Tamara adalah seorang wanita muda yang independen dan mandiri. Ia bisa hidup bahagia dan kaya tanpa dukungan seorang laki-laki. Ia juga membenci anak-anak karena menurutnya mereka merepotkan dan rewel.
akan tetapi takdir membuatnya harus mencicipi kehidupan yang paling ia benci yaitu bertransmigrasi menjadi seorang ibu muda dari anak yang bernasib malang...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Q Lembayun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Saya suaminya
Tamara masih menunggu kedatangan Vin bersama dengan dokternya. Akan tetapi entah kenapa itu terasa sangat lama. Mungkin karena rasa sakitnya yang cenderung berlebihan sehingga waktu terasa begitu lambat di benaknya.
Saat Vin melepas genggamannya, Tamara sempat hilang kesadaran untuk beberapa saat. Akan tetapi Sistem segera memberinya keringanan dengan mengurangi rasa sakit hingga 50%. Itu terdengar seperti diskon besar-besaran, akan tetapi sebanyak apapun rasa sakit yang dikurangi oleh sistem, sakit tetaplah sakit dan Tamara tidak tahan karenanya.
Tamara masih menunggu kedatangan Vin sambil menahan rasa sakitnya. Setelah beberapa saat suara sepatu yang berlari beriringan terdengar semakin dekat. Vin berlari dan masuk keruangan Tamara bersama dengan Adam yang menyusul di belakangnya.
Melihat wajah istrinya yang sangat pucat, Vin pun segera menghampiri Tamara dan membujuknya.
"Aku sudah membawa dokter, tenanglah semuanya akan baik-baik saja."
Walaupun kalimat itu terdengar menenangkan, akan tetapi Tamara tau bahwa Vin tak kalah panik mengingat tangan laki-laki itu gemetar saat menggenggam tangannya.
Vin pun menatap ke arah Adam dan meminta penjelasan.
"Bagaimana keadaannya?"
Adam melihat dengan jelas bahwa tangan keduanya terjalin dengan sangat erat, hal tersebut membuat Adam menyimpulkan bahwa keduanya memiliki hubungan yang spesial. Bahkan ia sempat sesekali mendengar bahwa laki-laki di depannya menyebut Tamara sebagai istri dengan suara berbisik untuk menenangkan Tamara yang kesakitan.
Adam merasa perasaannya telah ditusuk pisau dan ia merasa patah hati. Akan tetapi ia berusaha menahannya dan mencoba untuk fokus pada keadaan Tamara. Sebagai seorang dokter, ia tak boleh terlalu larut dalam perasaannya karena hal yang paling utama adalah keadaan pasiennya.
"Tekanan darahnya stabil dan detak jantungnya juga baik. Jika memungkinkan Tamara bisa melahirkan dalam kondisi normal."
Mendengar hal itu Vin langsung bernafas lega. Vin tak masalah jika Tamara harus melahirkan secara normal ataupun harus operasi. Selama kemungkinan hidup Tamara dan anaknya tinggi maka ia akan menyetujuinya.
"Kalau begitu silahkan untuk menandatangi surat pernyataan terlebih dahulu. Jika memang di dalam proses melahirkan terjadi sesuatu dan membutuhkan keputusan darurat, kami dapat langsung menanganinya. Apakah... kamu walinya?" ucap Adam ragu.
"Ya, saya suaminya. Jadi biarkan saya yang tanda tangan."
Mendengar pengakuan Vin, sontak semua orang di ruangan itu kaget. Setau mereka Tamara adalah seorang janda dan suaminya meninggal dalam misi berbahaya. Akan tetapi siapa yang menyangka bahwa suami Tamara ternyata masih hidup dan masih sangat sehat. Orang-orang pun ingin bertanya lebih lanjut, tapi karena momen sedang tidak tepat mereka pun segera menahannya.
Adam sudah menebak bahwa laki-laki ini adalah suami Tamara. Akan tetapi saat mendengarnya secara langsung melalui mulut laki-laki itu, Adam merasa sangat cemburu dan sakit hati. Awalnya ia berfikir bahwa suami Tamara yang seorang tentara akan terlihat bengis dan galak serta memiliki perawakan yang ganas seperti hal-halnya prajurit pada umumnya. Akan tetapi Vin justru terlihat sangat tampan dengan tubuh tegak serta kulit yang kecoklatan. Hampir terlihat seperti seorang model yang sedang menggunakan pakaian tentara untuk bergaya.
Adam enggan untuk memikirkan lebih lanjut terkait hubungan antara laki-laki di depannya dengan Tamara. Ia segera menelan semua rasa kesal dan cemburunya dan langsung fokus pada Tamara yang sedang mengerang kesakitan.
"Segera siapkan ruang bersalin."
"Baik dok."
Hari ini Vin merasa senang, terpukul dan sedih. Ia bahagia karena istrinya mengandung seorang putri, akan tetapi ia merasa begitu sedih dan terpukul melihat keadaan sang istri yang kesakitan dan menderita. Jika boleh ia meminta maka ia berharap rasa sakit yang dialami oleh Tamara bisa berpindah dan ditanggung olehnya.
Vin terus menggenggam tangan istrinya kemanapun Tamara di bawa. Tangan laki-laki itu sudah kebas dan beberapa darah terlihat di punggung tangannya karena tertancap oleh kuku tajam Tamara. Tapi ia tak mengeluh dan terus membujuk Tamara agar bisa melewati masa ini dengan lancar dan tanpa kekurangan suatu apapun.
"Aku disini, aku bersamamu."
Kalimat itulah yang diucapkan oleh Vin berulang-ulang kali. Ia ingin meyakinkan Tamara bahwa ia akan berada di sampingnya dan tak akan meninggalkannya seperti sebelumnya. Ia ingin wanita itu menyadari bahwa ia tak berjuang sendirian.
Saat Tamara akan dimasukkan ke ruangan bersalin, Dharma dan Dave kebetulan lewat. Anak itu melihat ibunya yang kesakitan dan berlumuran darah langsung berontak dari pelukan Dharma.
"Bu!"
Suara Dave begitu keras dan membuat para perawat serta dokter kaget karenanya. Akan tetapi saat ini sedang dalam keadaan darurat, jadi tak tak ada yang membujuk atau menghiburnya seperti biasanya. Hanya Dharma yang berusaha untuk menahan Dave agar tidak ikut masuk keruang bersalin. Akan tetapi anak kecil itu begitu kuat dan terus mengucap kalimat benci.
"Aku tau kamu pasti akan membuat ibuku sakit lagi. Aku seharusnya tidak meninggalkan mu berdua bersama ibuku. Aku membencimu! Aku akan membu..."
Dharma segera menutup mulut Dave dengan wajah yang melotot karena kaget. Dave berbicara seolah Vin bukanlah ayahnya dan itu membuat Dharma merasa takut. Anak ini sangat galak, sangat mirip dengan Vin ketika marah. Jika Vin marah dia tak akan segan-segan mengancam orang mematahkan tulang, leher bahkan membunuhnya. Dan itu bukan hanya sekedar ancaman, Vin dapat melakukannya jika orang itu tetap ngeyel juga. Dan hari ini Dharma melihat Dave melakukan hal yang sama, hal tersebut membuat Dharma merasa merinding dan takut.
'Vin dan Dave benar-benar ayah dan anak kandung. Mereka berdua benar-benar mirip, bahkan cara mereka marah dan niat membunuh mereka pun sama'
Dharma pun segera membujuk Dave dengan kalimat yang begitu lembut.
"Tenanglah, ibumu sedang berjuang melahirkan adikmu. Kita tunggu disini dan berdoa, ayo mulai berdoa. Ayo, ayo, anak pintar. Berdoa jauh lebih berguna untuk kita saat ini. Ayo, ayo, ibumu pasti senang mendapatkan doa darimu. Doa anak baik biasanya di dengar oleh Tuhan." ucap Dharma membujuk.
Mendengar ocehan pamannya yang sedang membujuknya dengan cara kekanakan membuat Dave kesal. Akan tetapi apa yang dikatakan oleh pamannya adalah hal yang benar. Ia tidak bisa melakukan apa-apa selain berdoa untuk keselamatan ibunya.
"Kalau ibuku kenapa-napa, aku akan membunuhnya." ucap Dave bertekad.
"Dia bukan orang lain, dia adalah ayahmu. Kamu tidak boleh bicara seperti itu."
"Biarin, lagipula kami menjadi seperti sekarang juga karena ulahnya."
Dharma tak tau berapa banyak rasa sakit yang dilewati oleh Tamara dan anaknya. Hanya saja dari mata benci Dave, ia dapat menyimpulkan bahwa itu bukan sesuatu yang mudah. Dave memiliki kebencian terhadap Vin karena membuat mereka menderita. Walaupun Dharma merasa bahwa Vin tidak salah, tapi Dave masih terlalu kecil untuk mengerti. Anak ini hanya tau bahwa Vin meninggalkan mereka dan membuat mereka menderita untuk waktu yang lama. Dan Vin telah kembali dan membuat ibunya lebih sakit lagi.
"Ya sudah, kamu boleh melakukan apapun nanti. Yang terpenting sekarang kita harus mendoakan keselamatan ibu dan adikmu. Jangan sampai mereka mengalami kejadian yang tidak diinginkan, berdoa mulai."
Dave pun menundukkan kepalanya dan berdoa dengan sangat khusyuk. Ia ingin doanya dikabulkan dan Ibunya dapat melahirkan dengan lancar.
'Tuhan, selamatkan ibuku sekali lagi'