NovelToon NovelToon
Rumah Untuk Doa Yang Terjawab

Rumah Untuk Doa Yang Terjawab

Status: sedang berlangsung
Genre:Berbaikan / Anak Genius / Mengubah Takdir / Kebangkitan pecundang / Keluarga
Popularitas:606
Nilai: 5
Nama Author: Pchela

“Sudahlah, jangan banyak alasan kalau miskin ya miskin jangan hidup nyusahin orang lain.” Ucap istri dari saudara suamiku dengan sombong.

“Pak…Bu…Rafa dan Rara akan berusaha agar keluarga kita tidak diinjak lagi. Alhamdulillah Rafa ada kerjaan jadi editor dan Rara juga berkerja sebagai Penulis. Jadi, keluarga kita tidak akan kekurangan lagi Bu… Pak, pelan-pelan kita bisa Renovasi rumah juga.” Ucap sang anak sulung, menenangkan hati orang tuanya, yang sudah mulai keriput.

“Pah? Kenapa mereka bisa beli makanan enak mulu? Sama hidupnya makin makmur. Padahal nggak kerja, istrinya juga berhenti jadi buruh cuci di rumah kita. Pasti mereka pakai ilmu hitam tu pah, biar kaya.” Ucap istri dari saudara suaminya, yang mulai kelihatan panas, melihat keluarga Rafa mulai maju.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pchela, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Keluarga bu Ratna makin panas

Brakk!!! Bu Ratna membanting keripik yang ada di tanganya ke atas meja. Hingga membuat anak keduanya Tiya, langsung mendongkak kaget.

“Kenapa sih bu? Kayak orang lagi di kejar setan saja.” Ucap Tiya, sembari bermain ponsel santai di atas sofa panjang. “Marah-marah mulu dari pagi, aku lihat-lihat.” Lajutnya sembari merebahkan diri.

Bu Ratna mengendus sebal, “ Kau tau Tiya, ibu kesel banget ngelihat si Adi pasang antena tv segala di gubuk reodnya itu. Emang, keluarga mereka bakalan sanggup bayar listrik? Cuihh, paling-paling mereka kesini minjam duit sama kita, lihat aja nanti tuh si keluarga mas Adi.” Kesal Bu Ratna.

“Alahh bu, cuma gitu doang sampai marah-marah gini. Palingan Tv murah, tv bekas gitu, ngak selevel sama tv di rumah kita. Harga tv mereka itu, sama kayak harga remotnya tv kita. Itu aja Ibu pusing’in.” Ujar Tiya santai sembari menggeser layar ponselnya.

“Hm… iya, mana mungkin mereka punya duit. Duit darimana, si Adi sama si Lastri kan kerja disini, kita juga yang kasih mereka lima puluh ribu buat satu minggu, buat makan aja nggak cukup, apalagi buat beli tv baru.” Timpal Ratna cepat.

“Ehh…tapi Bu, tadi aku sempat melihat mereka mampir ke supermarket lho bu, si Rara itu bawa dua kantong kresek penuh. Dan si bocil Riri itu bawa eskrim juga. Kayaknya beneran mereka lagi banyak duit deh bu. “ Ucap Tiya sedikit serius, setelah mengingat bahwa dia melihat Rafa dan adik-adiknya belanja di supermarket.

Wajah Ratna langsung melongo. “Serius kamu Tiya, kamu nggak lgi bohongin ibu kan? Ngapain mereka belanja di supermarket segala? Biasanya cuma di warung, itupun ngutang. Apa dia ngutang juga di supermarket ya?”

“Ya, ngak mungkin lah bu. Mereka pasti lagi banyak uang sekarang.ihh! Nggak mau kalah dari mereka.” Ucap Tiya, menyilangkan tangannya.

Bu Ratna terbelalak, “terus, dari mana mereka bisa punya uang? Ngakk!! Ibu harus cari tahu.” Ucap Ratna. langsung, di anggukan oleh Tiya. Tak lama suaminya ikut nimbrug duduk bareng bersama mereka.

Rupanya Pak Herman mendengar percakapan antara istrinya dan anak keduanya itu.” Iya. Aku juga kesal sama si Adi. “ ujarannya. “Apalagi sama dia?” Sahut Ratna cepat.

“Tadi aku lihat si Adi lagi ngomong sama pak surya, yang punya perternakan ayam petelur. Aku curiga, si Adi itu bakalan beli ayam yang banyak dari pak surya, soalnya aku lihat mereka berjabat tangan.” Gerutu Pak Herman, sembari menyenderkan badannya.

Ratna dan Tiya saling pandang. “Alahh, kayaknya mereka lagi minjem uang di rentenir itu. Mereka mau nyaingin keluarga kita, mereka itu lagi menghayal buat keluar dari kemiskinan, Cuihh…tebakan Ibu nggak salah lagi. Kalau begitu, kita tahan gaji si Adi sama si Lastri buat satu bulan ini. Biar mereka pusing tujuh keliling membayar hutang ke rentenir.” Ucap Bu Ratna menyambar dengan nada yang tinggi.

Pak Herman terdiam sejenak, memikirkan ucapan istrinya itu. “Alah pak, jangan bilang kamu tidak tega ya sama saudara kamu itu!! Pokoknya, ikuti saja apa kata ibu, biar dia mikir kalau hidupnya memang miskin, dan harus sadar diri! Jangan banyak menghayal!!.” Tegas Bu Ratna, sembari mengeplak meja.

Tiya mengangguk,” bener tu pak, ide ibu ada benarnya juga. Aku setuju. Biar keluarga mereka mikir, papa mau nggak kalau seandainya mereka nggak bisa bayar, terus minta papa yang bayar karena papa adalah saudaranya? Gimana papa mau nggak?” Ucap Tiya menakut-nakuti.

“Ngak lah. Amit-amit ya. Kalau kamu mau nanggung hutang mereka, aku bakalan pergi dari rumah ini. Titik!!” Potong Bu Ratna, menggebu-gebu.

Bu Ratna mengambil kipasnya, lalu mengipaskan dirinya yang mulai kepanasan itu. “Pokoknya, aku harus cari tahu sendiri dari mana mereka dapatkan uang? Jangan sampai, mereka jadi kaya dan ngalain keluarga kita. Aku nggak sudi melihat si Lastri hidupnya seneng.” Gumamnya dalam hati.

................... ...

Jam sudah menunjukkan setengah delapan malam. Di ruangan tengah rumah Pak Adi kini lebih cerah, setelah kehadiran tv baru. Mereka sama-sama menonton tayangan kartun, kesukaannya Rara.

Rara datang, dengan dua box ayam panggang. Satu dengan sambal pedas kesukaan Bapak dan Abang Rafa. Dan satu lagi dengan sambal manis, kesukaan beliau ibu dan Rara, kalau riri dia tidak berani sambal rasa apapun.

“Ayam panggang yeyyy….enak sekali kak, ini buat makan malam ya, riri nggak mimpi kan?” Tanya Riri dengan mata yang berbinar-binar.

Rara tersenyum menanggapinya. “Ra, itu ayam panggang, makanan mahal itu, kamu dapat uang dari mana? Uang jajan yang di kasih Abang Rafa kamu belikan ayam panggang nak?” Tanya bu Lastri.

Rara segera mengeleng,”tidak Bu, uang dari abang Rara masih Rara simpan. Ini, ayam panggang Rara traktir buat makan malam hasil Rara menulis novel.” Ucapnya sembari menata makanan, di rumah ini mereka jarang makan-makan enak.

Pak Adi menoleh dengan terkejut. “Menulis? Menulis apa nak? Bapak tidak paham?” Tanya Pak Adi.

Rata menangguk, “jadi, selama ini Rara itu nulis di platform online, dan tulisan Rara di bayar jika sudah memenuhi target pembaca. Kebetulan Rara mendapatkan target pembaca yang cukup tinggi, jadi Rara cepat gajiannya pak.” Ujar Rara menjelaskan.

“Oh. Jadi pekerjaannya sama seperti abang mu ya nak? Duh, Bapak bangga sama anak-anak Bapak. Kalian, pintar bisa beradaptasi dengan dunia modelan. Kalian, tidak kalah dengan anak yang berada di kota sana.” Ucap Pak Adi bangga, Bu kasir pun tersenyum lalu mengusap rambut anak keduanya.

“Iya pak. Tapi gaji Rara nggak sebanyak gaji abang-“ucap Rara, lalu segera di potong oleh ibunya. “Kamu tidak boleh membanding-bandingkan seperti itu, bukan soal besar kecilnya gaji. Yang terpenting, kedua anak ibu mau mandiri, bertanggung jawab dan saling menyangi satu sama lain. Jangan berpikir seperti itu, ya nak.” Turut lembut sang ibu.

Rara terdiam, matanya berkaca-kaca. “Bapak bangga dengan anak-anak Bapak. Bapak, sama ibu minta maaf tidak bisa memberikan kehidupan yang baik pada kalian. Maafin Bapak sama Ibu ya nak, maaf sampai kalian harus bekerja di usia yang harusnya masih mengejar pendidikan. Pesan Bapak, kalian jangan sampai lupa dengan tujuan awal sebagai seorang siswa, belajar.” Tutur Pak Adi dengan suara beratnya.

Mendengar nasehat bapaknya, kedua anaknya saling pandang. Tekad mereka semakin kuat untuk menaikkan derajat orang tuanya. Pak Adi dan Bu lasri pun saling pandang, Bu Lastri tidak kuasa menahan air matanya.

Pak Adi segera mengusap punggung istrinya lembut, agar Bu Lastri tenang dan tidak menangis di depan anak-anak. “Ri, kamu tadi belanja ya sama abang dan mbak mu? Coba bukan belanjanya Bapak inggin lihat.” Ujar Pak Adi, berusaha mencairkan suasana agar ceria kembali.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!