"5 milliar untuk rahimmu! Lahirkan seorang pewaris untukku! Setelah dia lahir, kau boleh pergi!"
Nayla bingung untuk mengambil keputusan secepat itu. Tetapi dia sangat membutuhkan uang untuk biaya operasi Ayahnya yang mengalami kecelakaan lalu lintas beberapa waktu lalu.
"Jika sampai satu tahun, aku tidak kunjung melahirkan. Apa kompensasinya?"
"Kau harus tetap mengembalikan uangku dengan menjadi budak wanitaku!"
Bagaimana reaksi Nayla? Akan kah dia tetap melanjutkan syarat pernikahan kontrak dengan CEO di tempat dia bekerja? Bagaimana nasib Keluarga Nayla Suherman selanjutnya? Akan kah tumbuh benih-benih cinta di dalam nya. Yuk kepoin cerita Nayla dan Mahendra Wijaya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Najwa Camelia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Si Jalu
Selamat membaca..
🍒
🍒
🍒
"Hmm.. Seragam dinas malam? Mengelikan sekali!" gumam Nayla menimbang-nimbang seragam dinas yang telah dipersiapkan oleh Mahen, agar dipakai oleh istri imutnya setiap dia datang ke rumah itu.
Namun, dasar si Nayla kang ngeyel. Dia malah memilih kaos putih milik Mahen yang tergantung rapih di dalam lemari. "Lucu juga kali, pakai kaos kebesaran ini. Mmm.. Wangi maskulin Om Galak masih melekat di kaos ini. Wajar saja, parfum mahal," Nayla terkekeh sendiri. Dan menghirup dalam-dalam aroma kaos putih yang melekat di tubuh rampingnya.
Nayla memeluk tubuhnya sendiri. "Memakai kaosnya saja, sudah serasa memeluk tubuh Om Galak, hehehe. Gimana kalau dipeluk beneran. Bisa nyaman akunya! Lupa daratan! Tak mau kembali pulang! Maunya bersandar di dada kekar, Om Galak!" lagi-lagi Nayla terkekeh geli membayangkan sedang memeluk tubuh kekar orang yang pernah didampratnya.
Setelah berputar-putar memakai kaos putih milik Mahen. Nayla menepuk-nepuk kasur dan mulai memejamkan matanya. Tidur terlelap dengan membayangkan berada dalam dekapan sang suami.
Gadis belia itu mengepakkan kedua tangan dan kedua kakinya. Ia menggerakkannya saling berlawanan. Menari ke sana kemari, bebas berkeliling di tengah-tengah padang salju.
Klekk..
Tiba-tiba ada seorang pria menghampirinya. "Kamu siapa?" tanya Nayla yang masih belum melihat dengan jelas wajah pria itu.
"Kamu lupa? Kita kan sudah sah menjadi suami istri," sahut pria itu tersenyum menyeringai.
Melihat cara pandang dan tersenyum pria yang berdiri tegap di hadapan nya itu, membuat Nayla takut. Apa yang harus ia lakukan, jika pria itu meminta jatah hak suami padanya?
"Kamu mau ngapain?" ketika pria itu melangkahkan kembali langkahnya. Semakin tak berjarak antara keduanya.
"Enggak.. Enggak!" Nayla merancau dan menggelengkan kepala. "Kamu nggak akan minta itu dariku, sekarang kan?" tanya Nayla.
"Kamu ngomong apa?" kata pria itu balik bertanya. "Minta apa?"
Nayla mundur satu langkah. Gadis itu bingung melihat gelagat pria yang berstatus suaminya. Pria itu benar-benar tidak tahu atau memang pura-pura sok lugu. Yang pasti, saat ini hati Nayla sedang ketar ketir melihat ekspresi wajah pria itu.
Tapi, pria itu menahan ketawanya. Ia merasa gemas melihat tingkah lucu istri kecilnya. Ia sengaja berpura-pura tidak tahu maksud dari perkataan gadis belia yang sedang gugup itu.
"Kamu kenapa jadi gugup begitu? Biasa aja, kalau lihat wajah tampan ku! Jangan syok begitu! Expired nya masih lama! Tidak akan pudar dan berubah warna!" ujar Pria itu melihat gerak-gerik gadis belia yang sedang kelimpungan.
"Ng-nggak! Siapa juga yang gugup, biasa aja! Jangan sok tahu! Bisa memudarkan pancaran sinar di wajah!" Nayla mengelak dengan kata-kata flat, namun jleb di otak. Meski sedikit terbata.
"Kamu Nayla Suherman, kan? Bukan Azis gagap?" Pria itu maju satu langkah.
"Huum," Nayla menganggukkan kepala tanda membenarkan ucapan pria itu.
"Tapi kenapa bicaramu seperti Azis gagap, sekarang ini!" Pria itu menarik tangan Nayla hingga ia menubruk dada kekar miliknya.
"Aduh.. Om ngapain sih?" tanya Nayla terbata. Jantungnya berdegup kencang tidak terkendali.
"Nggak ngapa-ngapain. Cuma mau ambil itu, di rambut kamu!" jawabnya santai.
"Emm.. Biar aku ambil sendiri," sahut Nayla berusaha melepaskan diri.
"Diam dan jangan banyak gerak!" seru Pria itu lagi semakin mengeratkan pelukannya. Hingga kedua buah alpukat yang menggantung segar itu, menempel tepat di dadanya.
"Nggak perlu! Aku bisa sendiri," tolak Nayla.
"Hmm.. Sangat pas sekali buah alpukat nya. Segar juga, masih fresh serasi dengan warnanya. Menyejukkan mata yang buram," rancau Pria itu, yang didengar di rungu Nayla.
"Dasar om-om mesum! Otaknya minta di bayclin biar bersih dan putih!" teriak Nayla sambil menyilangkan kedua tangannya di dada, setelah berhasil keluar dari dekapan om-om mesum.
Meskipun status mereka kini adalah sepasang suami istri. Tetap saja rasa malu dan takut masih menyelimuti perasaan Nayla, gadis belia yang baru menginjak umur sembilan belas tahun itu. Dengan pipi yang terasa panas karena telah berganti warna merah merona.
"Maklum aja sih, orang sudah tua! Jadi otaknya yang kotor-kotor begitu!" seru Nayla.
"Aku belum tua, ya! Belum juga kepala tiga! Kenapa? Takut? Dipatuk si Jalu!" kekeh pria itu, membuat Nayla salah tingkah.
"Jalu siapa?" tanya Nayla penasaran.
"Ingin kenelan dengan si Jalu?" tanya Pria itu, sambil mengedip-gedipkan matanya ke wajah Nayla.
"Astaga, Tuan Mahendra Wijaya!" pekik Nayla setelah menamati wajah pria tampan yang ada di hadapannya kini. Ia berteriak tepat di telinga Mahen.
Ternyata pangeran itu adalah Tuan Mahendra Wijaya.
"Kenapa nggak terima?" sungut Mahen. Mengusap-usap telinganya.
"Dasar om-om mesum! Om-om nyebelin!" kata Nayla sambil berlari menjauh dari jangkauan Mahen dengan menjulurkan lidahnya.
"Awas kamu, Nayla! Habis kamu!" kejar Mahen.
Terjadilah aksi kejar-kejar bak Tom and Jerry. Hingga Nayla terpentok. Nayla berjalan mundur karena Mahen terus berjalan ke arahnya. Hingga Nayla tidak ada jalan untuk kabur dari Mahen, alias jalan buntu. Semakin dia memundurkan langkahnya, hingga dia terjatuh terlentang di atas ranjang king size itu. Nayla segera menyilangkan kedua tangannya di dada, saat Mahen menunjukkan senyuman yang membuat Nayla semakin gemetar ketakutan.
Nayla semakin terpojok, hingga kepalanya terbentur kepala ranjang. Akhirnya Nayla menggapai guling untuk senjata perlindungannya. Dia mulai mengayunkan guling itu ke tubuh Mahen.
"Pergi sana!" teriak Nayla.
Hingga terdengar suara sesuatu terjatuh dari atas ranjang.
Bugghh.. Gedebuk..
"Aaaaarrrrggghhh! Sakit!" lantang Nayla.
Sedangkan Mahen yang berdiri bergeming. Ia hanya menatap Nayla yang kesakitan. Sedari tadi fokuskan hanya pada tubuh Nayla yang terbaring di atas ranjang.
Nayla yang terlelap di atas ranjang dengan posisi terlentang dengan kaos putih yang tersikap hingga memperlihatkan dalaman yang menempel rapat menutupi kolam yang akan diselaminya.
Pemandangan yang seketika membuat Mahen mendadak belingsatan tak karuan. Ia bingung menenangkan si Jalu yang meronta ingin segera nangkring di dalam kandangnya.
Raut wajah Mahen menjadi pias. Keningnya berkerut dengan otak yang bekerja keras untuk mencari jawabannya. Alis tebal di wajah tampannya terangkat naik. Ia masih meraba-raba untuk mengetahui maksud dari gadis belia itu. Kenapa dia tertidur dengan posisi seperti itu? Apa dia ingin menggodanya? Dengan posisi perut mulusnya terekspos jelas di mata Mahen.
Oh tidak!
Apa-apaan ini! Jangan sekarang Jalu! Tahan sedikit lagi! Mendadak gairah menguasainya, secepat kilat melumpuhkan akal sehatnya. Dengan semakin memberontaknya si Jalu di tempat persembunyiannya.
Mahen melangkah maju ke arah ranjang dengan listrik yang tiba-tiba menyala terang.
"Om Galak?" Nayla membulatkan kedua matanya.
🍒🍒🍒🍒🍒