Bagi seorang ibu selama khayat di kandung badan kasih sayang pada anak tak akan hilang. Nyawa pun taruhannya, namu demi keselamatan sang anak Suryani menahan rindu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rosida0161, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Teh Aroma Jahe Buatan Ibu
Adi pulang ke rumah ayah angkatnya Aldo, yang kini resmi menjadi miliknya, karena lelaki itu telah mewariskan pada dirinya.
Rumah seluas tiga ratus meter itu cukup besar untuk dihuni sendiri. Seandainya saja ibunya ditemukan, betapa bahagianya bisa membawa ibunya pulang ke rumah yang jarang dihuninya itu.
Memang bukan hasil jerih payahnya, karena sebagai pelaut muda ia hanya bisa membeli motor, serta menabung. Namun rumah warisan dari Aldo ini sudah diwasiatkan murni untuk dirinya. Yang kelak jika dirinya sudah mampu membeli rumah sendiri akan dijualnya rumah itu, dan diserahkan pada yayasan amal hasil penjualannya sebagai ladang amal ayah angkatnya yang sudah membekalinya dengan ilmu, dan menjadikannya lelaki pemberani mengarungi lautan luas.
"Kita bukan sedarah tapi rasa sayang itu bukan hanya karena aliran darah. Kamu sudah Papi angkat sebagai anak Papi dan mewarisi semua milik Papi. Tapi jangan lupa harus menikah jangan seperti Papi begini," pesan Aldo ayah angkatnya dulu.
"Ya Papi saya akan ingat itu,"
"Rumah ini milikmu, setiap pulang Surabaya rumah ini harus ditempati," pesan lelaki itu lagi.
"Ya Papi mau pulang kemana lagi," jawab Adi waktu itu
"Jangan Lupa, Ojo lali karo ibumu, cari sampai ketemu, karena beliau Surgamu," pesan yang sangat membuat Adi terharu, hingga menitikkan air mata.
"Ya Papi saya juga sangat ingin bertemu Ibu, saya kangen," tangis Adi pecah
"Apalagi Ibumu wis menggantikannya, Le, rela dipenjara dan dia tak mau kamu besuk, nah sekarang kamu wis dewasa wis iso melindungi awakmu dewe, melindungi ibumu jika ada keturunan majikan Ibumu yang masih ingin balas dendam." Ujar Aldo lagi, "Aku baru tahu sekarang cerita ibumu, bawa pulang dia ke rumah ini. Rumah ini rumahmu juga dan berarti juga rumah ibumu, Yo?"
Adi menitikkan air mata ingat akan pesan ayah angkat yang baru ia ceritakan masa lalu dengan ibunya setelah dirinya lulus sekolah pelayaran enam tahun lalu.
"Ibu dimana ... Ibu dimana berada. Ya Allah lindungi Ibu hamba,"
Handphonenya berdering.
Dari Dila.
'Assalamu'alaikum, Dik,"
"Wa'alaikum salam, baru tiba, Mas?"
"Yo, langsung cari Ibu tapi belum ada tanda tanda dimana Ibuku," suara Adi tampak lesu.
"Aku ikut prihatin, Mas, semoga Ibu cepat ditemukan, yo," suara Dila menunjukkan betapa ia sangat perhatian pada perhatian Adi pada ibunya.
"Ya Dik"
"Jadi malam ini kita bertemu dengan Mas Yan di rumahnya?"
"Ya aku jemput dirimu nanti setelah magrib,"
"Ya, Mas"
Adi memang sudah dihubungi Yanuar. Sebagai menantu pertama di dalam keluarga mertuanya, sangat ingin mengenalnya.
Adi juga minta maaf karena selama satu tahun menjalin kebersamaannya dengan Dila, belum pernah memperkenalkan dirinya.
Rupanya Yanuar maklum dengan profesi Adi yang lebih banyak di laut waktunya, dan jika dibandingkan dengan frekuensi di darat bisa berbanding delapan puluh persen di tengah lautan, dan dua puluh persen di darat.
Makanya ia tak mau menyia nyiakan waktu untuk pertemuannya yang pertama dengan Yanuar.
Sudah diatur waktunya besok harus melihat setelan jas yang akan dikenakan pada Ijab kabul dan malam resepsi perkawinannya.
Waktu menuju pelaminan tinggal lima hari lagi. Adi pesimis bisa menemukan ibunya dalam waktu kurang lima hari. Bagaimana ini?
Tiba tiba terpikir olehnya untuk memakai jasa orang lain. Yaitu khusus pencari orang hilang.
Segera ia browsing di media.
FIRMAN DAN KAWAN KAWAN
Khusus menemukan orang hilang. Tua muda. Sudah terbukti hasil kami. Karena kami berkerja dengan hati nurani.
Adi tersenyum membaca iklan dari Firman dan kawan kawannya itu
Maka segeralah mendaftar dan membuat janji untuk bertemu besok pagi.
Karena ini menyangkut soal ibunya maka Adi memundurkan waktu untuk berkunjung ke Butik yang mengurus pakaian pengantinnya dengan Dila siang hari.
"Maaf, Dik besok pagi aku harus bertemu dengan pihak yang akan membantu menemukan ibuku,"
"Oh ya Mas Adi nggak apa apa,"
*
Suryani mendengar dari Yanti kalau Adi malam ini akan datang untuk menjemput Dila akan bersilaturahmi dan ke rumah Nila sekaligus berkenalan.
"Tuan muda Yan mau menjamu makan malam Tuan muda Adi dan Non Dila," ujar Yanti.
Suryani terkejut. Pertemuan Yanuar dan Adi yang membuatnya cemas.
"Ya harus datang Tuan muda Adi ke rumah Tuan muda Yan, namanya mau jadi keluarga harus saling kenal dulu," ujar Mak Minah Menimpali.
Suryani berdoa di dalam hati semoga saja Tuan muda Yanuar ya tak mengenali sosok Adi yang dulu sering diberinya oleh oleh jika lelaki yang berkuliah di Amerika itu pulang ke Jakarta.
Adi datang menjemput Dila. Dan Suryani hanya pasrah tak bisa melihat anaknya walau mereka berada dalam satu atap rumah yang sama. Hatinya ikhlas. Dengan penuh kasih ia buatkan teh manis sedikit beraroma jahe kesukaan Adi semasa keci.
'Kok wangi jahe Bik?' Yanti yang bertugas menyelenggarakan menyuguhkan teh pada Adi di ruang tamu merasa heran.
"Malam ini cuaca dingin siapa tahu Tuan muda Adi suka," ujar Suryani tersenyum.
"Kalau nddak mau buatkan yang baru lagi Yo, Bik?" Seru Yanti yang tak pernah menyuguhkan teh manis aroma jahe pada Tuan muda calon suami Non Dilanya.
'Siap," angguk Suryani tersenyum.
"Kok sejak tadi Bik Yani senyum senyum terus toh?" Sri yang memperhatikan Suryani begitu terlihat antusias dan mukanya murah senyum itu menggoda.
Suryani tersenyum lagi."Karena dengan hati ikhlas kita selalu bahagia," ujarnya.
"Ikhlas, memangnya ada opo toh Bik?" Sri yang tak boleh mendengar ucapan agak aneh di kupingnya menatap Suryani.
"Ya namanya orang hidup iku kudu selalu memiliki hati ikhlas. Macam -macam tandanya ikhlas itu. Menahan rindu pada anak dan saudara jika tak bisa dilampiaskan Yo ikhlas saja. Berarti Allah belum mengijinkan. Itu termasuk ujian untuk kita. Kuat dan sanggup nggak nahan kerinduan di hati. Pada dasarnya, sih tidak kuat. Tapi yaitu tadi, kita kudu ikhlas, dengan ikhlas beban berkurang,"
"Oh, ngono, toh," angguk Sri.
"Ya, banyak banyaklah kamu belajar ilmu kehidupan untuk di dunia ini yang akan bermuara pada perjalanan kita di akherat nanti," ujar Mak Minah.
"Ih serem nih Mak Minah, merinding aku" ujar Sri menunjukkan muka ketakutan.
"Lho yang dikatakan ikhlas oleh Bik Yani juga salah satu ilmu untuk berdamai dengan hati kita, supaya kita sabar dan ikhlas atas cobaannya, ya, toh, Bik Yani?" Mak Minah menoleh pada Suryani.
Suryani segera mengangguk.
"Para orang tua ngomongin akherat Yanti" ujar Sri saat Yanti muncul.
"Ya iyalah karena ke akheratlah tujuan akhir kita, eling Nduk ...!" Mak Minah menatap Sri.
"Wah diluar dugaanku, Bik, tahu-tahu Tuan muda Adi langsung suka Karo teh manis aroma jahenya,"
"Oh ya?" Suryani sangat antusias.
"Yo Bik, aku melirik saat wis mau menjauh. Tuan Muda kayaknya suka banget dia bilang gini. Wah wanginya menggoda aku suka ini"
"Terus diminum?" Suryani sangat ingin tahu.
"Ya Bik, kayak nikmat sekali, gitu,"
Suryani tersenyum. Teh manis jahe memang kesukaan Adi waktu kecil. Anaknya itu sering ia buatkan teh manis yang airnya direbus dengan jahe, jika cuaca mendung atau hawa sedang dingin.
Sedangkan Adi di ruang tamu begitu menikmati teh manis aroma jahe yang sering pula ia minta dibuatkan di atas kapal jika cuaca dingin.
"Ke perut hangat ya, Bu" setiap minum teh manis aroma jahe seperti ini ia selalu saja ingat ibunya.
"Ibu sehat ya,Bu," batinnya sedih.
Bersambung