilannya dijawab.
"Aku tahu," jawab sebuah suara tua yang tenang dan tanpa emosi dari seberang. "Seluruh pasar sedang membicarakan 'kejatuhan'-mu."
"Ini bukan masalah bisnis!" kata Suryo panik. "Dia kembali. Seorang Valerius. Dia tahu tentang kita. Dia tahu tentang Lembah Seroja!"
Hening sejenak di seberang. Lalu suara tua itu menjawab, nadanya sedingin es. "Tidak. Kau yang punya masalah. Kau yang ceroboh. Kau yang membangunkan sesuatu yang seharusnya tetap tidur dan membiarkannya mengikutimu sampai ke depan pintuku."
"Tapi... tapi kita adalah mitra!"
"Kemitraan kita didasarkan pada keuntungan dan kerahasiaan. Saat ini, kau tidak lagi menguntungkan dan telah membocorkan rahasia. Selesaikan sendiri kekacauanmu, Suryo," kata suara itu. "Anggap hubungan kita berakhir."
Klik. Panggilan itu terputus.
Suryo Wijoyo membeku. Ia baru saja dipotong lepas. Dibuang seperti pion yang tidak lagi berguna. Ia sendirian. Tidak ada lagi pelindung, tidak ada lagi sekutu. Hanya ada dia dan hantu Valerius yang sedang memburunya.
Kini, hanya ada satu jalan yang tersisa. Jalan penyerahan diri.
Di rumah keluarga Tremaine, suasana tegang. Mereka menonton berita finansial dengan napas tertahan, menyaksikan kehancuran Logistik Raksasa Pasifik. Mereka tahu ini adalah ulah Jay, tapi skala dan kecepatan serangan itu membuat mereka merinding.
Tiba-tiba, siaran berita beralih ke sebuah konferensi pers darurat.
Di layar, muncul Suryo Wijoyo. Wajahnya pucat, rambutnya yang biasanya tersisir rapi kini sedikit berantakan. Ia tampak seperti pria yang menua sepuluh tahun dalam satu malam. Dengan suara monoton seperti mesin, ia membaca sebuah pernyataan.
"...dan oleh karena itu," kata Suryo, matanya yang kosong menatap lurus ke kamera, "disebabkan oleh restrukturisasi internal dan tantangan strategis yang tidak terduga, dewan direksi PT Logistik Raksasa Pasifik telah memutuskan untuk menarik diri dari semua proyek saat ini dan di masa depan di wilayah Provinsi Silverhaven, efektif segera."
Di ruang keluarga Tremaine, keheningan pecah.
Lyra adalah yang pertama bereaksi, ia menjerit kecil lalu menangis, kali ini tangisan kelegaan yang tulus. Bastian merosot di kursinya, melepaskan napas yang seolah ia tahan selama berbulan-bulan. Beban itu akhirnya terangkat. Mereka tidak hanya selamat. Mereka telah menang.
Elara tidak berkata apa-apa. Ia hanya berbalik dan menatap suaminya. Di matanya, terpancar campuran emosi yang rumit: cinta, kebanggaan, kekaguman, dan sedikit rasa takut akan kekuatan luar biasa yang dimiliki pria yang tidur di sampingnya setiap malam.
Di tengah perayaan kecil yang penuh emosi itu, hanya Jay yang tetap diam. Baginya, ini bukanlah sebuah kemenangan. Ini hanyalah pembersihan papan catur dari pion-pion yang tidak penting. Suryo tidak pernah menjadi target utamanya.
Ponsel tuanya bergetar. Sebuah pesan dari Paman Chen.
"Tuan Muda, mereka tahu Anda kembali. 'Sang Pelindung' telah bergerak. Dia sedang mencoba menghapus semua jejak yang menghubungkannya dengan Suryo. Apa perintah Anda selanjutnya?"
Jay menatap pesan itu, wajahnya mengeras. Kemenangan atas Suryo terasa hampa. Ia hanya berhasil membunyikan lonceng alarm, dan kini, para monster yang sebenarnya mulai terbangun dari sarangnya di kegelapan.
Ia membalas pesan itu dengan satu kalimat.
"Jangan biarkan dia menghapus apa pun. Waktunya kita yang berburu sekarang."