Tidak ada rumah tangga yang berjalan mulus, semua memiliki cerita dan ujiannya masing-masing. Semuanya sedang berjuang, bertahan atau jutsru harus melepaskan.
Seperti perjalanan rumah tangga Melati.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kuswara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21
ji"Jangan dengarkan mereka, Dek." Lalu kemudian menarik tangan Sakura untuk pergi dari sana.
Mereka sudah berada di luar toilet, Sakura menatap Mama dan Papanya yang membelakangi mereka.
"Apa menurut Kak Lili Mama dan Papa akan tetap berpisah?."
"Kakak maunya tidak berpisah karena aku akan kehilanganmu," sambil memasang wajah sendu.
"Kak Lili harus menjaga Mama, aku menjaga Papa." Pun dengan Sakura memasang wajah sendu.
Namun seketika wajah-wajah sendu itu berubah ketika tangan sang Mama melambai ke arah mereka. Mereka tahu yang paling menderita dari semua ini Mama mereka.
Lili dan Sakura segera berlari menghampiri dan mereka meninggalkan tempat itu.
Sekarang mereka sudah kembali ke kamar hotel. Satu malam lagi mereka di sana, karena tidak banyak juga waktu yang dimiliki mereka.
Di sela-sela waktu santai bersama, mereka menonton acara yang menjadi kesukaan Lili dan Sakura. Mas Kalingga dan Melati hanya mengikuti. Tak berselang lama kedua anaknya itu tidur pulas di dekat mereka.
"Maafkan Papa, tapi sebisa yang mampu. Papa akan selalu ada dan membahagiakan kalian." Mas Kalingga mengusap pipi Lili lalu Sakura. Ditatapnya lekat-lekat wajah polos dan cantik mereka.
Mata Melati pun tertuju pada kedua putri cantiknya, mereka anak-anak baik dan penurut. Rasanya semakin sakit kalau dia melukai mereka yang tetap menginginkan kebersamaan Mama dan Papanya.
Walau mereka ada dalam tahap patah hati namun memang tidak sampai benar-benar tidak menginginkan Papa mereka. Mereka sanggup menahan sakit demi dirinya.
"Papa sangat bersyukur telah memiliki kalian." Kemudian Mas Kalingga mencium kening Lili lalu Sakura.
Sakura dan Lili sudah berada di tempat tidur, Mas Kalingga mengajak Melati untuk ke kamar sebelah.
"Angkat saja teleponnya, Mas, siapa tahu memang penting." Karena Melati sudah mendengar beberapa kali ponsel Mas Kalingga bergetar.
"Aku tidak mau merusak momen kita saja, Mel." Mas Kalingga tetap mengabaikannya, dia duduk di sebelah Melati lalu menaruh kepalanya di atas pangkuan Melati.
Mas Kalingga menarik tangan Melati lalu diletakkannya di atas kepalanya. Melati pun mulai meremas rambut Mas Kalingga yang sudah sedikit memanjang.
"Sebenarnya itu juga yang aku takutkan, Mas. Tapi di rumah ada Ibu yang sakit, Viola pun sedang hamil besar, takutnya kenapa-kenapa saja dengan mereka."
Mas Kalingga mendongak menatap Melati sambil tangannya menarik wajah Melati menjadi menunduk menatapnya juga.
"Kamu masih peduli pada mereka, Mel?."
"Aku peduli bukan berarti aku tidak sakit. Hanya saja kamu tahu sendiri aku bagaimana saat hamil Lili dan Sakura. Mas Kalingga sampai tidak bekerja karena harus selalu menemani aku."
"Iya, tapi untukmu dan anak-anak kita, Mas sangat senang melakukannya. Bahkan saat kamu bilang bisa ditinggal di rumah sendiri, rasanya Mas tetap tidak mau pergi bekerja. Maunya di samping kamu, melihat dan menemani takut kamu kenapa-kenapa. Tapi pada Viola, itu kasus yang berbeda. Aku tidak memiliki hati untuk melakukannya."
"Maaf kalau perasaan sesat Mas telah membawa Viola dalam rumah tangga harmonis kita. Aku tidak tahu kalau itu akan menjadi celah masuknya dia dalam hidup kita."
Melati hanya mengangguk lalu kemudian Mas Kalingga bangkit. Sambil tersenyum dia menggendong Melati naik ke atas tempat tidur.
*
Guna menghindar keributan saat Mas Kalingga sampai di rumah, Mas Kalingga segera membawa Melati dan anak-anaknya ke dalam kamar. Lalu dia keluar lagi dan menuju kamar Ibu.
"Ibu kira kamu lupa pulang," ketus Ibu langsung membuang wajah dari Mas Kalingga.
"Aku senang Ibu terlihat lebih baik," Mas Kalingga tidak menanggapi perkataan Ibu. Justru dia mengatakan tentang kesehatan jiwa ibunya.
"Dari mana saja kalian?," kini Ibu menetap putranya.
"Aku ada undangan makan malam sekalian saja aku ajak anak-anak dan Melati menginap di hotel."
"Ibu lagi sakit tapi kamu masih bisa senang-senang dengan keluargamu." Ibu memperlihatkan kemarahannya.
Mas Kalingga hanya diam guna menghindari konflik.
Lalu kemudian Viola datang dan langsung memeluk Mas Kalingga dari belakang.
"Karena Mas sudah meninggalkan aku dan Ibu, jadi sekarang Mas harus menemani aku ke Dokter setelah itu kita pergi ke suatu tempat."
"Iya," jawabnya singkat.
Lalu Mas Kalingga bangkit dan lalu pergi bersama Viola.
"Aku berharap bayi kita ini seorang jagoan yang akan menjaga aku dan kamu, Mas."
Mas Kalingga mengangguk walau baginya semua anak sama saja. Karena dia pun dapat merasakan kasih sayang Lili dan Sakura. Bahkan mereka bisa menjaga dan merawatnya kala sakit.
Seperti yang selalu diharapkan Viola, bayi yang di kandungnya berjenis kelamin laki-laki. Wanita itu berjingkrak kegirangan memeluk Mas Kalingga. Akhirnya seorang bayi laki-laki seperti yang diinginkan mertuanya.
"Aku senang bisa memenuhi keinginan Ayah dan Ibu, Mas. Pasti mereka juga akan sangat bahagia." Itu terus kalimat yang selalu diucapkan oleh Viola dari masih di dalam ruangan Dokter sampai sekarang ara di dalam mobil. Tujuan selanjutnya adalah tempat yang sudah disiapkan Viola untuk mereka berdua.
Mas Kalingga hanya tersenyum atau mengangguk, tidak ingin berkata yang nantinya akan melukai Viola.
Sebuah villa yang menjadi tujuan terakhir mereka saat ini.
"Untuk apa ke sini?."
"Aku ingin bernostalgia di sini, Mas. Villa ini juga banyak kenangan tentang kita, aku ingin mengulang kita masa-masa itu bersama. Ada beberapa hal yang belum bisa kita lakukan dulu karena status kita yang belum halal. Tapi sekarang kita bisa melakukannya kapan dan di mana saja."
"Tapi aku harus bekerja, Vi."
"Tidak lama, Mas, hanya satu minggu."
"Itu lama, Vi."
"Tapi aku tidak mau tahu, Mas. Kamu harus di sini bersamaku."
Mas Kalingga hanya mampu menarik napas panjang tanpa bisa menolak keinginan Viola.
Sesuai dengan rencana yang sudah dibuatnya, Viola segera melepas pakaiannya satu persatu di depan Mas Kalingga.
"Mas," sambil mengulurkan tangan dan Mas Kalingga menyambutnya lalu membawa wanita itu ke dalam pelukannya penuh kehati-hatian karena ada bayinya.
"Villa ini sudah menjadi milik kita, Mas. Aku mau di setiap sudut villa ini ada penyatuan kita yang gila yang tidak bisa diwujudkan dulu. Padahal aku tahu kamu sangat ingin dan aku juga," pengakuan Viola berujung tawa.
Kenangan itu kembali hadir memenuhi ruang pikiran Mas Kalingga. Pada masa itu memang tidak ada Melati, hanya ada Viola seorang. Wanita yang sangat dicintainya, yang ingin dijadikannya Ibu dari anak-anaknya.
"Sekarang kamu bisa melakukan apapun apapun terhadap tubuhku, Mas. Aku siap menerima dan akan menyambut untuk seperti yang kamu inginkan."
Cup
Dengan begitu rakus Mas Kalingga mencium bibir Viola. Wanita itu tersenyum di sela-sela ciuman yang semakin panas dan liar. Ciuman bergairah itu semakin turun dan sampai di titik inti Viola yang sudah basah.
"Aku sangat mencintaimu," ucap Mas Kalingga samar namun Viola masih dapat mendengarnya.
Bersambung